Jumat, 26 November 2010

ALIRAN MU'TAZILAH

BAB I

PENDAHULUAN

Aliran Mu’taziliyah (memisahkan diri) muncul di Basra, Irak, di abad 2 H. Kelahirannya bermula dari tindakan Wasil bin Atha' (700-750 M) berpisah dari gurunya Imam Hasan al-Bashri karena perbedaan pendapat. Wasil bin Atha' berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin bukan kafir yang berarti ia fasik. Imam Hasan al-Bashri berpendapat mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin.Ajaran Mu'taziliyah kurang diterima oleh kebanyakan ulama Sunni karena aliran ini beranggapan bahwa akal manusia lebih baik dibandingkan tradisi. Oleh karena itu, penganut aliran ini cenderung menginterpretasikan ayat-ayat Al Qur'an secara lebih bebas dibanding kebanyakan umat muslim.

Aliran Mu’tazilah dikenal sebagai aliran rasional. Kerasionalannya tergambar dalam memberikan peran akal begitu besar dalam kehidupan, sehingga implikasinya dikatakan bahwa manusia bebas menentukan perbuatannya baik atau buruk. Tuhan wajib menepati janjiNya, dan jika tidak, berarti Tuhan tidak adil, dan itu adalah mustahil bagi Tuhan. Karena itu, siapa yang berbuat baik pasti masuk syurga dan siapa yang berbuat jahat pasti akan masuk neraka. Untuk mensucikan Tuhan dari segala sesuatu yang menyerupaiNya, maka ia menolak sifat-sifat Tuhan, kecuali sifat ke-Esaan, sehingga ia menamakan dirinya Ahlul Adl Wattauhid.

BAB II

PEMBAHASAN

A. SEJARAH LAHIRNYA MU’TAZILAH

Perkataan Mu’tazilah berasal dari kata I’tazala, artinya menyisihkan diri . Kaum Mu’tazilah berarti orang-orang yang menyisihkan diri. Berbeda-beda pendapat tentang sebab munasabab timbulnya firqoh Mu’tazilah itu.[1]

Golongan ini muncul pada masa pemerintahan Bani Umaiyyah, tetapi baru menghebohkan pemikiran keislaman pada masa pemerintahan Bani ‘Abbas dalam masa yang cukup panjang. Pada umumnya para ulama’ berpendapat bahwa tokoh utama Mu’tazilah adalah Washil ibn ‘Atha’. Ia adalah salah seorang peserta dalam forum ilmiah Hasan al-Bashri. Diforum ini muncul masalah yang hangat pada waktu itu,yaitu masalah pelaku dosa besar. Wasil berkata dalam menentang pendapat Hasan,”Menurut saya pelaku dosa besar sama sekali bukan mu’min, bukan pula kafir, melainkan ia berada diantara dua posisi itu.” Wasil kemudian menghindari forum Hasan dan membentuk forum baru di masjid yang sama.[2]

Dalam Shorter Encyclopedia of Islam di katakan , Hasan Basri adalah murid yang terkenal dari sahabat besar Anas Bin Malik dan telah bertamu dengan 70 orang sahabat nabi pada perang Badar. [3]

Menurut Al Bagdadi : “Washil Bin Atho’ berbeda pendapat dengan pendapat golongan-gololngan yang sudah ada (syi’ah, Khawarij, Salaf. ). Dia beranggapan bahwa orang yan fasiq dari umat Islam ini tidaklah mukmin dan tidak pula kafir, menjadikannya fasiq berada pada suatu tempat antara dua tempat antara kafir dan iman. Tatkala Imam Hasan Al Basri mendengar sebelumnya bid’ahnya. Washil yang bertentangan dengan gololngan-golongan, dia lalu menghindar dari majlis. Dia (Washil) menyandiri pada suatu sudutdi antara sudut-sudut masjid kota Basrah. Dia di dukung oleh temannya Amr Bin Ubaid Bin Bab, seperti layaknya seorang budak laki-laki di tolong oleh budak perempuan. Mulai waktu itu masyarakat mengatakan bahwa

keduanya telah mengasingkan diri dari pendapat ummat. Dan sejak waktu itu pula pengikut keduanya dinamakan Mu’tazilah.” [4]

Aliran Mu’tazilah cepat berkambang menjadi aliran yang membahas tentang persoalan-persoalan Ilmu Kalam lebih mendalam dan bersifat filosofis dari pada yang di bahas aliran-aliran sebelumnya. Dalam pembahasan masalah banyak menggunakan akal, sehingga akhirnya terkenal dengan sebutan “Aliran Rasionalis Islam”.[5]

Aliran Mu’tazilah adalah suatu pergerakan yang menekankan kepada dasar rasional bagi prinsip-prinsip dasar keparcayaan agama. Sikap rasionalisme ini sangat menonjol, dimana mereka lebih mengagungkan kecemerlangan pendapat akal dari pada dalil nakl (nulikan wahyu). Maka oleh karena itu aliran ini bersifat Individualistis dan bercorak ragam maksudnya tiap-tiap individu dari tokoh-tokoh Mu’tazilah pada umumnya mempunyai konsep dan pandangan sendiri-sendiri dalam bermacam-macam masalah. Misalnya ketika memperdalam pembahasan suatu masalah dan menganalisanya dengan di dasarkan atas pikiran-pikiran filsafat Yunani dan sebagainya. Meskipun demikian telah ada kesepakatan lima pokok dasar yang harus di pegang setiap orang yang mengaku dirinya orang Mu’tazilah, sebagai pengikat/keseragaman ajaran mereka, Abu Hasan al-Khayyath dalam bukunya al-intishar mengatakan,”Tidak seorang pun berhak mengaku sebagai penganutMu’tazilah sebelum ia mengkui al-Ushul al-Khamsah (lima dasar) ”, yaitu al-tauhid, al-adl, al-wa’d wa al wa’id, al-manzilah bain al-manzilataini dan al-amr bi al ma’ruf wa al- nahi ‘an al-munkar. Jika telah mengakui semuanya, baru bisa di sebut pengnut Mu’tazilah.

B. Ajaran-ajaran Mu’tazilah ( al-Ushul al-Khamsah ) :

1. Al Tauhid ( Ke-Esa-an )

Tuhan dalam paham Mu’tazilah betul-betul Esa dan tidak ada sesuatu yang serupa denganNya. Ia menolak paham anthromorpisme (paham yang menggambarkan Tuhannya serupa dengan makhlukNya) dan juga menolak paham beatic vision (Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala) untuk menjaga kemurnian Kemaha esaan Tuhan, Mu’tazilah menolak sifat-sifat Tuhan yang mempunyai wujud sendiri di luar Zat Tuhan. Hal ini tidak berarti Tuhan tak diberi sifat, tetapi sifat-sifat itu tak terpisah dari ZatNya. Mu’tazilah membagi sifat Tuhan kepada dua golongan :

a. Sifat-sifat yang merupakan esensi Tuhan, disebut sifat dzatiyah, seperti al Wujud - al Qadim – al Hayy dan lain sebagainya.

b. Sifat-sifat yang merupakan perbuatan Tuhan, disebut juga dengan sifat fi’liyah yang mengandung arti hubungan antara Tuhan dengan makhlukNya, seperti al Iradah – Kalam – al Adl, dan lain-lain.[6]

Kedua sifat tersebut tak terpisah atau berada di luar Zat Tuhan, Tuhan Berkehendak, Maha Kuasa dan sifat-sifat lainnya semuanya bersama dengan Zat. Jadi antara Zat dan sifat tidak terpisah.

Pandangan tersebut mengandung unsur teori yang dikemukakan oleh Aristoteles bahwa : penggerak pertama adalah akal, sekaligus subyek yang berpikir.[7]

2. Al ‘Adl (Keadilan )

Paham keadilan dimaksudkan untuk mensucikan Tuhan dari perbuatanNya. Hanya Tuhan lah yang berbuat adil, karena Tuhan tidak akan berbuat zalim, bahkan semua perbuatan Tuhan adalah baik. Untuk mengekspresikan kebaikan Tuhan, Mu’tazilah mengatakan bahwa wajib bagi Tuhan mendatangkan yang baik dan terbaik bagi manusia. Dari sini lah muncul paham al Shalah wa al Aslah yakni paham Lutf atau rahmat Tuhan. Tuhan wajib mencurahkan lutf bagi manusia, misalnya mengirim Nabi dan Rasul untuk membawa petunjuk bagi manusia.[8]

Keadilan Tuhan menuntut kebebasan bagi manusia karena tidak ada artinya syari’ah dan pengutusan para Nabi dan Rasul kepada yang tidak mempunyai kebebasan. Karena itu dalam pandangan Mu’tazilah, manusia bebas menentukan perbuatannya.

3. Al Wa’d wa al Wa’id (Janji dan Ancaman)

Ajaran ini merupakan kelanjutan dari keadilan Tuhan, Tuhan tidak disebut adil jika ia tidak memberi pahala kepada orang yang berbuat baik dan menghukum orang yang berbuat buruk, karena itulah yang dijanjikan oleh Tuhan. QS. Al Zalzalah ayat 7-8. Terjemahnya : “Barang siapa yang berbuat kebajikan seberat biji zarrah, niscaya dia akan lihat balasannya, dan barang siapa yang berbuat keburukan seberat biji zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya pula.”

4. Manzilah Baina Manzilatain (Posisi di antara dua tempat )

Posisi menengah atau fasik dalam ajaran Mu’tazilah di tempati oleh orang-orang Islam yang berbuat dosa besar. Pembuat dosa besar bukan kafir karena masih percaya kepada Tuhan dan Nabi Muhammad saw, tetapi tidak juga dapat dikatakan mukmin karena imannya tidak lagi sempurna, maka inilah sebenarnya keadilan (menempatkan sesuatu pada tempatnya), akan tetapi di akhirat hanya ada syurga dan neraka, maka tempat bagi orang-orang yang berbuat dosa adalah di neraka, hanya saja tidak sama dengan orang-orang kafir sebab Tuhan tidak adil jika siksaannya sama dengan orang kafir. Jadi lebih ringan dari orang kafir.[9]

5. Amar Ma’ruf , Nahi Munkar. ( Memerintahkan Kebaikan dan MelarangKeburukan )

Perintah berbuat baik dan mencegah kemungkaran adalah suatu kebajikan bagi semua umat Islam. Seruan amar ma’ruf nahi munkar bisa dilakukan dengan hati, tetapi jika memungkinkan dapat dilakukan dengan seruan bahkan dengan tangan dan pedang. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi yang artinya : “Barang siapa yang melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangan, jika tidak mampu, maka dengan lisannya, dan jika tidak mampu maka dengan hati, itulah serendah-rendahnya iman”.

Sejarah pemikiran Islam menunjukkan betapa giatnya orang-orang Mu’tazilah mempertahankan Islam terhadap kesesatan yang tersebar luas pada permulaan masa ‘Abbasia yang hendak menghancurkan kebenaran-kebenaran Islam, bahkan mereka tidak segan-segan menggunakan kekerasan dalam melakukan prinsip tersebut.

C. TOKOH-TOKOH ALIRAN MUKTAZILAH

Tokoh-tokoh aliran mu’tazilah banyank jumlahnya dan masing-masing mempunyai pikiran dan ajaran-ajaran sendiri yang berbeda-beda dengan tokoh-tokoh sebelumnya atau tokoh-tokoh pasda masanya, sehingga masing-masing tokoh mempunyai aliran sendiri-sendiri. Dari segi geografis,aliran muktazilah dibagimenjadi dua, yaitu aliran mu’tailah basrah dan aliran mu’tazilah baghad. Aliran basrah lebih dahulu munculnya, lebih banyak mempunyai kepribadian sendiri dan yang pertama-tama mendirikan aliran mu’tazilah.

Perbedaan antara kedua aliran muktazilah tersebut pada umumnya disebabkan karena situasigeografis dan kulturil. Kota basrah lebih dahulu didirikan dari pada kota Baghdad an lebih dahulu mengenal peraduan aneka ragam kebudayaan dan agama. Dalam pada itu, meskipun Baghdad kota terbelakang didirikan, namun oleh khalifah Abbasiyah dijadikan menjadi ibu kota khalifah.

Tokoh-tokoh aliran basrah antara lain:

1. Wasil bin ‘ata (80-131 H/699-748 M)

Nama lengkapnya wasil bin ‘ata al ghazal.ia terkenal sebagai pendiri aliran mu’tazilah dan menjadi pimpinan/kepala yang pertama. Ia pula yang terkenal sebagai orang yang meletakkan lima prinsip aliran muktazilah.

2. Al-‘allaf (135-226H/752-840 M)

Nama lengkapnya adalah abdul huzail Muhammad bin alhuzail al-allaf sebutan al-allaf diperolehnya karena rumahnya terletak dikampung penjual makanan binatang. Ia guru pada usman at-tawil,murid wasil. Puncak kebesarannya dicapainya pada masa al ma’mun, karena khalifah ini pernah manjadi murinya dalam perdebatan mengenai soal agama dan aliran pada masa-masanya. Hidupnya penuh dengan perdebatan dengan orang zindiq(orang pura-pura islam), skeptis, majusi, zoroasterdan menurut riwayat ada 3000 orang yang masuk islam ditanganya.

3. An nazzham (wafat 231 H/845 M)

Nama lengkapnya adalah ibrahim bin sayyar bin hani an-nazzham, tokoh mu’tazilah yang terkemuka,lancer berbicara, banyak mendalami filsafat dan banyak pula karyanya. Ketika ia kecil ia banyak bergaul engan orang-orang bukan islam, dan sesudah dewasa ia banyakberhubungan dengan filoso-filosof yang hidup pada masanya, serta banyakmengambil pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh mereka.

4. Al- jubbai (wafat 303 H/915 M)

Nama lengkapnya adalah abu ali Muhammad bin ali al-jubbai,tokoh mu’tazilah basrah dan murid dari as-syahham (wafat 267 H/ 885 M), tokoh mu’tazilah juga. Al-jubbai dan anaknya, yaitu abu hasyim al-jubbai, mencerminkan akhir masa kejayaan aliram mu’tazilah.[10]

5. Bisjr bin al-muktamir (wafat 226H/840 M)

Ia adalah pendiri aliran muktazilah di baghda. Pandangan-pandangannya mengenai kesusasteraan, sebagaimana yang banyak dikutip oleh al-jahi dalam bukunya al bayan wat-tabyin,menimbulkan dugaan bahwa ia adalah orang yang pertama-tama mengadakan ilmu baghda.[11]

6. Al-chayyat ( wafat 300H/912 M)

Ia adalah abu al-husein al khayyat, yermasuk tokoh mu’tazilah Baghdad, dan pengarang buku “al-intisar” yang dimaksudkan untuk membela aliran mu’tazilah dari serangan abnu ar rawandi. Ia hidup pada masa kemunduran aliranmu’tazilah

7. Al-qadhi abdul jabber (wafat 1024 Mdi ray)

Ia juga hiduppada masa kemunduran mu’tazilah. Ia diangkat menjadi kepala hakim (qadhi al-qudhat) oleh ibnu abad. Diantara karangan-karangannya adalah alsan tentan pokok ajaran aliran mu’tazilah.terdiri dari beberapa jilid,dan banyak dikutip oleh as-syarif al murtadha[12]

8. Az-zamaihsyari (467-538 H/1075-1144 M)

Nama lengkapnya adalah jar allah abul qasim muhammad bin umar kelahiran zamachsyar, sebuah dusun di negeri chawarazm (sebelah selatan lautan Qaswen). Iran. Sebutan “jarullah” yang berarti tetangga allah, dipakainya karena ia lama tinggal dimakkahsan bertempat di sebuah rumah dekat ka’ba.selama hidupnya ia banyak mengaakan perjalanan, dari negeri kelahirannya menuju Baghdad, kemudian ke makkah untuk bertempat disana beberapa tahun lamanya dan akhirnya ke jurjan_persi-iran) dan disana ia menghembuskan nafasya yang penghabisan.

Pada diri az-zamachsyari terkumpul karya aliran muktazilah selama kurang lebih empat abad. Ia menjadi tokoh dalam ilmu tafsir, nahwu (grammatika) dan pramasastra (lexicology), seperti yang dapat kita lihat balam tafsirnya “al-kassaf”, dan kitab-kitab lainnya seperti “al-faiq”. “asasul balaghah” dan “al-mufassal”.

D. PENGARUH dan ANALISIS ALIRAN MU’TAZILAH

Sejak Islam tersebar luas, banyaklah bangsa-bangsa yang memeluk islam. Tetapi tidak semua pemeluk yang baru masuk Islam itu dengn ikhlas. Ketidakikhlasan itu semakin tampak sejak khalifah Mu’awiyah. Mereka itu sebenarnya musuh Islam dalam selimut. Diantara musuh-musuh itu ialah golongan Syi’ah ekstrim (Ashabul Qulat) yang banyak mempunyai unsur kepercayaan yang menyimpang jauh dari ajaran Islam. Dalam keadaan dan situasi seperti ini muncullah firqoh Mu’tazilah yang segera berkembang pesat dan mempunyai sistem berfikir yang lebih menonjolkan akal fikiran. Karena itu mereka dinamakan Rasionalisme Islam.

Mu’tazilah ini ternyata banyak terpengaruh oleh unsur-unsur dari luar. Antara lain dari kalangan orang Yahudi, sehingga mereka berpendapat bahwa Al Qur’an itu Hadits. Pengaruh yang sama dari orang-orang Kristen. Orang-orang Mu’tazilah giat mempelajari filsafat Yunani untuk mempertahankan pendapat-pendapatnya, terutama filsafat Plato dan Aristoteles. Ilmu logika sangat menarik perhatiannya, karena menunjang berfikir logis. Memang Mu’tazilah lebih mengutamakan akal fikiran, dan sesudah itu baru Al Qur’an dan Hadits. Hal ini berbeda dengan golongan Ahlus Sunnah, yang mendahulukan Al Qur’an dan Hadits, kemudian baru akal fikiran.

Ajaran agama tampaknya bertentangan dengan akal fikiran, Mu’tazilah membuangnya jauh-jauh, sekalipun ada petunjuk dari nash. Isra’ dan Mi’raj Nabi dengan roh dan jasad, kebangkitran manusian dari kubur (hasyrul ajsad) dianggapnya bertentangan dengan akal fikiran.

Pemikiran keagamaan Mu’tazilah yang demikian itu ditolak oleh faham Sunni. Penafsiran Al Qur’an tidak boleh sama sekali menonjolkan akal fikiran. Sesuai dengan Hadits Nabi, yaitu: “barang siapa menafsirkan Al Qur’an dengan pendapat akal fikiran saja, maka hendaklah menyiakan dirinya dalam neraka” (HR Turmudzi dan Nasa’i).[13]

Adapun ciri-ciri Mu’tazilah ialah suka berdebat, terutama di hadapan umum. Mereka yakin akan kekuatan akal fikiran, karena itulah mereka suka berdebat dengan siapa saja orang yang berbeda pendapat dengannya.

Mu’tazilah berpendapat bahwa pengertian baik dan buruk itu adalah didasarkan atas akal fikirannya sendiri. Karena sesuatu itu adalah baik, maka Tuhan memerintahkannya. Dan karena sesuatu itu adalah buruk, maka Tuhan melarang mengerjakannya. Untuk mengetahui perbedaan baik dan buruk, manusia diberi akal fikiran.

Jasa kaum Mu’tazilah terhadap filsafat Islam yang datang kemudian juga besar, karena aliran Mu’tazilah adfalah orang-orang Islam yang pertama membuka pintu filsafat, menterjemahkan buku-bukunya serta meratakan jalan bagi orang-orang yang datang kemudian. Adapun pengaruh Mu’tazilah terhadap filsafat dapat dikemukakan sebagai berikut :

  1. Usaha pemaduan agama dan filsafat

Usaha pemaduan agama dengan filsafat dan mengambil jalan tengah merupakan rintisan dan karya pikiran yang penting dari aliran Mu’tazilah, dan yang diwariskan kepada orang-orang yang datang sesudahnya.

  1. Penghargaan terhadap kemampuan akal

Karena orang-orang Mu’tazilah asyik mempelajari filsafat dan banyak pula terpengaruh oleh pikiran-pikirannya, maka mereka percaya akan kekuatan dan kesanggupan otak manusia untuk dapat mengetahui segala sesuatu dan memperbandingkannya satu sama lain.

  1. Teori tentang Metafisika

Dalam bidang Metafisika antara lain :

a. Asal kejadian alam

b. Jauhard fard (Atoom)

Adapun pengaruh Mu’tazilah terhadap bidang politik dan peradaban Islam dapat dikemukakan sebagai berikut :

Sebagai dimaklumi bahwa Mu’tazilah adalah merupakan gerakan keagamaan yang telah banyak membahas prinsip-prinsip keagamaan. Disamping itu juga membahas beberapa peristiwa politik dengan pembahasan yang bersifat keagamaan. Pendapat mereka tentang politik ini menunjukkan corak kebebasan dan keberanian mereka dalam berpikir, menganalisa dan mengeritik. Mereka tidak segan-segan mengeritik sahabat Nabi dan Tabiin, memuji atau mencelanya, membenarkan atau menyalahkan. Keberanian aliran Mu’tazilah mengemukakan pendapat dan tidak menyerang kepada penguasa menyebabkan pendapatnya berkembang meluas, bahkan Khalifah Al Muktasim dan Al Watsik merupakan penyebar aliran ini.

Orang-orang Mu’tazilah terpengaruh oleh pemakaian rasio atau akal yang mempunyai kedudukan tinggi dalam kebudayaan Yunani klasik. Pemakaian dan kepercayaan kepada rasio ini dibawa oleh Mu’tazilah ke dalam teologi Islam/Ilmu Kalam, dengan demikian teologi mereka mengambil corak liberal, dalam arti bahwa sungguhpun mereka banyak menggunakan rasio, tetapi tidak meninggalkan wahyu.

Teologi mereka yang bersifat rasionil itu begitu menarik bagi kaum intelegensia yang terdapat pada lingkuingan pemerintahan kerajaan Islam Abbasiyah dipermulaan abad ke 9 Masehi. Sehingga Khalifah AL Makmun, putra dari Khalifah Harun Al Rosyid di tahun 827 M menjadikan teologi Mu’tazilah sebagai madzhab yang resmi dianut negara dan masyarakat.

Karena telah menjadi aliran resmi dari pemerintah, kaum Mu’tazilah mulai bersikap dalam menyiarkan ajaran-ajaran mereka secara paksa, terutama faham mereka bahwa Al Qur’an bersifat mahluk dalam arti diciptakan dan bukan bersifat qadim dalam arti kekal dan tidak diciptakan.

Ketika Al Mutawakkil menjadi khalifah (232 H-486M), beliau membatasi persengketaan tentang pecahnya kaum muslimin menjadi dua golongan, yaitu golongan yang memuja akal pikiran dan menundukkan nash-nash agama kepada ketentuannya (kaum Mu’tazilah) dan golongan lain yang masih berpegang teguh kepada bunyi nash-nash Al Qur’an dan Hadits semata dan menganggap tiap yang baru itu bid’ah dan kafir, untuk mengembalikan kekuasaan golongan yang mempercayai keaslian Al Qur’an. Sejak saat itu aliran Mu’tazilah mengalami tekanan berat.

Pada waktu Mahmud Ghaznawi (361-421 H) seorang Sunni pengikut madzhab Syafii berkuasa dan memasuki kota Rai (Iran) pada tahun 393 H, beratus-ratus buku perpustakaan di kota itu dibakarnya. Sejak itulah aliran Mu’tazilah yang dahulunya kuat berangsur-angsur menjadi lemah dan mengalami kemunduran, dan kegiatan orang-orang Mu’tazilah baru hilangsama sekali setelah terjadi serangan orang-orang Mongolia atas dunia Islam.[14]

BAB III

KEIMPULAN

Mu’tazilah adalah nama yang diberikan kepada peristiwa Washil bin ‘Atha dengan gurunya yang meninggalkan pengajian karena tak sependapat dalam hal pelaku dosa besar. Sementara mereka sendiri menamakan Ahlu al Adl Wattauhid.

Aliran Mu’tazilah dikenal sebagai aliran rasional dalam Islam karena memberi peran akal lebih besar, sehingga dalam ajaran-ajarannya berbeda pendapat dengan golongan Ahlussunnah Wal Jama’ah, seperti penolakan terhadap sifat-sifat Tuhan, pelaku dosa besar bukan mukmin dan bukan kafir. Tuhan wajib menepati janji dan amanahNya, dan al Qur’an adalah makhluk.

Mu’taziliyah memiliki 5 ajaran utama, yakni :

  1. Tauhid.
  2. Keadilan-Nya.
  3. Janji dan ancaman.
  4. Posisi di antara 2 posisi.
  5. Amar ma’ruf (tuntutan berbuat baik) dan nahi munkar (mencegah perbuatan yang tercela).

Tokoh-tokoh Mu’taziliyah yang terkenal ialah :

  1. Wasil bin Atha', lahir di Madinah, pelopor ajaran ini.
  2. Abu Huzail al-Allaf (751-849 M), penyusun 5 ajaran pokoq Mu’taziliyah.
  3. an-Nazzam, murid Abu Huzail al-Allaf.
  4. Abu ‘Ali Muhammad bin ‘Abdul Wahab/al-Jubba’i (849-915 M).

DAFTAR USTAKA

· Drs. H. Sahilun A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam, Jakarta ; PT Raja Grafindo Persada, 1991

  • Drs. H. M. Muhaimin, Ilmu Kalam, Sejarah dan Aliran-alirannya, IAIN Walisongo, 1999
  • Ibid.
  • Harun Nasution, Teologi Islam
  • Ibrahim Madkour, Fii al Falsafaf al Islamiyah Manhaj wa Tathbiquh, diterjemahkan oleh Yudian Wahyudi Asmian dengan judul Aliran dan TeoriFilsafat Islam, (Jakarta; Bumi Aksara, 1995)
  • Shorter Encyclopedia of Islam,
  • Drs.H.Sahilul A.Nasir,Pengantar Ilmu Kalam,(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,1996


[1] Drs.H.Sahilul A.Nasir,Pengantar Ilmu Kalam,(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,1996), cet.2. hlm, 106.

[2] PROF.DR.IMAM MUHAMMAD ABU ZAHRAH, ALIRAN POLITIK DAN AQIDAH DALAM ISLAM .JAKARTA 1996 OLEH LOGOS PUBLISHING HOUSE CET.1

3.Shorter Encyclopedia of Islam, hlm.136

[4] Al Bagdadi, Al Farqu Baina i-Firoq, hlm.118 dalam buku pengantar islam

[5]Teologi Islam, aliran-aliran, sejarah, hlm.36

[6] Harun Nasution, Teologi Islam . Hal : 54.

[7] Ibrahim Madkour, Fii al Falsafaf al Islamiyah Manhaj wa Tathbiquh, diterjemahkan oleh Yudian Wahyudi Asmian dengan judul Aliran dan Teori Filsafat Islam, (Jakarta; Bumi Aksara, 1995)., h, 54.

[8] Harun Nasution, Teologi…, op cit., h. 55.

[9] Ibid., h. 56-57.

[10] Al mU’tazilah : 149

[11] Dhuhal islam III : 141

[12] Dhuhal islam III : 44

[13] Drs. H. Sahilun A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam, Jakarta ; PT Raja Grafindo Persada, 1991

[14] Drs. H. M. Muhaimin, Ilmu Kalam, Sejarah dan Aliran-alirannya, IAIN Walisongo, 1999 hal 87-93

Senin, 15 November 2010

Ajaran-ajaran Mu’tazilah ( al-Ushul al-Khamsah ) :

Ajaran-ajaran Mu’tazilah ( al-Ushul al-Khamsah ) :

1) Al Tauhid ( Ke-Esa-an )

Tuhan dalam paham Mu’tazilah betul-betul Esa dan tidak ada sesuatu yang serupa denganNya. Ia menolak paham anthromorpisme (paham yang menggambarkan Tuhannya serupa dengan makhlukNya) dan juga menolak paham beatic vision (Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala) untuk menjaga kemurnian Kemaha esaan Tuhan, Mu’tazilah menolak sifat-sifat Tuhan yang mempunyai wujud sendiri di luar Zat Tuhan. Hal ini tidak berarti Tuhan tak diberi sifat, tetapi sifat-sifat itu tak terpisah dari ZatNya. Mu’tazilah membagi sifat Tuhan kepada dua golongan :

a. Sifat-sifat yang merupakan esensi Tuhan, disebut sifat dzatiyah, seperti al Wujud - al Qadim – al Hayy dan lain sebagainya

b. Sifat-sifat yang merupakan perbuatan Tuhan, disebut juga dengan sifat fi’liyah yang mengandung arti hubungan antara Tuhan dengan makhlukNya, seperti al Iradah – Kalam – al Adl, dan lain-lain.[1]

Kedua sifat tersebut tak terpisah atau berada di luar Zat Tuhan, Tuhan Berkehendak, Maha Kuasa dan sifat-sifat lainnya semuanya bersama dengan Zat. Jadi antara Zat dan sifat tidak terpisah.

Pandangan tersebut mengandung unsur teori yang dikemukakan oleh Aristoteles bahwa : penggerak pertama adalah akal, sekaligus subyek yang berpikir[2]

2) Al ‘Adl (Keadilan )

Paham keadilan dimaksudkan untuk mensucikan Tuhan dari perbuatanNya. Hanya Tuhan lah yang berbuat adil, karena Tuhan tidak akan berbuat zalim, bahkan semua perbuatan Tuhan adalah baik. Untuk mengekspresikan kebaikan Tuhan, Mu’tazilah mengatakan bahwa wajib bagi Tuhan mendatangkan yang baik dan terbaik bagi manusia. Dari sini lah muncul paham al Shalah wa al Aslah yakni paham Lutf atau rahmat Tuhan. Tuhan wajib mencurahkan lutf bagi manusia, misalnya mengirim Nabi dan Rasul untuk membawa petunjuk bagi manusia.[3]

Keadilan Tuhan menuntut kebebasan bagi manusia karena tidak ada artinya syari’ah dan pengutusan para Nabi dan Rasul kepada yang tidak mempunyai kebebasan. Karena itu dalam pandangan Mu’tazilah, manusia bebas menentukan perbuatannya.

3) Al Wa’d wa al Wa’id (Janji dan Ancaman)

Ajaran ini merupakan kelanjutan dari keadilan Tuhan, Tuhan tidak disebut adil jika ia tidak memberi pahala kepada orang yang berbuat baik dan menghukum orang yang berbuat buruk, karena itulah yang dijanjikan oleh Tuhan. QS. Al Zalzalah ayat 7-8.

Terjemahnya :“Barang siapa yang berbuat kebajikan seberat biji zarrah, niscaya dia akan lihat balasannya, dan barang siapa yang berbuat keburukan seberat biji zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya pula.”

4) Manzilah Baina Manzilatain (Posisi di antara dua tempat )

Posisi menengah atau fasik dalam ajaran Mu’tazilah di tempati oleh orang-orang Islam yang berbuat dosa besar. Pembuat dosa besar bukan kafir karena masih percaya kepada Tuhan dan Nabi Muhammad saw, tetapi tidak juga dapat dikatakan mukmin karena imannya tidak lagi sempurna, maka inilah sebenarnya keadilan (menempatkan sesuatu pada tempatnya), akan tetapi di akhirat hanya ada syurga dan neraka, maka tempat bagi orang-orang yang berbuat dosa adalah di neraka, hanya saja tidak sama dengan orang-orang kafir sebab Tuhan tidak adil jika siksaannya sama dengan orang kafir. Jadi lebih ringan dari orang kafir[4]

5) Amar Ma’ruf , Nahi Munkar. ( Memerintahkan Kebaikan dan Melarang

Keburukan )

Perintah berbuat baik dan mencegah kemungkaran adalah suatu kebajikan bagi semua umat Islam. Seruan amar ma’ruf nahi munkar bisa dilakukan dengan hati, tetapi jika memungkinkan dapat dilakukan dengan seruan bahkan dengan tangan dan pedang. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi yang artinya :

“Barang siapa yang melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangan, jika tidak mampu, maka dengan lisannya, dan jika tidak mampu maka dengan hati, itulah serendah-rendahnya iman”.

Sejarah pemikiran Islam menunjukkan betapa giatnya orang-orang Mu’tazilah mempertahankan Islam terhadap kesesatan yang tersebar luas pada permulaan masa ‘Abbasia yang hendak menghancurkan kebenaran-kebenaran Islam, bahkan mereka tidak segan-segan menggunakan kekerasan dalam melakukan prinsip tersebut.

[1] Harun Nasution, Teologi Islam . Hal : 54.

[2] Ibrahim Madkour, Fii al Falsafaf al Islamiyah Manhaj wa Tathbiquh, diterjemahkan oleh Yudian Wahyudi Asmian dengan judul Aliran dan Teori Filsafat Islam, (Jakarta; Bumi Aksara, 1995)., h, 54.

[3] Harun Nasution, Teologi…, op cit., h. 55.

[4] Ibid., h. 56-57.

SPI pada masa Nabi Muhammad SAW

BAB I

PENDAHULUAN


Pada dasarnya, alur perjalanan sejarah Islam yang panjang itu bermula dari turunnya wahyu di gua Hira'. Sejak itulah nilai-nilai kemanusiaan yang di bawah bimbingan wahyu Ilahi menerobos arogansi kultur jahiliyah, merombak dan membenahi adat istiadat budaya jahiliyah yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. Dengan seruan agama tauhid (monotheisme) yang gaungnya menggetarkan seluruh jazirah Arabia, maka fitrah dan nilai kemanusiaan didudukkan ke dalam hakekat yang sebenarnya. Seruan agama tauhid inilah yang merubah wajah masyarakat jahiliyah menuju ke tatanan masyarakat yang harmonis, dinamis, di bawah bimbingan wahyu.


Kemudian, hijrah Rasulullah ke Madinah adalah suatu momentum bagi kecemerlangan Islam di saat-saat selanjutnya. Dalam waktu yang relative singkat Rasulullah telah berhasil membina jalinan persaudaraan antara kaum Muhajirin sebagai imigran-imigran Makkah dengan kaum Anshar, penduduk asli Madinah. Beliau mendirikan Masjid, membuat perjanjian kerjasama dengan non muslim, serta meletakkan dasar-dasar politik, sosial dan ekonomi bagi masyarakat baru tersebut, suatu fenomena yang menakjubkan ahli-ahli sejarah dahulu dan masa kini. Adalah suatu kenyataan bahwa misi kerasulan Nabi Muhammad yang semakin nampak nyata menggoyahkan kedudukan Makkah dan menjadikan orang-orang Quraisy Makkah semakin bergetar.
Masyarakat muslim Madinah yang berhasil dibentuk Rasulullah oleh sebagian intelektual muslim masa kini disebut dengan negara kota (city state). Lalu, dengan dukungan kabilah-kabilah dari seluruh penjuru jazirah Arab yang masuk Islam, maka muncullah kemudian sosok negara bangsa (nation state). Walaupun sejak awal Islam tidak memberikan ketentuan yang pasti tentang bagaimana bentuk dan konsep negara yang dikehendaki, namun suatu kenyataan bahwa Islam adalah agama yang mengandung prinsip-prinsip dasar kehidupan termasuk politik dan negara.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Lahirnya Nabi Muhammad



Di kala umat mnusia dalam kegelapan dan kehilangan pegangan hidupnya, lahirlah ke dunia dari keluarga yang sederhana, di kota Mekah, seorang bayi yang kelak membawa perubahan besar bagi peradaban manusia. Bayi itu Yatim; bapaknya yang bernama Abdullah meninggal kurang lebih 7 bulan sebelum dia lahir. Kelahiran bayi itu disambut oleh kakeknya Abdul Muthalib dengan penuh kasih sayang kemudian bayi itu dibawabya ke kaki Ka’bah. Di temoat suci itulah bayi itu diberi nama Muhamma, suatu nama yang belum pernah ada sebelumnya. Muhammad lahir pada tanggal 12 Rabiul awal tahu Gajah atau tanggal 20 April 571 M.


Nabi Muhammad s.a.w. adalah keturunan dari Qushai, pahlawan dari suku Quraisi yang berhasil menggulingkan kepemimpinan Khuza’ah atas kota Mekah.Ayahnya bernama Abdullah bin Abu Muthalib dari goglongan arab Banu Iismail, sedangkan ibunya bernama Aminah binti Wahab. Kedua orang tua Nabi Muhammad adalah termasuk dari golongan bangsawan dan terhormat dalam kalangan kabilah-kabilah Arab.


Sudah nenjadi kebiasaan pada orang-orang Arab kota Mekah, terutama pada golongan bangsawan, menyusukan dan menitipkan bayi mereka kepada wanita badiyah.agar bayi mereka dapat menghirup hawa yang bersih, terhindar dari penyakit-penyakit kota, dan supaya bayi itu dapat berbicara dengn bahasa yang murni dan fasih. Demikian halnya dengan Nabi Muhammad yang dititipkan ibunya kepada seorang perempuan baik bernama Halimah Sa’diyah dari bani Sa’ad, tempatnya tidak jauh dari dari kota Mekah. Di dusun itulah Nabi Muhammad dibesarkan sampai 5 tahun.
Di saat Nabi Muhammad berusia lima tahun, nabi kembali diantarkan ke Mekah untuk kembali pada ibunya. Setahun kemudian , setelah berumur kira-kira enam tahun beliau dibawa ke Madinah oleh ibunya. Maksud dari Nabi dibawa ke Madinah adalah untuk memperkenalkan Nabi dengan keluarga neneknya Bani Najjar dan untuk menziarahi makam ayahnya. Mereka tinggal di Madinah kira-kira satu bulan, kemudian pulang kembali ke Mekah. Dalam perjalanan pulang, pada suatu tempat, Abwa’ namanya tiba-tiba Aminah jatuh sakit sehingga meninggal dan akhirnya dimakamkan di tempat itu juga.


Setelah selesai pemakaman itu, Nabi Muhammad diasuh oleh kakeknya yang bernama Abdul muthalib, mereka segera meninggalkan koata itu dan kembali ke Mekah. Disebabkan oleh kakeknya, Nabi Muhammad dapat hiburan dan melupakan kemalangannya yang di tinggal mati ibunya. Tapi keadaan itu tak lama berjalan, karena orang tua yang baik hati itu meninggal dalam usia delapan puluh tahun.


Sesuai dengan wasiat Abdul Mutalib, Muhammad kemudian diasuh oleh pamannya Abu Thalib. Kesungguhan beliau mengasuh Nabi Muhammad tidaklah kurang dari apa yang diberikannya kepada anaknya sendiri. Ketika Nabi Muhammad berumur 12 tahun, nabi mengikuti pamannya berdagang ke Syam, baru sampai di kota Bushra, bertemulah Abu Thalib dengan seorang pendeta Nasrani Buhaira. Pendeta itu melihat tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad, maka dinasihatilah Abu Thalib agar segera meninggalkan kota itu dan pulang ke Mekah, sebab dia khawatir kalau Nabi Muhammad ditemukan oleh oranhg Yahudi yanng pasti akan menganiayanya. Mendengar itu Abu Thalib segera menyelesaikan dagangnya dan kembali ke Mekah.




B. MASA KEMURNIAN ISLAM


Masa kemurnian Islam adalah masa dimana seluruh tata komando baik itu ibadah, muamalah dan lain sebagainya pembimbingnya adalah wahyu. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya): “( dahulu Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Alloh subhanahu wa ta’ala mengutus para nabi, sebagai pemberi khabar gembira dan peringatan, dan Alloh subhanahu wa ta’ala menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan” [QS. Al-Baqarah (2): 213].
Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa Ibnu Abbas berkata: Antara Nuh dan Adam ada sepuluh kurun/generasi, semua di atas syari’at al haq (Islam yang hak), lalu mereka berikhtilaf (menyimpang) dari Islam yang murni, maka Alloh subhanahu wa ta’ala mengutus para Nabi untuk memberi kabar gembira dan peringatan. Ayat tersebut menjelaskan kepada kita bahwa orang-orang dahulu sejak zaman nabi Adam sampai nabi Nuh semuanya berpegang kepada syariat Alloh subhanahu wa ta’ala yang murni. Kemudian terjadilah perselisihan di antara mereka, lalu Alloh subhanahu wa ta’ala mengutus para rosul untuk mengembalikan penyimpangan umat manusia kepada kebenaran dan kemurnian.
Rosululloh pun hanya mengikuti dan mendakwahkan apa yang diwahyukan Alloh subhanahu wa ta’ala serta tidak sekali-kali memasukkan ke dalam Islam suatu ajaran yang berasal dari produk diri beliau sendiri. Sebagaimana firman Alloh subhanahu wa ta’ala (yang artinya): “Wahai Rosul, sam-paikan apa yang diturunkan kepadamu dari Robbmu. Dan jika tidak engkau kerjakan, maka (berarti) engkau tidak menyampaikan risalah-Nya..” [QS. Al-Maidah [5]: 67]


Bahkan beliau diancam oleh Alloh subhanahu wa ta’ala sekiranya beliau mencemari kemurnian wahyu;
“Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami. Niscaya benar-benar Kami genggam dia dengan sangat keras. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya” [QS. al-Haqqoh (69): 44-46]


Masa kemurnian Islam dibagi menjadi 2 periode :


1. Periode Mekkah


Bangsa Arab adalah bangsa yang tidak bermoral, bejat, munafik, licik dan bukan hanya sering terjadi pembunuhan terhadap kaum lain dan biasanya berlanjut dengan peperangan, mereka juga tidak ragu-ragu membunuh anak perempuan mereka. Pada bangsa yang a moral dan a susila seperti inilah Tuhan menurunkan Nabi Muhammad SAW. Nabi diutus kepada bangsa Arab karena kejahiliyahan bangsa tersebut dan tugas Nabi-lah untuk menyempurnakan akhlak mereka.
Menurut Prof.DR. HM. Quraish Shihab, MA menyangsikan tesis diatas tersebut. Baginya, "pemikiran ini terlalu dangkal, karena masih banyak faktor yang lebih ' ilmiah' dan lebih beradab." Menurut beliau, pada masa Nabi terdapat dua adikuasa. Pertama, Persia yang menyembah api dan ajaran Mazdak mengenai kebebasan seks yang masih berbekas pada masyarakatnya sehingga permaisuri pun harus menjadi milik bersama. Kedua, Romawi yang Nasrani yang juga masih dipengaruhi oleh budaya Kaisar Nero yang memperkosa ibunya sendiri dan membakar habis kotanya. Kedua adikuasa ini bersitegang memperebutkan wilayah Hijaz. Karenanya tidak mungkn Islam hadir di keduanya atau salah satunya. Selain itu, Mekkah (pusat Hijaz) tempat bertemunya para kafilah Selatan dan Utara, Timur dan Barat. Penduduk Mekkah juga melakukan "perjalanan musim dingin dan musim panas" ke daerah Romawi dan Persia. Hal ini akan memudahkan penyebaran pesan.


Satu faktor lain yang mendukung Mekkah adalah bahwa masyarakat Mekkah belum banyak disentuh peradaban. Pada saat itu masyarakat Mekkah belum mengenal nifaq dan mereka pun keras kepala, serta lidah mereka tajam (QS 33: 19). Memang, kemunafikan baru dikenal di Madinah. Sulit dibayangkan bila di awal perkembangan Islam sudah ada kemunafikan. Sementara itu, suku yang paling berpengaruh di Mekkah adalah Quraisy. Suku Quraisy memiliki dua keluarga besar, Hasyim dan Umayyah. Yang pertama memiliki sifat jauh lebih mulia dibanding yang terakhir. Dari keluarga Hasyim lah Muhammad lahir.


Betapapun kutipan di atas dimaksudkan untuk membantah pendapat bahwa Muhammad diturunkan di Mekkah karena bangsa tersebut paling bejat, namun secara tidak langsung kita telah mendeskripsikan konstelasi politik tingkat dunia ketika Islam lahir, Mengingat pentingnya klan dalam komunitas Mekkah, maka Nabi diperintahkan untuk mula-mula menyebarkan Islam di kalangan kerabatnya (QS 26:214-215) --jangan dilupakan besarnya pengaruh suku Quraisy di kalangan penduduk Mekkah.


Karenanya bisa dibayangkan betapa terpukulnya Muhammad ketika ia mengumpulkan keluarganya dalam suatu jamuan santai dan berpidato meminta mereka ke jalan Allah, ternyata keluarganya menolak dan hanya Ali bin Abi Thalib yang berani dan mau menjadi pembantunya. Puluhan orang yang hadir mentertawakan Muhammad dan Ali. Tidak seorangpun menyadari bahwa beberapa di antara para undangan ini akan ditebas oleh Ali di medan Badr, empat belas tahun kemudian, sebagai bukti kesungguhan Ali.


Ketika Islam hadir di Mekkah dapatlah kita baca dalam beberapa literature bahwa pada periode Mekkah bercirikan ajaran Tauhid. Tetapi sesungguhnya bukan hanya persoalan teologis semata, juga seruan Islam akan keadilan sosial, perhatian pada nasib anak yatim, fakir miskin dan pembebasan budak serta ajaran Islam akan persamaan derajat manusia, yang menimbulkan penolakan keras penduduk Mekkah pada Muhammad. Bagi mereka, agama ini tidak hanya "merusak" ideologi dan teologi mereka, tetapi juga "merombak" kehidupan sosial mereka.


Dapatlah diambil kesimpulan secara tentatif bahwa masyarakat Islam pada kurun Mekkah belum lagi tercipta sebagai sebuah komunitas yang mandiri dan bebas dari urusan klan.Negara Islam juga belum terbentuk pada kurun Mekkah. Ajaran Islam pada kurun Mekkah bercirikan tauhid dan dalam titik tertentu terjadi radikalisasi makna dalam masyarakat Arab jahiliyyah yang berimplikasi mengguncang tataran sosio-religius penduduk Mekkah.


2. Periode Madinah


Hijrah ke Madinah tidaklah terwujud begitu saja. Ada beberapa pra-kondisi seperti Bai`at Aqabah (pertama dan kedua). Kedua Ba`iat ini merupakan batu-batu pertama bagi bangunan negara Islam. Kehadiran Rasul melalui peristiwa hijrah ke dalam masyarakat Madinah yang majemuk amat menarik untuk dibahas. Peta demografis Madinah saat itu adalah sebaagai berikut:


(1) Kaum Muslimin yang terdiri dari Muhajirin dan Anshar,


(2) Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih berada pada tingkat nominal muslim, bahkan ada yang secara rahasia memusuhi Nabi saw.


(3) Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih menganut paganisme,


(4) Orang-orang Yahudi yang terbagi dalam tiga suku utama: Banu Qainuqa, Banu Nadhir dan Banu Quraizha.
Kemajemukan komunitas tersebut tentu saja melahirkan conflict dan tension. Pertentangan Aus dan Khazraj sudah terlalu terkenal dalam sejarah Islam. Bahkan diduga diterimanya Rasul di Madinah (Yatsrib) dengan baik di kedua klan tersebut karena kedua klan tersebut membutuhkan "orang ketiga" dalam konflik diantara mereka. Hal ini bisa dipahami dalam manajemen konflik politik. Adapun diterimanya Rasul oleh kaum Yahudi merupakan catatan tersendiri. Tentu saja Yahudi menerima Nabi dengan penuh kecurigaan tetapi pendekatan yang dilakukan Nabi mampu "menjinakkan" mereka, paling tidak, sampai Nabi eksis di Madinah.
Kemajemukan komunitas Madinah membuat Rasul melakukan negosiasi dan konsolidasi melalui perjanjian tertulis yang terkenal dengan "Piagam Madinah".


Piagam Madinah sesungguhnya merupakan rangkaian penting dari proses berdirinya Negara Madinah, meskipun Nabi, selaku "mandataris" Piagam Madinah tidak pernah mengumumkan bahwa beliau mendirikan negara, dan tak satupun ayat Qur'an yang memerintahkan beliau untuk membentuk suatu negara.


Dari sudut pandang ilmu politik, obyek yang dipimpin oleh Nabi SAW memenuhi syarat untuk disebut sebagai negara. Syarat berdirinya negara ialah ada wilayah, penduduk dan pemerintahan yang berdaulat. Kenyataan sejarah menunjukkan adanya elemen negara tersebut. Setelah melalui proses Ba`iat dan Piagam Madinah Nabi dipandang bukan saja sebagai pemimpin ruhani tetapi juga sebagai kepala negara.


Pada periode Madinah ajaran Islam merupakan kelanjutan dari periode Mekkah. Bila pada periode Mekkah, ayat tentang hukum belum banyak diturunkan, maka pada periode Madinah kita mendapati ayat hukum mulai turun melengkapi ayat yang telah ada sebelumnya. Ini bisa dipahami mengingat hukum bisa dilaksanakan bila komunitas telah terbentuk. Juga dapat dicatat kemajemukan komunitas Madinah turut mempengaruhi ayat hukum ini. Satu contoh menarik pada peristiwa kewajiban zakat dan pelarangan riba. Setting sosio-ekonomi Madinah yang dikuasai oleh Yahudi memerlukan sebuah "perlawanan" dalam bentuk zakat (untuk pemerataan ekonomi di kalangan muslim) dan pelarangan riba. Yang terakhir ini membawa implikasi baik secara ekonomi maupun politik bagi praktek riba kaum Yahudi.


Bukan hanya ayat hukum saja yang berangsur-angsur "sempurna", juga ayat tentang etika, tauhid dan seluruh elemen ajaran Islam berangsur-angsur mendekati titik kesempurnaan,dan mencapai puncaknya pada QS 5:3. Setelah Nabi wafat, dimulailah era khulafaur rasyidin. Tidak dapat dipungkiri, di Madinah Islam sempurna dan disinilah awal sebuah peradaban yang dibangun oleh umat Islam mulai tercipta.


C. URUTAN DAKWAH NABI


Kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam setelah beliau dimuliakan oleh Allah dengan nubuwwah dan risalah terbagi menjadi dua periode yang masing-masing memiliki keistimewaan tersendiri secara total, yaitu:


1. PERIODE MEKKAH : berlangsung selama lebih kurang 13 tahun.


2. PERIODE MADINAH : berlangsung selama 10 tahun penuh.


Dan masing-masing periode mengalami beberapa tahapan sedangkan masing-masing tahapan memiliki karakteristik tersendiri yang menonjolkannya dari yang lainnya. Hal itu akan tampak jelas setelah kita melakukan penelitian secara seksama dan detail terhadap kondisi yang dilalui oleh dakwah dalam kedua periode tersebut.


Dakwah periode Mekkah dapat dibagi menjadi dua tahapan:


Tahapan dakwah sirriyyah (sembunyi-sembunyi); berlangsung selama tiga tahun.
Tahapan dakwah secara terang-terangan kepada penduduk Mekkah; dari permulaan tahun ke-empat kenabian hingga hijrah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah.
Adapun mengenai tahapan-tahapan Periode Madinah maka rincian pembahasannya akan diketengahkan pada tempatnya nanti.


I. Periode Mekkah


Penyiaran Islam secara Sembunyi-Sembunyi



Ketika wahyu pertama turun, Nabi belum diperintah untuk menyeru umat manusia menyembah dan mengesakan Allah SWT. Jibril tidak lagi datang untuk beberapa waktu lamanya. Pada saat sedang menunggu itulah kemudian turun wahyu yang kedua (Qs. Al-Mudatstsir:1-7) yang menjelaskan akan tugas Rasulullah SAW yaitu menyeru ummat manusia untuk menyembah dan mengesakan Allah SWT. Dengan perintah tersebut Rasulullah SAW mulai berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Dakwah pertama beliau adalah pada keluarga dan sahabat-sahabatnya. Orang pertama yang beriman kepada-Nya ialah Siti Khodijah (isteri Nabi), disusul Ali bin Abi Thalib (putra paman Nabi) dan Zaid bin Haritsah (budak Nabi yang dijadikan anak angkat). Setelah itu beliau menyeru Abu Bakar (sahabat karib Nabi). Kemudian dengan perantaraan Abu Bakar banyak orang-orang yang masuk Islam.


Menyiarkan Islam secara Terang-Terangan


Penyiaran secara sembunyi-sembunyi berlangsung selama 3 tahun, sampai kurun waktu berikutnya yang memerintahkan dakwah secara terbuka dan terang-terangan.3 Ketika wahyu tersebut beliau mengundang keluarga dekatnya untuk berkumpul dibukit Safa, menyerukan agar berhati-hati terhadap azap yang keras di kemudian hari (Hari Kiamat) bagi orang-orang yang tidak mengakui Allah sebagai tuhan Yang Maha Esa dan Muhammad sebagai utusan-Nya.
Tiga tahun lamanya Rasulullah SAW melakukan dakwah secara rahasia. Kemudian turunlah firman Allah SWT, surat Al-Hijr:94 yang memerintahkan agar Rasulullah berdakwa secara terang terangan. Pertama kali seruan yang bersifat umum ini beliau tujukan pada kerabatnya, kemudian penduduk Makkah baik golongan bangsawan, hartawan maupun hamba sahaya. Setelah itu pada kabilah-kabilah Arab dari berbagai daerah yang datang ke Makkah untuk mengerjakan haji. Sehingga lambat laun banyak orang Arab yang masuk Agama Islam. Demikianlah perjuangan Nabi Muhammad SAW dengan para sahabat untuk meyakinkan orang Makkah bahwa agama Islamlah yang benar dan berasal dari Allah SWT, akan tetapi kebanyakan orang-orang kafir Qurais di Mekkah menentang ajaran Nabi Muhammad SAW tersebut. Dengan adanya dakwah Nabi secara terang-terangan kepada seluruh penduduk Makkah, maka banyak penduduk Makkah yang mengetahui isi dan kandungan al-Qur’an yang sangat hebat, memiliki bahasa yang terang (fasihat) serta menarik. Sehingga lambat laun banyak orang Arab yang masuk Agama Islam. Dengan usaha yang serius pengikut Nabi SAW bertambah sehingga pemimpin kafir Quraisy yang tidak suka bila Agama Islam menjadi besar dan kuat berusaha keras untuk menghalangi dakwah Nabi dengan melakukan penyiksaan-penyiksaan terhadap orang mukmin. Banyak hal yang dilakukan para pemimpin Quraisy untuk mencegah dakwah Nabi. Pada mulanya mereka mengira bahwa kekuatan Nabi terletak pada perlindungan dan pembelaan Abu Thalib. Mereka mengancam dan menyuruh Abu Thalib untuk memilih dengan menyuruh Nabi berhenti berdakwa atau menyerahkannya pada orang kafir Quraisy. Karena cara–cara diplomatik dan bujuk rayu gagal dilakukan, akhirnya para pemimpin Quraisy melakukan tindakan fisik yang sebelumnya memang sudah dilakukan namun semakin ditingkatkan. Apabila orang Quraisy tahu bahwa dilingkungannya ada yang masuk Islam, maka mereka melakukan tindakan kekerasan semakin intensif


lagi. Mereka menyuruh orang yang masuk Islam meskipun anggota keluarga sendiri atau hamba sahaya untuk di siksa supaya kembali kepada agama sebelumnya (murtad). Kekejaman yang dilakukan oleh peduduk Mekkah terhadap kaum muslimin mendorong Nabi SAW untuk mengungsikan sahabat–sahabatnya keluar Makkah. Sehingga pada tahun ke 5 kerasulan Nabi Muhammad SAW menetapkan Habsyah (Etiophya) sebagai negeri tempat untuk mengungsi, karena rajanya pada saat itu sangat adil. Namun kafir Quraisy tidak terima dengan perlakuan tersebut, maka mereka berusaha menghalangi hijrah ke Habsyah dengan membujuk raja Habsyah agar tak menerima kaum muslimin, namun gagal. Ditengah-tengah sengitnya kekejaman itu dua orang kuat Quraisy masuk Islam yaitu Hamzah dan Umar bin khattab sehingga memperkuat posisi umat Islam. Hal ini memperkeras reaksi kaum Quraisy Mereka menyusun strategi baru untuk melumpuhkan kekuatan Muhammad SAW yang bersandar pada perlindungan Bani Hasyim. Cara yang
ditempuh adalah pemboikotan. Mereka memutuskan segala bentuk hubungan dengan suku ini. Persetujuan dilakukan dan ditulis dalam bentuk piagam dan disimpan dalam ka’bah. Akibatnya Bani Hasyim mengalami kelaparan, kemiskinan dan kesengsaraan yang tiada bandingnya. Hal ini terjadi pada tahun ke –7 ke Nabian dan berlangsung selama 3 tahun yang merupakan tindakan paling menyiksa dan melemahkan umat Islam. Pemboikotan ini berhenti setelah para pemimpin Quraisy sadar terhadap tindakan mereka yang terlalu. Namun selang beberapa waktu Abu Thalib meninggal Dunia, tiga hari kemudian istrinya, Siti Khodijah pun wafat. Tahun itu merupakan tahun kesedihan bagi Nabi (Amul Huzni). Sepeninggal dua orang pendukung tersebut kaum Quraisy tak segan–segan melampiaskan amarahnya. Karena kaum Quraisy tersebut Nabi berusaha menyebarkan Islam keluar kota, namun Nabi malah di ejek, di sorak bahkan dilempari batu hingga terluka di bagian kepala dan badan. Untuk menghibur


Nabi, maka pada tahun ke –10 keNabian, Allah mengisra’mi’rajkannya. Berita ini sangat menggemparkan masyarakat Makkah. Bagi orang kafir hal itu dijadikan sebagai propaganda untuk mendustakan Nabi, namun bagi umat Islam itu merupakan ujian keimanan. Setelah peristiwa ini dakwah Islam menemui kemajuan, sejumlah penduduk Yastrib datang ke Makkah untuk berhaji, mereka terdiri dari suku Khozroj dan Aus yang masuk Islam dalam tiga golongan :


1.Pada tahun ke –10 keNabian. Hal ini berawal dari pertikaian antara suku Aus dan Khozroj, dimana mereka mendambakan suatu perdamaian.


2.Pada tahun ke -12 ke-Nabian. Delegasi Yastrib (10 orang suku Khozroj, 2 orang Aus serta seorang wanita) menemui Nabi disebuah tempat yang bernama Aqabah dan melakukan ikrar kesetiaan yang dinamakan perjanjian Aqabah pertama. Mereka kemudian berdakwah dengan ini di temani seorang utusan Nabi yaitu Mus’ab bin Umar.


3.Pada musim haji berikutnya. Jama’ah haji Yastrib berjumlah 73 orang, atas nama penduduk Yastrib mereka meminta Nabi untuk pindah ke Yastrib, mereka berjanji untuk membelah Nabi, perjanjian ini kemudian dinamakan Perjanjian Bai’ah Aqabah II. Setelah mengetahui perjanjian tersebut, orang kafir Quraisy melakukan tekanan dan intimidasi secara lebih gila lagi terhadap kaum muslimin. Karena hal inilah, akhirnya Nabi memerintahkan sahabat–sahabatnya untuk hijrah ke Yastrib. Dalam waktu dua bulan, ± 150 orang telah meninggalkan kota Makkah. Hanya Ali dan Abu Bakar yang tetap bersama Nabi, akhirnya ia pun hijrah ke Yastrib bersama mereka karena kafir Quraisy sudah merencanakan pembunuhan terhadap Nabi SAW.


Akhir Periode Dakwah Rasululah di Kota Mekkah Dengan berpindahnya Nabi saw dari Mekkah maka berakhirlah periode pertama perjalanan dakwah beliau di kota Mekkah. Beliau berjuang antara hidup dan mati menyerukan agama Islam di tengah masyarakat Mekkah dengan jihad kesabaran, harta benda, jiwa dan raga. Sebelum memasuki Yatsrib, Nabi saw singgah di Quba selama 4 hari beristirahat, Nabi mendirikan sebuah masjid quba dan masjid pertama dalam sejarah Islam. Tepathari Jumat 12 Rabiul awal tahun 1 hijrahbertepatan 24 September 6 M, Nabi saw mengadakan shalat Jumat yang pertama kali dalam sejarah Islam dan Beliaupun berkhotbah di hadapan muslimin Muhajirin dan Anshar.


II. PERIODE MADINAH


Islam Penduduk kota Madinah terb\diri dari 2 golongan yang berbeda jauh, yaitu:

1. Golongan Arab yang berasal dari selatan yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj

2. Golongan yahudi, yaitu orang-orang Israel yang berasal dari utara (Palestina)
Dengan hijrahnya kaum muslimin, terbukalah kesmpatan bagi Nabi saw untuk mengatur strategi membentuk masyarakat Islam yang bebas dari ancaman musuh baik dari luar maupun dari dalam.

Substansi dan Strategi Dakwah Rasulullah saw Periode Mainah

Adapun substansi dan strategi dakah Rasulullah saw antara lain:


1. Membina masyarakat Islam melalui pertalian persaudaraan antara kaum Muhajjirin dengan kaum Anshar
2. Memellihara dan mempertahankan masyarakat Islam

3. Meletakkan dasar-daar politik ekonomi dan sosial untk masyarakat

Hikmah Sejarah Dakwah Rasululah saw Periode Madinah :

1. Dengan persaudaraan yang telah dilakukan oleh kaum Muhajirin dan kaum Anshardapat memberikan rasa aman dan tentram.

2. Persatuan dan saling menghormati antar agama

3. Menumbuh-kembangkan tolong menolong antara yang kuat dan lemah, yang kaya dan miskin

4. Memahami bahwa umat Islam harus berpegang menurut aturan Allah swt

5. memahami dan menyadaribahwa kita wajib agar menjalin hubungan dengan Allah swt dan antara manusia dengan manusia

6. Kita mendapatkan warisan yang sangat menentukan keselamatan kita baik di dunia maupun di akhirat.
7. Menjadikan inspirasi dan motivasi dalam menyiarkan agama Islam

8. Terciptanya hubungan yang kondusifSikap dan Perilaku yang Mencerminkan Dakwah di Madinah Sikap dan perilaku yang menceinkan dakwah Rasulullah saw antara lain:

1. mengimani dengan sebenar-benarnya bahwa Muhammad saw adalah rasul dan nabi penutup para nabi
2. Mencintai Rasullulah saw
3. mensosialisasikan sunnah Nabi saw
4. Gemar dan senang membaca buku sejarah nabi-nabi
5. Memelihara silaturahmi dengan sesama manusia
6. Berkunjung ke tanah suci Mekkah atau Madinah untuk melihat/ menapak tilas perjuangan Nabi Muhammad SAW
7. Mempelajari dan memahami Al Quran dan hadis-hadisnya
8. Senantiasa berjihad dijalan Allah
9. Aktif/ikut serta dalam acara kepanitiaan untuk memperingati hari-hari besar Islam
10.Merawat dan melestarikan tempat ibadah (masjid)
11.Menekuni dan mempelajari warisan Nabi saw

D. LIMA POKOK DASAR NABI yang DISAMPAIKAN ke UMAT

1. Al Uluhiyah
Yakni hal pokok yang menyangkut masalah pengEsaan Allah SWT. Dalam hal ini erat sekali kaitannya dengan keyakinan, maka bisa dikatakan pokok dasar yang dibawa dari Rosul Muhammad SAW adalah “keimanan” yang lazim kita kenal dengan rukun Iman ada 6

2. Al Ubudiyah
Adalah bentuk penghambaan kepada sang kholiq. Ibadah adalah realisasi dari bukti adanya Iman dalam hati seseorang.dalam hal ibadah banyak ragamnya dayri yang wajib atau yang sunnah, seperti dalam ungkapan Imam Ghozali “yakni ibadah adalah pekerjaan orang mukallaf yang tidak menuruti haawa nafsu dengan mengAgungkan Allah SWT”. Yang pasti dalam praktek ibadah ada syarat-syarat dan rukun-rukunnyasesuai derngan jenis ibadah yang dilakukan.

3. Al Mu’amalah
Hal ini juga bisa masuk dalam ibadah dengn bagusnya niat, tapi mu’amalah ini adalah bentuk aturan agama dalam konteksbermasyarakatbbaik berpolitik dalam kenegaraan yang didalamnya ada aturan dan peraturan. Maslah perekonomiandan masalah perdagangan, karyawan simpan pinjam dan masih banyak lainnya yang termasik dalam hal-hal yang berhubungan dengan keduniawian.

4. Al munakahat
Hal ini adalah masalah yang mengatur tentang maslah bab pernikahan agar dengan adanya aturan nikahyang sesuai dengan syariat Islambisa terhindar dari zina dan yang pasti dengan adanya nikah bisa terjaga nasab dan keturunan.

5. Al Jinayat
Hal ini mengatur tentang pembunuhan atau penganiayaan dari tingkat rendah, menengah dan tinggi baik dari unsur sengaja atua tidak sengaja. Jika kita menginginkan keadilan seperti yang diperintahkan oleh Allah SWT maka tetapkan undang-undang seperti yang telah diperintahkan Allah dan Rosulnya.

E. KONSTITUSI DALAM ISLAM
Definisi tentang Konstitusi :
• Constitution: law determining the fundamental political principles of a government ‘Konstitusi: hukum yang menetapkan prinsip-prinsip politik fundamental dari sebuah pemerintahan’. (http://www.thefreedictionary.com/constitution)
• Kostitusi adalah segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan (undang-undang dasar). (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1998)
• “Konstitusi” (“Dustur”): undang-undang yang menentukan bentuk negara, mengatur sistem pemerintahan, pembagian kekuasaan, dan wewenang badan-badan pemerintahan. “Undang-undang” (“i]Qanun[/i]”): ketetapan-ketetapan dan peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah dan mempunyai kekuatan yang mengikat dalam mengatur hubungan sosial masyarakat. (Mitsaaqul Ummah halaman 5)


Bentuk – bentuk Konstitusi :

A. Konstitusi Tertulis

Piagam Madinah merupakan Piagam Negara Islam pertama yang merangkum semua sifat yang dibutuhkan oleh organisasi kenegaraan. Baik sifat proklamasi deklarasi perjanjian atau pernyataan-pernyataan lain termuat dalam Piagam itu. Oleh karena itu kualitasnya yang serba mencakup ini, Piagam Madinah diakui sebagai “Konstitusi Tertulis yg pertama di dunia” . Allah SWT menyatakan bahwa “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yg baik bagimu bagi orang yg mengharap rahmat Allah dgn kedatangan kiamat dan dia banyak menyebut Allah” . Di samping Al-Quran dan Hadits Rasulullah meninggalkan warisan berupa Piagam Madinah sebagai teladan paripurna sebagai acuan-rujukan dalam menata hidup bermasyarakat berbangsa bernegara yg pluralistis (majemuk). Piagam Madinah bukanlah suatu perjanjian kesepakatan konpromi politik konsensus nasional bukanlah hasil ketetapan suatu musyawarah Mufakat dari suatu Majelis Permusyawaratan.
Piagam Madinah merupakan anugerah karunia pemberian ketetapan dari Rasulullah SAW selaku pemegang amanat kehendak keinginan kerinduan masyarakat akan kedamaian ketenteraman mewakili publik opini. Piagam Madinah adalah kitab yang ditetapkan oleh Rasulullah SAW sebagai pemegang amanat yang diakui oleh orang banyak yang bermacam ragam yang sama-sama menghendaki mengingini merindukan kedamaian ketenteraman keamanan untuk semua orang. Piagam Madinah ditetapkan Rasulullah sebagai suatu peraturan untuk kehidupan umum yang akan menjadi dasar bagi pembentukan pergaulan bagi segenap warga . Piagam Madinah meletakkan dasar-dasar masyarakat Islam dasar-dasar sosial politik dan persatuan masyarakat dasar-dasar berdiri dan bangunnya negara Islam. Rasulullah mendirikan suatu negara suatu pemerintahan suatu persatuan suatu pergaulan hidup yang berasaskan persatuan dan kemanusiaan.
Piagam Madinah mengatur menetapkan susunan suatu ummat suatu masyarakat suatu pemerintahan. Piagam Madinah ditetapkan Rasulullah untuk semua berdasarkan prinsip-prinsip hubungan bertetangga baik dan persekutuan bersama yg menjamin kesatuan ummat. Piagam Madinah memuat hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi semua pihak berikut jaminan dan perlindungan. Piagam Madinah mengatur hubungan persaudaraan antara semua orang serta menetapkan hak-hak dan jaminan perlindungan terhadap semua orang mengenai harta benda dan agama mereka untuk menjalankan ajaran-ajaran agama mereka dengan bebas dan persyartan-persyaratan bepergian yang pantas dalam hidup bersama.


Piagam Madinah mengajarkan bahwa suatu negara yang merdeka dan berdaulat penuh itu haruslah mempunyai tiga unsur utama. Pertama negara itu harus mempunyai rakyat baik pribumi yg beragama Islam maupun pribumi yang bukan Islam serta para pendatang yang Islam . Kedua negara harus mempunyai wilayah yang ditempati oleh rakyat pribumi. Ketiga negara harus mempunyai pemerintah yang bertindak sebagai hakim dan mandataris ummat dalam menyelesaikan sengketa memutuskan perkara memimpin rakyat mengikat perjanjian damai mengeluarkan ijin bepergian menindak yang berlaku jahat memelihara kerukunan ketertiban keamanan melindungi yang setia yang berlaku baik yg lemah atau teraniaya memberikan jaminan Allah menuntut hak Allah. Keempat negara itu harus mempunyai undang-undang yg berdaulat berdasarkan hukum Ilahi yg menetapkan kewajiban mematuhi hukum Allah keputusan Rasulullah dan kesepakatan ummat . Hak dan Kewajiban dalam Islam Piagam Madinah menetapkan sejumlah hak dan
kewajiban rakyat dan pemerintah serta sanksi bagi pelanggar undang-undang dalam rangka menggalang persatuan Islam dan persatuan ummat. Di antara lain bahwa dalam Islam jaminan perlindungan adalah satu menyeluruh untuk semua tanpa membedakan asal suku agama.


B. Konstitusi Tidak Tertulis


Dimana Konstitusi ini tidak ditulis pada zaman Rasul, tetapi umat manusia sampai sekarang selalu berpegang teguh pada peraturan-peraturan dan adat istiadat yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Diantaranya yaitu :
• Ahlaqul Karima Nabi Muhammad dengan cara tawadhuk atau rendah hati
• Sifat Nabi Muhammad yang Ramah tamah, Suka menolong, Memuliakan tetangga
• Bermusyawarah dalam segala hal


BAB III
KESIMPULAN
Di kala umat manusia dalam kegelapan dan kehilangan pegangan hidupnya, lahirlah ke dunia dari keluarga yang sederhana, di kota Mekah, seorang bayi yang kelak membawa perubahan besar bagi peradaban manusia, dan bayi yang akan lahiritu adalah nabi Muhammad SAW. Muhammad lahir pada tanggal 12 Rabiul awal tahu Gajah atau tanggal 20 April 571 M. Nabi Muhammad dititipkan ibunya kepada seorang perempuan baik bernama Halimah Sa’diyah dari bani Sa’ad sampai berusia 5 tahun.
Masa kemurnian Islam adalah masa dimana seluruh tata komando baik itu ibadah, muamalah dan lain sebagainya pembimbingnya adalah wahyu. Masa kemurnian Islam dibagi menjadi 2 periode, yaitu Periode Mekkah Periode Madinah.
Urutan dakwah nabi dibagi menjadi dua periode masing-masing memiliki keistimewaan tersendiri, yaitu periode Mekah dan Madinah. Dan masing-masing periode mengalami beberapa tahapan sedangkan masing-masing tahapan memiliki karakteristik tersendiri yang menonjolkannya dari yang lainnya.
Lima pokok dasar abi yang disampaikan ke umat adalah Al Uluhiyah, Il Ubudiyah, Al Mu’amalah, Al munakahat, Al Jinayat.
Beberapa definisi tentang Konstitusi adalah Constitution: law determining the fundamental political principles of a government. Konstitusi: hukum yang menetapkan prinsip-prinsip politik fundamental dari sebuah pemerintahan. Dan bentuk Konstitusi itu sendiri ada dua macam, yaitu konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis.