Kamis, 29 April 2010

Ali Imran ayat 191
Dari Super Pedia Rumah Ilmu Indonesia
Langsung ke: navigasi, cari
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىَ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan lanjut dan bumi (seraya berkata), “Ya Robb kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka dipeliharalah kami dari siksa neraka.”
(QS.3:190-191)
Salah satu cara mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan membaca dan merenungkan ayat-ayat-Nya yang terbentang di alam semesta. Dalam ayat ini, Allah menyuruh manusia untuk merenungkan alam, langit dan bumi. Langit yang melindungi dan bumi yang terhampar tempat manusia hidup. Juga memperhatikan pergantian siang dan malam. Semuanya itu penuh dengan ayat-ayat, tanda-tanda kebesaran Allah SWT.
Langit adalah yang di atas yang menaungi kita. Hanya Allah yang tahu berapa lapisnya, yang dikatakan kepada kita hanya tujuh. Menakjubkan pada siang hari dengan berbagai awan germawan, mengharukan malam harinya dengan berbagai bintang gemintang.
Bumi adalah tempat kita berdiam, penuh dengan aneka keganjilan. Makin diselidiki makin mengandung rahasia ilmu yang belum terurai. Langit dan bumi dijadikan oleh Al-Khaliq tersusun dengan sangat tertib. Bukan hanya semata dijadikan, tetapi setiap saat nampak hidup. Semua bergerak menurut aturan.
Silih bergantinya malam dan siang, besar pengaruhnya atas hidup kita dan segala yang bernyawa. Kadang-kadang malam terasa panjang dan sebaliknya. Musim pun silih berganti. Musim dingin, panas,gugur, dan semi. Demikian juga hujan dan panas. Semua ini menjadi tanda-tanda kebesaran dan keagungan Allah bagi orang yang berpikir. Bahwa tidaklah semuanya terjadi dengan sendirinya. Pasti ada yang menciptakan yaitu Allah SWT.
Orang yang melihat dan memikirkan hal itu, akan meninjau menurut bakat pikirannya masing-masing. Apakah dia seorang ahli ilmu alam, ahli ilmu bintang, ahli ilmu tanaman, ahli ilmu pertambangan, seorang filosofis, ataupun penyair dan seniman. Semuanya akan terpesona oleh susunan tabir alam yang luar biasa. Terasa kecil diri di hadapan kebesaran alam, terasa kecil alam di hadapan kebesaran penciptanya. Akhirnya tak ada arti diri, tak ada arti alam, yang ada hanyalah Dia, Yang Maha Pencipta. Di akhir ayat 190, manusia yang mampu melihat alam sebagai tanda-tanda kebesaran dan keagungan-Nya, Allah sebut sebagai Ulil Albab (orang-orang yang berpikir).
Dalam ayat 191, diterangkan karakteristik Ulil Albab, yaitu selalu melakukan aktivitas dzikir dan fikir sebagai metode memahami alam, baik yang ghaib maupun yang nyata.
Dzikir, secara bahasa berasal dari kata dzakara , tadzakkara, yang artinya menyebut, menjaga, mengingat-ingat. Secara istilah dzikir artinya tidak pernah melepaskan Allah dari ingatannya ketika beraktifitas. Baik ketika duduk, berdiri, maupun berbaring. Ketiga hal itu mewakili aktifitas manusia dalam hidupnya. Jadi,dzikir merupakan aktivitas yang harus selalu dilakukan dalam kehidupan. Dzikir dapat dilkukan dengan hati,lisan, maupun perbuatan. Dzikir dengan hati artinya kalbu manusia harus selalu bertaubat kepada Allah, disebabkan adanya cinta, takut, dan harap kepada-Nya yang berhimpun di hati (Qolbudz Dzakir). Dari sini tumbuh keimanan yang kokoh, kuat dan mengakar di hati. Dzikir dengan lisan berarti menyebut nama Allah dengan lisan. Misalnya saat mendapatkan nikmat mengucapkan hamdalah. Ketika memulai suatu pekerjaan mengucapkan basmalah. Ketika takjub mengucapkan tasbih. Dzikir dengan perbuatan berarti memfungsikan seluruh anggota badan dalam kegiatan yang sesuai dengan aturan Allah.
Fikir, secara bahasa adalah fakara, tafakkara yang artinya memikirkan, mengingatkan, teringat. Dalam hal ini berpikir berarti memikirkan proses kejadian alam semesta dan berbagai fenomena yang ada di dalamnya sehingga mendapatkan manfaat daripadanya dan teringat atau mengingatkan kita kepada sang Pencipta alam, Allah SWT.
Dengan dzikir manusia akan memahami secara jelas petunjuk ilahiyah yang tersirat maupun yang tersurat dalam al-Qur’an maupun as-sunnah sebagai minhajul hayah (pedoman hidup). Dengan fikir, manusia mampu menggali berbagai potensi yang terhampar dan terkandung pada alam semesta. Aktivitas dzikir dan fikir tersebut harus dilakukan secara seimbang dan sinergis (saling berkaitan dan mengisi). Sebab jika hanya melakukan aktivitas fikir, hidup manusia akan tenggelam dalam kesesatan. Jika hanya melakukan aktivitas dzikir, manusia akan terjerumus dalam hidup jumud (tidak berkembang, statis). Sedangkan, jika melakukan aktivitas dzikir dan fikir tetapi masing-masing terpisah, dikhawatirkan manusia akan menjadi sekuler.
Bagi Ulil Albab, kedua aktivitas itu akan berakhir pada beberapa kesimpulan:
• Allah dengan segala kebesaran dan keagungan-Nya adalah pencipta alam semesta termasuk manusia.
• Tiada yang sia-sia dalam penciptaan alam.Semua mengandung nilai-nilai dan manfaat.
• Mensucikan Allah dengan bertasbih dan bertahmid memuji-Nya.
• Menumbuhkan ketundukan dan rasa takut kepada Allah dan hari Akhir.

REFERENSI
• Al-Qur’an dan tafsirnya,Universitas Islam Indonesia
• Al-Qur’an dan Terjemahannya,Departemen Agama RI
• Prof. Dr.Hamka,Tafsir al-Azhar Juz IV, Pustaka Panjimas
• Majalah Nurul Fikri,Ulil Albab, Sosok Cendekiawan Versi al-Qur’an, No.4/II/Ramadhan 1411-Maret 1991



“Bahwasannya pada kejadian langit dan bumi (susunan kejadian langit dan bumi) dan pada beriring-iring malam dan siang, sungguh terdapat tanda-tanda bagi orang yang mempunyai akal yang kuat.
Yaitu segala mereka yang menyebut nama Allah sambil berdiri dan sambil duduk dan sambil berbaring dan memikir kejadian langit dan bumi seraya berkata : Wahai Tuhan kami, tiadalah engkau jadikan ini, barang yang sia-sia,. Kami mengakui akan kesucian engkau. Maka perihalarah kami dari api neraka.”
Dari ayat 190 bahwasannya dalam peraturan langit dan bumi dan keindahan pembuatannya, di dalam perlainan malam dan siang dan terus-menerus beriring-iringan melalui aturan yang paling baik nyata bekasnya pada tubuh dan akal kita, panas dan dingin, demikian pula pada bianatang dan tumbuh-tumbuhan, pada semuanya itu terdapat tanda-tanda dan dalil-dalil yang menunjuk kepada keesaan Allah, kesempurnaan ilmu-Nya dan kudrat-Nya, bagi sebaga orang yang berakal kuat.
“Yaitu segala mereka yang menyebut nama Allah sambil berdiri dan sambil duduk dan sambil berbaring”
Adapun orang-orang yang berakal kuat itu adalah orang-orang yang memperhatikan langit dan bumi serta isinya, lalu mengingat dalam segala keadaannya, berdiri, duduk, berbaring akan Allah, akan nikmat-Nya, akan keutamaan-Nya atas alam semesta.
“dan memikir kejadian langit dan bumi seraya berkata : “
Dan mereka yang memikiri tentang keindahan perbuatan Allah, rahasia-rahasia kejadian dan segala yang dikandung oleh alam ini, manfaat hikmat dan rahasia yang menunjuk kepada kesempurnaan kudrat dan ketunggalan (ke Esaan) Allah yang sempurna ; baik mengenai zat, maupun mengenai sifat dan perbuatan.
Dalam ayat ini dapat kita mengambil kesimpulan, bahwa kemenangan dan keberuntungan hanyalah dengan mengingat kebesaran Allah serta memikiri segala makhluk-Nya yang menunjuk kepada ada khalik yang Esa yang mempunyai ilmu dan kudrat yang diiringi oleh iman akan Rasul dan akan kitab. Disini diterangkan, bahwa yang kita pikiri itu adalah makhluk Allah. Kita tidak dibenarkan memikiri tentang zat tuhan yang menciptakan, karena kita tidak akan sampai kepada hakikat zat dan hakikat sifat.
“Wahai Tuhan kami, tiadalah engkau jadikan ini, barang yang sia-sia,. Kami mengakui akan kesucian engkau.”
Yakni mereka yang menyebut nama Alalh dan memikiri keadaan mengucapkan dengan lidah, sedang hati mereka berada antara takut dan harap : “Wahai tuhan kami tiadalah engkau jadikan dengan percuma apa yang kami persaksikan dari membuat sesuatu dengan percuma. Hanya segala apa yang enkau jadikan, mempunyai tujuan, mengandung hikmah dan mashlahat, masing-masing mengambil pembalasannya kelak, baik ataupun buruk.
Manusia, tidak engkau jadikan mereka dengan percuma. Jika ia lenyap atau bercerai suku-suku tubuhnya sesudah ruh pergi dari badan, maka yang binasa itu, hanyalah tubuhnya. Kemudian ia kembali dengan kudrat engkau dalam kejadian yang lain. Maka jika ia mentaati engkau masukanlah ia kedalam syurga dengan amalan-amalan dan jika ia mendurhakai engkau, masukanlah ia kedalam neraka.
“Maka perihalarah kami dari api neraka.”
Yakni taufikanlah kami dengan inayat engkau kepada amalan-amalan yang shalih, supaya menjadilah ia pemelihara kami dari azab neraka.
Kata As-Sayuti dalam Al-Ikill : ayat-ayat ini mengandung pengertian, bahwa kita disukai membaca : Subhanaka, bila kita melihat ke langit. Dan mengandung pengertian, bahwa apabila kita hendak berdo’a hendaklah kita memuji Allah lebih dahulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar