Sabtu, 24 Desember 2011

PROPOSAL SKRIPSI

PENGARUH KREATIFITAS DAN MINAT BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR AL-QUR’AN HADITS SISWA KELAS VII MTs. NAHDATUL FATA DESA PETEKEYAN KECAMATAN TAHUNAN KABUPATEN JEPARA
TAHUN PELAJARAN 2011-2012
A. Latar Belakang Masalah
Ahli pendidikan modern merumuskan, belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan daalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru, berkat pengalaman dan latihan. Sedangkan kreatifitas dipandangg sebagai konsepsi fungsional yang menunjukkan kelancaran, fleksibilitas, orisinalitas, dalam berfikir dan pengolaborasian suatu gagasan.Kedua faktor ini penting dalam belajar sehingga perlu ditingkatkan dengan tekhnik-tekhnik yang sesuai dalam rangka mencapai hasil belajar yang optimal.
Minat belajar pada dasarnya adalah, sikap ketaatan pada kegiatan belajar, baik lewat jadwal, maupun inisiatif spontan.Tidak mudah bagi seseorang untuk mendapatkan atau merasakan minat itu.Minat berkaitang dengan nilai tertentu, oleh karena itu merenungkan nilai-nilai dalam aktifitas belajar sangat berguna untuk membangkitkan minat.
Berfikir kreatif merupakan suatu komponen belajar yang sangat menentukan keberhasilan belajar siswa di sekolah. Dengan berfikir kreatif, maka siswa akan mudah menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan berbagai macam jalan. Dengan demikian akan diperoleh penemuan baru yang didasarkan pada pengetahuan dan pemikiran yang konseptual.
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa, yang dapat diklasifikasikan menjadidua .pertama, faktor yang berasal dari luar siswa yang meliputi faktor sosial dan non sosial.Kedua, faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang meliputi faktor fisiologi dan psikologi. Dalam penelitian ini difokuskan pada faktor psikologis diantaranya kreatifitas dan minat belajar siswa, meskipun tidak menutup kemungkinan adanya faktor-faktor lain yang berpengaruh.
Berfikir kreatif menimbulkan perilaku kreatif, oleh karena itu hendaknya system pendidikan dapat merengsang cara berfikir, sikap dan perilaku produktif disamping pemikiran logis dan penalaran.
Dengan kreatifitas memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya.Dengan berfikir kreatif seseorang dapat melahirkan ide-ide baru, penemuan baru dan tekhnologi baru yang bermanfaat bagi masyarakat.Untuk mencapai hasil, maka perlu pengembangan sikap dan perilaku kreatif yang dipupuk sejak dini.Dengan demikian anak didik kelak tidak hanya menjadi konsumen pengetahuan tetapi menghasilkan pengetahuan baru, tidak hanya mencari kerja tetapi mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru.
Berangkat dari hal tersebut, maka untuk dapat mencapai tingkat keberhasilan yang optimal, hendaknya kreatifitas dan minat yang dimiliki siswa dipupuk dan dikembangkan sejak dini.dengan demikian kreatifitas dan minat tersebut dapat mencapai tingkat maksimal.

B. Penegasan Istilah
Dalam hal penegasan istilah ini penulis berusaha menegaskan istilah-istilah yang digunakan dalam kalimmat judul, agar dapat dihindari kerancuan dalam pemahaman makna, istilah untuk mendapatkan gambaran yang jelas serta menghindari kemungkinan timulnya salah tafsir terhadap judul tersebut diatas, maka penulis uraikan beberapa istilah yang dipakai dalam kalimat judul diatas. Tentu saja tidak semua istilah ditegaskan disisni. Adapun istilah-istilah yang kami tegaskan antara lain:
1. Pengaruh
Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

2. Kreatifitas
Kata kreatifitas berarti kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan dan orisinilitas dalam berfikir serta kemampuan untuk mengolaborasi (mengembangkan, memperkaya, merinci) suatu gagasan. Kreatifitas yang dimaksud disisni yaitu kemampuan untuk menciptakan dan mengolaborasi suatu gagasan dalam kegiatan belajar.
3. Minat
Secara etimologi minat berarti perhatian, kesukaan atau kecenderungan hati kepada sesuatu.Secara terminology berarti kecenderungan subyek yang menetap untuk merasa tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu. Minat merupakan kecenderungan seseorang untuk memilih aktifitas. Jadi minat disini berarti kecenderungan afektif seseorang untuk memilih aktifitas yang disertai rasa senang untuk berkecimpung didalamnya, dalam hal ini belajar al Qur’an Hadits.
4. Hasil Belajar
Kata hasil mempunyai arti sesuatu yang diadakan (dibuat, dijadikan). Sedangkan belajar adalah suatu proses yang ditandai adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil suatu proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku, keterampilan, kecakapan dan kemampuannya serta perubahan aspek lain yang ada pada individu. Hasil belajar yang dimaksud disini adalah perubahan yang ditunjukkan oleh siswa sebagai hasil belajarnya yang meliputi aspek kognitif, afektif, psikomotorik
5. Al-Qur’an Hadits
Al-qur’an Hadits adalah bagian mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang memberikan pendidikan untuk memahami dan mengamalkan Al-Qur’an sehingga mampu membaca dengan fasih, menterjemahkan, menyimpulkan isi kandungan, menyalin dan menghafal ayat-ayat yang terpilih serta memahami dan mengamalkan hadits-hadits pilihan sebagai pendalaman dan perluasan bahan kajian dari pelajaran Qur’an Hadits sebagai bekal untuk mengikuti jenjang pendidikan lebih tinggi.

Dengan demikian yang dimaksud dengan Pengaruh Kreatifitas dan Minat Belajar Terhadap Hasil Belajar Al-Qur’an Hadits Siswa Kelas VII MTs. Nahdatul Fata Desa Petekeyan Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Tahun Pelajaran 2011-2012, adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatukemampuan untuk menciptakan dan mengolaborasi suatu gagasan dalam kegiatan belajar, dan keafektifan seseorang untuk memilih aktifitas yang disertai rasa senang untuk berkecimpung didalamnya, sehingga menghasilkan perubahan yang ditunjukkan oleh siswa sebagai hasil belajarnya yang meliputi aspek kognitif, afektif, psikomotorik dalam bidang studi Al-Qur’an Hadits.


C. Rumusan Masalah
Berpijak pada alasan tersebut diatas, maka penulis mengangkat permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kreatifitas belajar siswa kelas VII MTs Nahdlatul Fata Petekeyan dalam pelajaran Qur’an Hadits?
2. Bagaimanakah minat belajar siswa kelas VII MTs Nahdlatul Fata Petekeyan dalam pelajaranQur’an Hadits?
3. Bagaimanakah hasil belajar siswa kelas VII MTs Nahdlatul Fata Petekeyan dalam pelajaranQur’an Hadits?
4. Adakah pengaruh kreatifitas dan minat belajar terhadap hasil belajar siswa kelas VII MTs Nahdlatul Fata Petekeyan dalam pelajaranQur’an Hadits?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, tujuan yang hendak dicapai oleh penulis adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendiskripsikan kreatifitas belajar Qur’an Hadits siswa kelas VII MTs Nahdlatul Fata Petekeyan dalam pelajaran Qur’an Hadits?
2. Untuk menguraikan belajar siswa dalam Qur’an Hadits siswa kelas VII MTs Nahdlatul Fata Petekeyan dalam pelajaran Qur’an Hadits?
3. Untuk menguraikan hasil belajar Al-Quran Hadits siswa kelas VII MTs Nahdlatul Fata Petekeyan dalam pelajaranQur’an Hadits?
4. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh kreatifitas dan minat belajar terhadap hasil belajar siswa kelas VII MTs Nahdlatul Fata Petekeyan dalam pelajaran Qur’an Hadits?

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Adapun penelitian ini secara teoritis bermanfaat untuk :
a. Menguraikan tentang pengaruh kreatifitas siswa kelas VII MTs. Nahdlatul Fata Desa Petekeyan Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Tahun Pelajaran 2011/2012.
b. Menjelaskan tentang minat belajar siswa kelas VII MTs. Nahdlatul Fata Desa Petekeyan Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Tahun Pelajaran 2011/2012.
c. Mengetahui hasil belajar siswa kelas VII MTs. Nahdlatul Fata Desa Petekeyan Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Tahun Pelajaran 2011/2012.
d. Mengetahui pengaruh kreatifitas dan minat belajar terhadap hasil belajar Mata Pelajaran al-Qur’an Hadits siswa kelas VII MTs. Nahdlatul Fata Desa Petekeyan Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Tahun Pelajaran 2011/2012.
2. Manfaat Praktik
Penelitian ini memiliki manfaat praktik bagi :
a. Peneliti
Untuk meningkatkan pengetahuan tentang pendidikan, khususnya yang berhubungan dengan topik penelitian.
b. Pendidik/guru
Dengan adanya penelitian ini diharapkan guru dapat memperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan kreatifitas dan minat belajar al-Qur’an Hadits.
c. Bagi sekolah/lembaga
Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan manajerial sekolah khususnya dalam pengembangan kurikulum dan profesionalisme pengajaran.

F. Kajian Pustaka
Para tokoh pendidikan beranggapan bahwa kreativitas dianggap sangat penting bagi kelangsungan hidup peradaban manusia ,akan tetapi mereka belum mempunyai consensus mengenai konsepsi kreativitas, sehingga mereka dalam menafsirkan kreativitas berbeda-beda.
Menurut Conny Setiawan dkk, kreativitas adalah kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah.
Sadangkan menurut Prof. Dr. S. C. Utami Munandar, kreativitas adalah kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia, menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya adalah pada kwantitas, ketepatan guna dan keragaman jawaban.
Sebelum kita lebih jauh membahas tentang kreatifitas belajar akan lebih baiknya kita ketahui hakikat atau pengertian belajar itu sendiri. Menurut Drs.Syaiful Bahri Djamarah dalam bukunya Psikologi Belajar, balajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian kreativitas belajar adalah suatu kemampuan untuk menciptakan, memberikan gagasan baru, membuat kombinasi yang baru serta menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu proses perubahan tingkah laku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.
Selain kreativitas belajar, minat belajarpun sangat berpengaruh terhadap hasil belajar yang diinginkan para peserta didik, karena minat merupakan dorongan, dalam arti seseorang yang menjadikan alas an untuk melakukan suatu aktivitas.
Menurut Lester D. Crow and Alice D. Crowbahwa“An interest in a motivating force that impels and individual toward participation in one activity rather and other “ ( minat adalah kekuatan motivasi yang mendorong individu untuk berpartisipasi lebih aktif dalam suatu aktifitas daripada lainnya).
Sedangka menurut Conny Semiawan berpendapat bahwa minat adalah suatu keadaan mental yang menghasilkan respon terarah kepada sesuatu obyek tertentu yang mengasilkan dan memberi kepuasan kepadanya.
Dengan demikian minat dalam belajar merupakan kekuatan motivasi yang mendorong individu untuk berpartisipasi lebih aktif dalam proses perubahan tingkah laku melalui praktek dan latihan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Setelah menjabarkan tentang kreativitas dan minat belajar, dari hal itu kita dapat memperoleh suatu hasil belajar dimana kreativitas dan minat belajar peserta didik dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.Dimana hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22).
Inti dari penelitian ini yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil belajar tentang Al-Qur’an hadist, dan dimana kreativitas dan minat belajar sebagai pengaruhnya dalam proses pembelajaran. Sebelum menguraikan hasil belajar yang akan didapat oleh peserta didik, kami akan menjabarkan tentang pengertian Al-Qur’an hadist, dimana Al-Qur’an hadits itu adalah ilmu yang mempelajari tentang firman-firman Allah SWT, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan segala sesuatu yang didasarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik itu perkataan, perbuatan, taqrir (persetujuan) maupun yang sepadanya.
Konsep dan kreatifitas belajar telah dibahas dalam pembahasan sebelumnya. Disini yang paling penting adalah bagaimana hubunganan tarkeduanya dengan hasil belajar dalam pelajaran al-Qur’an Hadits.
Kalau kita simak diantara konsep-konsep yang ada tentang kreatifitas dan minat belajar adalah prinsip individualisasi yang berarti bahwa siswa itu sebagai indivudu yang memiliki kepribadian yang utuh dan perlu dikembangkan dalam kegiatan belajar mengajar yang sekaligus memperhatikan keseimbangan antara aspek pengetahuan, sikap dan nilai serta asek keterampilan. Ketiga aspek tersebut saling terkait dalam satu individu dan inti penyatu kaitan itu adalah kreatifitas.
Pembinaan serta pengembangan kreatifitas dan minat berarti mengaktifkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar.Untuk itu perlu diterapkan beberapa metode dalam kegiatan belajar mengajar, misalnya CBSA dan lain-lain.Karena dengan pembinaan dan pengembangan yang ditunjang dengan beberapa metode yang bervariasi dapat menunjang kreatifitas anak sekaligus meningkatkan minat anak dalam belajar. Dengan pembinaan yang secara terus menerus dengan metode yang bervariasi dapat diperoleh sikap-sikap tertentu, misalnya teliti, kreatif, tekun, terbuka, kerjasama, tenggang rasa, kritis, bertanggung jawab, rajin, lebih mengutamakan kepentingan umum, disiplin, jujur dan orisinil.
MenurutProf. Dr. S. C. utami Munan darbah wakreatifitas dapat dibina dan dikembangkan melalui beberapa usaha, diantarnya:
1) Menciptakan lingkungan di dalamkelas yang merangsang kreatifitasiswa.
2) Mengajukan dan mengundang pertanyaan.
3) Memedukan perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dari suasana yang dapat menumbuhkan inivasi dan kreatifitaslah yang diharapkan dapat mencapai tujuan pendidikan nasional, seperti ketetapan MPR RI No: IV/MPR/1999 tentang garis-garis besar haluan negara sebagai berikut:
“Meninkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan limu pengetahuan, teknolgi, dan seni”.
Dari uraian diatas dapa disimpulkan bahwa kreatifitas dan minat belajar yang tinggi dalam proses belajar mengajar termasuk dalam bidang studi al-Qur’an Hadits, yakni dengan melibatkan siswa secara aktif, guru bertindak sebagai organisator, fasilitator, evaluator, penggunaan multi metode, serta di dukung suasana yang harmonis, maka akan dapat berpengaruh dalam pembinaan dan pengembangan aktifitas anak sekaligus dapat mencapai tujuan pendidikan dengan meraih prestasi belajar yang lebih baik, terutama dalam penguasaan materi al-Qur’an Hadits.


G. Pengajuan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang sebenarnya harus diuji secara empirik. Menurut Suharsimi Arikunto hipotesis dapat diartikan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Hipotesis akan ditolak jika salah dan diterima jika fakta-fakta membenarkannya. Karena hipotesis merupakan kesimpulan yang belum final, maka harus dibuktikan dengan benar.
Hipotesis disingkat dengan Ha yang menyatakan adanya hubungan antara variable X1, X2 dan Y, variable X1 adalah kreatifitas belajar, variable X2 adalah minat belajar, variable Y adalah hasil belajar Qur’an Hadits.
Ha: terdapat pengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar Qur’an Hadits siswa kelas VII MTs. Nahdlatul Fata Desa Petekeyan Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Tahun Pelajaran 2011/2012.
Ho: tidak ada pengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar Qur’an Hadits siswa kelas VII MTs. Nahdlatul Fata Desa Petekeyan Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Tahun Pelajaran 2011/2012.
Sesuai dengan judul di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah “ Ada pengaruh antara kreativitas dan minat belajar terhadap hasil belajar Qur’an Hadist siswa kelas VII MTs. Nahdlatul Fata Desa Petekeyan Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Tahun Pelajaran 2011/2012”. Artinya semakin tinggi kreativitas dan minat belajar, semakin tinggi pula tingkat hasil belajar siswa.

H. Metode Penelitian

A.) Jenis Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian lapangan dengan metode survey dengan menggunakan jenis penelitian Asosiatif Ganda (Multiple Asosiasi ), dan menggunakan pendekatan kuantitatif.Yakni penelitian lapangan yang banyak di tuntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data serta penampilan dari hasilnya.

B.) Waktu dan Tempat Penelitian
a. Waktu Penelitian : Pada Bulan Desember 2011
b. Tempat Penelitian : MTs. Nahdlatul Fata Desa Petekeyan Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Tahun Pelajaran 2011-2012.

C.) Populasi , Sempel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII MTs Nahdlatul Fata Petekeyan tahun pelajaran 2011-2012. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 89 siswa.

Tabel Populasi :
NO. KELAS JENIS KELAMIN JUMLAH SISWA/SISWI
LAKI-LAKI PEREMPUAN
1 VII A 15 SISWA 15 SISWI 30
2 VII B 18 SISWA 12 SISWI 30
3 VII C 15 SISWA 14 SISWI 29
JUMLAH SELURUH SISWA KELAS VII 89

Sumber : Dari data induk siwa

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dalam pengambilan sampel Suharsimi Ari Kunto memberikan gambaran “ apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Jika subyeknya besar dapat diambil 10 % - 15% atau 20%-25% atau lebih. Karena siswa kelas VII MTs Nahdlatul Fata Petekeyan tahun pelajaran 2011-2012 jumlahnya hanya 89 siswa, berarti jumlah tersebut kurang dari 100, maka penelitian ini adalah penelitian populasi.

D.) Variabel dan Indikator
variabel adalah obyek penelitian yang bervariasi. Dalam penelitian ini terdapat tiga variable, dua diantaranya sebagai variable bebas (Independent Variabels) dan satu variable terikat (Dependent Variabels).
a. Variabel bebas atau pengaruh meliputi:
1. Kreatifitas belajar, dengan indikator:
a) Bersikap selalu ingin tahu
b) Mempunyai banyak inisiatif
c) Berani dalam berpendapat dan berkeyakinan
d) Percaya pada diri sendiri
e) Memiliki semangat yang tinggi
2. Minat Belajar, dengan indikator :
a) Rajin masuk sekolah
b) Bila tidak hadir membuat surat ijin
c) Mencatat keterangan guru
d) Mengerjakan tugas dari guru
e) Menggunakan waktu yang cukup untuk belajar
b. Variable terikat atau terpengaruh yaitu hasil belajar dengan indicator nilai yang diperoleh dalam dokumentasi yang berupa leger nilai. Data kuantitatif dari penguasaan materi pelajaran dapat diperoleh dari data nilai yang terdapat dalam leger nilai siswa. Yaitu nilai ulangan harian, nilai ulangan tengah semester dan nilai ulangan akhir semester. Semakin tinggi nilai yang diperoleh, menunjukkan penguasaan materi yang tinggi pula.


I. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mencapai hasil penelitian yang valid dan reliable maka harus sesuai dan bisa dipercaya kebenarannya serta menggunakan metode yang sesuai pula, sebab teknik pengumpulan data merupakan persoalan yang sangat metodologis. Adapun data yang dikumpulkan dalam penyusunan hasil ini, penulis menggunakan metode yang lazim digunakan dalam berbagai penelitian ilmiah yaitu
1). Angket
Angket adalah keterangan yang diperoleh dari responden dengan mengisi daftar pertanyaaan. Tehnik ini digunakan untuk melengkapi data yang telah penulis peroleh tentang informasi yang sebenarnya dari obyek penelitian tentang pengaruh kreativitas dan minat belajar siswa dalam belajar Qur’an Hadist di MTs. Nahdlatul Fata Petekeyan, peneliti menggunakan model angket tertutup.
Anket tertutup adalah angket yang pertanyaan atau pernyataannya tidak memberikan jawaban dan pendapatnya sesuai dengan keinginan mereka. Adapun alasan peneliti menggunakan angket tertutup dalam penelitian ini adalah:
a. agar respondent lebih mudah menjawabnya, karena hanya memilih jawaban yang tersedia.
b. Untuk memperoleh data sesuai yang diharapkan oleh peneliti
c. Untuk menghemat waktu, karena dibagikan secara serentak.
2). Dokumentasi
Dokumentasi adalah cara menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku, majalah, dokumen, peraturan, catatan harian dan sebagainya. Metode ini digunakan untuk mengetahui hasil belajar Qur’an Hadits siswa kelas VII MTs Nahdlotul Fata Petekeyan tahun pelajaran 2011-2012, yang terdiri dari nilai ulangan harian, nilai ulangan tengah semester dan nilai ulangan akhir semester. Serta data pendukung lain yang berkaitan dengan gambaran umum tentang MTs Nahdlotul Fata yaitu : Struktur organisasi, daftar guru, daftar karyawan, daftar siswa, dan sarana-prasarana belajar mengajar.
J. Teknik Analisa Data
a) Analisis Pendahuluan
Analisis pendahuluan merupakan langkah awal yang dilakukan dalam penelitian dengan cara memasukkan hasil pengolahan data angket respondent kedalam table distribusi frekuensi. Dalam penelitian ini yang diperoleh data kuantitatif dari variable kreatifitas dan minat belajar yang diperoleh dengan cara member nilai pada setiap item jawaban pada masing-masing anket untuk respondent. Ketentuan tersebut adalah:
1. Pilihan jawaban a mendapat scor 5
2. Pilihan jawaban b mendapat scor 4
3. Pilihan jawaban c mendapat scor 3
4. Pilihan jawaban d mendapat scor 2
5. Pilihan jawaban e mendapat scor 1
b) Analisis Uji Hipotesis
Berangkat dari analisis pendahuluan kemu dian dilanjutkan dengan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi. Dalam penelitian ini terdapat dua variable sebagai predictor, yaitu kreatifitas belajar siswa (X1) dan minat belajar siswa (X2).Sedangkan satu variable terikat sebagai kriterium yaitu hasil belajar siswa dalam bidan Qur’an Hadits (Y).analisis yang digunakan adaah analisis Multiple Regresi Dua Prediktor. Adapun rumus pokoknya adalah:


keterangan :
Y : Nilai Statistik
a : Nilai Constansi Regresi
X1 : Nilai Variabel 1
X2 : Nilai Variabel 2
b1 dan b2 : Nilai coefisien regresi sampel
Langkah-langkah menghitung score deviasi yang dihitung berdasarkan score mentah, yang akan dipergunakan dalam perhitungan berikutnya:
1. ∑ X12 = ∑ X12 –
2. ∑ X22 = ∑ X22 −
3. ∑ Y2 = ∑ Y2 −
4. ∑ X1 . X2 = ∑ X1 . X2 –
5. ∑ X1 . Y = ∑ X1 . Y –
6. ∑ X2 . Y = ∑ X2 . Y –
Berikutnya mencari persamaan garis regresi dengan dua predictor, sebelum menghitung terlebih dahulu mencari besar coefisien regresi sampel (b1 dan b2) serta besar constansi regresi (a) yaitu :
b1 =
b2 =
a = - b1 1 – b2 2

Jika persamaan garis regresinya sudah diketahui maka langkah selanjutnya yaitu mencari analisa regresi dua predictor dengan score mentah yaitu :
1. Jumlah Kuadrat Regresi :
SSReg = b1 . ∑ X1 . Y + b2 . ∑ X2 . Y + a . ∑ Y –
2. Jumlah Kuadrat Resido :
SSRes = ∑ Y2 – b1 ∑ X1 . Y – b2 ∑ X2 . Y – a. ∑Y
3. Rata-rata/mean Kuadrat Regresi :
S2 Reg
4. Rata-rata/mean Kuadrat Resido :
S2 Res
5. Anava Regresi :
F.Reg
6. Anava
Dimana dapat dilihat dalam tabel F. dua lawan, yang terdiri dari angka pembilang (jumlah kelompok) dan angka penyebut (nilai dari N- K- 1), yang kemudian dicari dalam tabel untuk taraf 1% dan taraf 5%.Kemudian disimpulkan apakah signifikan (Fo ≥ Ft) atau non signifikan (Fo ≤ Ft).
Langkah selanjutnya yaitu mencari sumbangan atau konstribusi relative sesama predictor, langkah pertama mencari R2, dengan rumus multiple correlation, yaitu :
R2 Y (X1 . X2) =

Kemudian mencari sumbangan relatif terhadap :
X1 = . 100%
X2 = . 100%

Kemudian mencari sumbangan efektif :
Hasil sumbangan relative (X1 ) . sumbangan relative sesama predictor (R2)
Hasil sumbangan relative (X2 ) . sumbangan relative sesama predictor (R2)

c) Analisis Lanjut
Analisis lanjut ini adalah pengolahan lebih lanjut dari hasil analisis hipotesis. Dalam hipotesis ini peneliti mengolah data-data yang telah terkumpul dengan cara mengolah data tentang kreatifitas dan minat belajar terhadap hasil belajar Qur’an Hadits siswa kelas VII MTs Nahdlotul Fata Petekeyan tahun pelajaran 2011-2012. Setelah hasil penelitian diketahui, maka langkah berikutnya adalah menginternalisasikan penelitian dengan nilai r dalam table dengan taraf signifikan 5% dan 1% sebagai berikut :
1. Jika r observasi (ro) lebih besar atau sama dari r table (rt), maka hasilnya bisa dikatakan signifikan dan hipotesis diterima.
2. Jika r observasi (ro) lebih kecil dari r table (rt), maka hasilnya bisa dikatakan non signifikan dan hipotesis yang diajukan ditolak.


K. Sistematika Penulisan
Untuk mengarahkan jalannya pemikiran didalam menguraikan susunan judul skripsi ini, dan juga untuk memusatkan pikiran dalam mencari data secara teoritis dan empiris yag dapat menunjang nilai keilmiahannya, maka dalam sistematika penulisan ini akan diuraikan secara global yang dimaksudkan agar dapat mengantarkan pada pemahaman secara keseluruhan terhadap isi tulisan ini. Dalam sistematika ini penulis dibagi atas lima bab yang terdiri atas :
Bab Pertama : Pendahuluan
Pada bab ini penulis menjelaskan berbagai istilah yang dianggap penting agar tidak terjadi salah pengertian dan juga agar mudah dalam mengarahkan pembahasan selanjutnya.
Bab Kedua : Landasan Teori
Pada bab ini memuat pembahasan dan ulasan tentamg pengertian kreatifitas dan minat belajar dengan berbagai aspek yang berhubungan dengannya, selain itu pada bab ini juga memuat tentang keberhasilan belajar dengan berbagai factor yang mempengaruhi keberhasilan belajar tersebut serta dilanjutkan dengan uraian tentang pengaruh kreatifitas dan minat belajar siswa terhadap keberhasilan belajar Al-Qur’an hadits.
Bab Ketiga : Penyajian Data
Bab ini menyajikan hasil penelitian yang diolah dengan berbagai metode dan tekhniknya, diantaranya tentang sejarah dan perkembangan MTs Nahdlatul Fata desa Petekeyan kecamatan Tahunan kabupaten Jepara, lokasi dan fasilitasnya kemudian dilanjutkan dengan data tentang kreatifitas dan minat belajar siswa serta hasil belajar siswa pada tahun pelajaran 2011-2012

Bab Keempat : Analisis Data
Pada bab ini penulis mengolah dan menganalisis data-data yang telah ada pada bab sebelumnya dengan rumus multiple regresi Dua Prediktor
Bab Kelima : Kesimpulan, Saran dan Penutup
Dalam bab ini penulis mengambil kesimpulan dari apa yang telah diuraikan pada bab-bab terdahulu kemudian diikuti dengan saran-saran yang membangun dan pada halaman berikutnya penelitian ini penulis lengkapi dengan lampiran-lampiran secukupnya, sedangkan pada halaman terakhir peneliti cantumkan riwayat pendidikan serta pengalaman penulis secara singkat.














DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Drs. H. Abu. Cara Belajar Yang Mandiri dan Sukses, (Jakarta: Aneka Ilmu, 1999).
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998).
Bahri Djamarah, Drs. Syaiful Bahri Psikologi Belajar, Edisi II, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008).
Darodji Drs H. Ahmad dkk, ,Pengantar Ilmu Hadist,cet.I, Semarang, 1986.
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1999).
Hadi, Sutrisno.’Metode Riset II (Yogyakarta: Fak. Psikologi UGM, 1983) .
Hasan, M. Iqbal .Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta: Ghaliya Indonesia, 2002), cet. I.
Ketetapan MPR RI No: IV/MPR/1999 Loc. Cit., BP7pusat, Jakarta, 1999.
Lester D. Crow and Alice D. Crow, Human Development, American Book Company, New York, 1956.
Munandar, Prof. Dr. S.C. Utami Mengembangkan Bakat Dan Kreatifitas Anak Sekolah, (Jakarta: Gramedia, 1990).
Muhadjir, Noeng Pengukuran Kepribadian, (Yogjakarta : Rake Sarasin, 1992).
Nasir, Moh .Metode Penelitian,(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988).
Purwadarminta, W.J.S. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Dik Bud RI, 1984).
Sardiman, AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta :PT . Raja Grafindo persada, 2001).
Semiawan Conny dkk, Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah, PT. Gramedia, Jakarta, 1987.
Sudjana, Nan A. CBSA Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1989).
Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1998).
Sudarmanto. YB, Tuntunan Metodologi Belajar, (Jakarta : PT. Gramedia, 1993).
Wingkel, W.S Psikologi Pengajaran, (Jakarta: Gramedia, 1989).


Angket
a. Kisi-kisi angket :

NO. Variabel Indikator No. butir soal
1. Kreativitas belajar Al-Qur’an Hadits (X1) a) Bersikap selalu ingin tahu
b) Mempunyai banyak inisiatif
c) Berani dalam berpendapat dan berkeyakinan
d) Percaya pada diri sendiri
e) Memiliki semangat yang tinggi
1, dan 2

3, 4,dan 13

5,


6, 7, dan 8

9, 10, 11, 12, 14, dan 15
2. Minat belajar siswa terhadap Al-Qur’an Hadits (X2) a) Rajin masuk sekolah
b) Bila tidak hadir member surat ijin
c) Mencatat keterangan guru
d) Mengerjakan tugas dari guru
e) Menggunakan waktu yang cukup untuk belajar
1, 2, 11, dan 14
3

4, 5, dan 7

6, 8, 12, 13, dan 15

9,dan 10
3. Hasil belajar Al-Qur’an Hadits (Y) a) Nilai Leger (UH,UTS dan UAS)
b) Dokumentasi (nilai dalam legger)



b. Angket Penelitian :
Petunjuk Pengisian
1. Saudara dimohon untuk menjawab setiap pertanyaan dengan cara member tanda silang(X) pada salah satu item yang sesuai dengan keadaan saudara yang sebenarnya.
2. Identitas dan jawaban saudara dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.
3. Pengisian anket ini tidak berpengaruh terhadap prestasi saudara.
4. Pengisian anket ini sangat membantu kami dalam menyelesaikan penulisan skripsi.
5. Atas bantuan saudara kami ucapkan terima kasih.
Nama:……………………………………….
Kelas:…………………………………….....
Pertanyaan:

A. KREATIFITAS BELAJAR
1. Saya suka mengikuti perlombaan diskusi atau kegiatan yang berhubungan dengan pelajaran Al-Qur’an Hadist, karena saya berharap ada hal-hal baru yang saya temukan!
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Jarang
e. Tidak pernah
2. Apabila ada permasalahan yang saudara tidak mengerti, saudara selalu mencari informasi baik dari buku, majalah, televise atau media lainnya!
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Jarang
e. Tidak pernah
3. Saya tidak keberatan untuk menerima tugas-tugas yang menantang!
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Jarang
e. Tidak pernah
4. Dalam menghadapi permasalahan, saudara selalu menggunakan alternative penyelesaian yang bermacam-macam?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Jarang
e. Tidak pernah
5. Bagaimana pendapat saudara tentang sikap yang selalu memandang bahwa segala sesuatu itu mudah dan tidak cepat menyerah menghadapi masalah sesulit mungkin?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu ragu
d. Kurang setuju
e. Tidak setuju
6. Apakah saudara berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang saudara kerjakan pasti berhasil?
a. Selalu yakin
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Jarang sekali
e. Tidak yakin
7. Merasa gugup dan cemas waktu menghadapi ujian, karena takut tidak dapat jawaban pertanyaan sebagaimana mestinya!
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Jarang
e. Tidak pernah
8. Saudara selalu mempertahankan pendapat dan pemikiran saudara dengan mengajukan argumentasi (alasan) walaupun akhirnya tidak bisa diterima oleh orang lain?
a. Selalu mempertahankan
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Jarang sekali
e. Tidak pernah
9. Saudara termasuk orang aktif dan tidak pernah merasa lelah untuk menyeleaikan tugas-tugas sekolah serta selalu bersemangat untuk menyelesaikannya ?
a. Selalu bersemangat
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Jarang sekali
e. Tidak bersemangat
10. Berusaha menyelesaikan tugas-tugas dengan hasil yang baik meskipun saya mengorbankan waktu dan tenaga yang banyak!
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Jarang
e. Tidak pernah
11. Apa menurut saudara dengan majunya ilmu pengetahuan, belajar al-Qur’an menjadi kurang penting?
a. Sangat tidak setuju
b. Tidak setuju
c. Ragu
d. Setuju
e. Sangat setuju
12. Apakah saudara merasakan dengan adanya pelajaran al-Qur’an hadits saudara selalu merasa dekat dengan Allah SWT?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Sangat tidak setuju
d. Ragu
e. Tidak setuju
13. Bagaimana pendapat saudara berkenaan dengan belajar al-Qur’an hadits didunia akan mendapatkan kehidupan lebih baik di akhirat?
a. Sangat tidak setuju
b. Ragu
c. Tidak setuju
d. Setuju
e. Sangat setuju
14. Saya berupaya sendiri dalam menyelesaikan tugas sebelum bertanya pada teman!
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Jarang
e. Tidak pernah
15. Saya berani mengeluarkan argument dalam menyelesaikan pertanyaan dari guru!
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Jarang
e. Tidak pernah


B. MINAT BELAJAR
1. Pelajaran Al-Qur’an Hadits diberikan di sekolah selama dua jam pelajaran dalam seminggu, apakah saudara selalu mengikutinya ?
a. Selalu mengikuti
b. jarang
c. Kadang-kadang
d. Jarang sekali
e. Tidak pernah
2. Pernahkah guru saudara menyuruh mengerjakan soal-soal tentang pelajaran Al-Qur’an Hadist!
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Jarang
e. Tidak pernah
3. Karena ada halangan, saudara tidak bias mengikuti pelajaran Al-Qur’an Hadits apakah saudara memberikan surat ijin ?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Jarang
e. Tidak pernah
4. Apabila tidak mengikuti pelajaran Al-Qur’an Hadits, saudara selalu menyalin dan melengkapi tulisan saudara
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Jarang
e. Tidak pernah
5. Ketika guru sedang menerangkan pelajaran di kelas, tindakan apa yang dilakukan oleh saudara ?
a. Mencatat keterangan guru
b. Mencatat bila mau saja
c. Hanya mendengarkan saja
d. Tidak mencatat sama sekali
e. Tidak mencatat dan bercanda dengan teman sebangku
6. Setelah selesai satu pokok bahasan, guru memberikan tugas kepada sudara, bagaimana saudara menyikapi tugas tersebut ?
a. Mengerjakan dengan penuh kesungguhan
b. Mengerjakan bila bisa saja tanpa usaha bertanya pada orang lain
c. Mengerjakan dengan asal-asalan
d. Menyontek pada teman
e. Tidak mengerjakan sama sekali
7. Bila ada keterangan guru yang tidak atau kurang jelas, saudara menanyakan pada guru tersebut ?
a. Selalu bertanya
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Jarang
e. Tidak pernah
8. Ketika guru Al-Qur’an Hadist memerintahkan untuk membaca Al-Qur’an bersama di kelas, bagaimana saudara menyikapinya ?
a. Selalu melaksanakannya
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Jarang
e. Tidak pernah
9. Selain waktu istirahat, apakah saudara benar-benar menggunakan waktu di sekolah untuk belajar ?
a. Selalu menggunakan untuk belajar
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Jarang
e. Tidak pernah
10. Berapa jam waktu yang saudara gunakan untuk belajar di rumah setiap harinya ?
a. Dua sampai tiga jam
b. Satu setengah sampai dua jam
c. Satu sampai satu setengah jam
d. Setengah jam sampai satu jam
e. Tidak pernah sama sekali
11. Selain anda mendapatkan materi dari guru, anda mengikuti pelajaran-pelajaran Al-Qur’an melalui pesawat TV/Radio atau media lain ?
a. Sering
b. Pernah
c. Ragu
d. Tidak pernah
e. Tidak mau
12. Apabila bapak/ibu guru Al-Qur’an Hadits memberi tugas untuk mengerjakan PR, saya?
a. Sangat senang
b. Senang
c. Ragu-ragu
d. Tidak senang
e. Sangat tidak senang
13. Andaikata tidak mengerjakan pelajaran Al-Qur’an Hadits, saya merasa ?
a. Sangat rugi
b. Rugi
c. Ragu-ragu
d. Tidak rugi
e. Sangat tidak rugi
14. Jika ada pelajaran Al-Qur’an Hadits, saya merasa ?
a. Sangat senang
b. Senang
c. Ragu-ragu
d. Tidak senang
e. Sangat tidak senang
15 Bagaimana perasaanmu jika guru menugaskan untuk menterjemahkan ayat-ayat al-Qur’an walau dirumah?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju

Kamis, 22 Desember 2011

kebijakan pemerintah pada masa orde lama, orde baru dan era reformasi serta reaksi umat islam terhadap kebijakan tersebut

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eksistensi pendidikan Islam di Indonesia adalah suatu kenyataan yang sudah berlangsung sangat panjang dan sudah memasyarakat. Pada masa penjajahan Belanda dan penduduk Jepang, pendidikan diselenggarakan oleh masyarakat sendiri dengan mendirikan pesantren, sekolah dan tempat latihan-latihan lain. Setelah merdeka, pendidikan Islam dengan cirri khasnya madrasah dan pesantren mulai mendapatkan perhatian dan pembinaan dari pemerintah Republik di Indonesia.
Pemerintahan pada masa orde lama yang dimaksudkan kepada rentang waktu 1945 sampai dengan 1965 diberi tugas oleh UUD 1945 untuk mengusahakan agar terbentuknya suatu sistem pendidikan dan pengajaran yang bersifat nasional. Oleh karena itu, pastilah sejarah mencatat bagaimana pemerintah orde lama memberikan sumbangsih yang signifikan terhadap perkembangan pendidikan Islam. Pemerintahan memandang bahwa agama mempunyai kedudukan dan peranan sangat penting dan strategis. Peran utama agama sebagai landasan spiritual, moral dan etika dalam pembangunan nasional, agama juga berpengaruh untuk membersihkan jiwa manusia dan kemakmuran rakyat, Agama sebagai sistem nilai seharusnya dipahami dan diamalkan oleh setiap individu, warga dan masyarakat hingga akhirnya dapat menjiwai kehidupan bangsa dan negara.
Secara khusus pendidikan Islam dan bertanggung jawab atas kelangsungan tradisi ke Islaman dalam arti yang seharusnya. Berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan tentang pendidikan dapat dilihat bahwa posisi pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional meliputi: pendidikan Islam seperti mata pelajaran, pendidikan Islam sebagai lembaga, pendidikan Islam sebagai nilai. Pendidikan Islam sebagai mata pelajaran adalah diberikan mata pelajaran agama Islam di sekolah-sekolah mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Kedudukan mata pelajaran ini semakin kuat dari satu fase ke fase yang lain.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, pemakalah akan memaparkan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kebijakan pendidikan Islam pada masa orde lama ?
2. Bagaimana kebijakan pendidikan Islam pada masa orde baru ?
3. Bagaimana kebijakan pendidikan Islam pada masa era reformasi ?
4. Bagaimana reaksi umat Islam terhadap kebijakan pemerintah orde lama, orde baru dan masa era reformasi ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk menguraikan tentang kebijakan pendidikan Islam pada masa orde lama.
2. Untuk menguraikan tentang kebijakan pendidikan Islam pada masa orde baru.
3. Untuk menguraikan tentang kebijakan pendidikan Islam pada masa era reformasi.
4. Untuk menguraikan tentang reaksi kebijakan pemerintah pada orde lama, orde baru dan masa era reformasi.







BAB II
PEMBAHASAN
A. Kebijakan Pendidikan Islam Pada Masa Orde Lama
Penyelenggara pendidikan agama setelah Indonesia merdeka mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta. Usaha untuk itu dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga sebagaimana yang dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) 27 desember 1945 menyebutkan bahwa: “Madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan nyata tututan dan bantuan material dari pemerintah.
Berbagai Kebijakan Pemerintah Republik Indonesia dalam Bidang Pendidikan Islam antara lain yaitu :
Pada tanggal 17-8-1945 Indonesia merdeka. Tetapi musuh-musuh Indonesia tidak diam saja, bahkan berusaha untuk menjajah kembali. Pada bulan oktober 1945 para ulama di Jawa memproklamasikan perang jihad fi sabilillah terhadap Belanda/ Sekutu. Hal ini berarti memberikan fatwa kepastian hukum terhadap perjuangan umat Islam. Pahlawan perang berarti pahlawan jihad yang berkategori sebagai syuhada perang. Isi fatwa tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kemerdekaan Indonesia wajib dipertahankan.
2. Pemerintah RI adalah satu-satunya yang sah yang wajib dibela dan diselamatkan.
3. Musuh-musih RI (Belanda / sekutu), pasti akan menjajah kembali bangsa Indonesia. Karena itu kita wajib mengangkat senjata menghadapi mereka.
4. Kewajiban-kewajiban tersebut diatas adalah fi sabilillah.
Ditinjau dari segi pendidikan rakyat, maka fatwa ulama tersebut besar sekali artinya. Fatwa tersebut memberikan faedah sebagai berikut:
1. Para ulama santri-santri dapat mempraktikan ajaran fi sabilillah yang sudah dikaji bertahun-tahun dalam pengajian kitab suci fikih di pondok atau madrasah.
2. Pertanggungjawaban mempertahankan kemerdekaan tanah air itu menjadi sempurna terhadap sesama manusia dan terhadap Tuhan yang Maha Esa.
Pada tanggal 3 Januari 1946 dibentuk Departemen Agama, dimana tugasnya mengurusi penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah umum dan mengurusi sekolah agama seperti pondok pesantren dan madrasah. Telah ada Panitia Penyelidik Pengajaran Republik Indonesia yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara, panitia ini merekomendasikan mengenai sekolah-sekolah agama, dalam laporannya tanggal 2 Juni 1946 yanng berbunyi: “bahwa pengajaran yang bersifat pondok pesantren dan madrasah perlu dipertinggi dan dimodernisasikan serta diberikan bantuan biaya dan lain-lain” (Hanun Asrohah. 1999: 177).
Pada bulan desember 1946 dikeluarkan peraturan bersama dua menteri, yaitu Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Pengajaran yang menetapkan bahwa pendidikan agama diberikan mulai kelas IV SR (Sekolah Rakyat = Sekolah Dasar) sampai kelas VI. Pada masa itu keadaan keamanan di Indonesia masih belum mantap sehingga SKB Dua Menteri belum dapat berjalan dengan semestinya. Daerah-daerah di luar Jawa masih banyak yang memberikan pendidikan agama mulai kelas I SR. Pemerintah membentuk Majelis Pertimbangan Pengajaran Agama Islam pada tahun 1947 yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara dari Departemen P dan K, serta Prof. Drs. Abdullah Sigit dari Departemen Agama. Tugasnya ikut mengatur pelaksanaan dan menteri pengajaran agama yang diberikan di sekolah umum.

Selanjutnya eksistensi pendidikan agama sebagai komponen pendidikan nasional dituangkan dalam Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran No. 4 Tahun 1950, yang sampai sekarang masih berlaku, dimana dinyatakan bahwa belajar di sekolah-sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar.
Langkah demi langkah pada akhirnya pendidikan Islam semakin terintegrasikan secara total dalam pendidikan nasional. Pentingnya pendidikan agama yang telah terintegralkan dengan pendidikan nasional akhirnya mendapat kekuatan hukum dalam Rumusan Komisi Pembaharuan Pendidikan Nasional yang berbunyi: “bahwa pendidikan nasional ialah usaha dasar untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan mengusahakan perkembangan kehidupan beragama, kehidupan yang berkepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, nilai budaya, pengetahuan, ketrampilan, daya estetik, dan jasmaninya sehingga ia dapat mengembangkan dirinya bersama-sama dengan sesama manusia membangun masyarakatnya, seta membudayakan alam sekitar” (Hanun Asrohah. 1999: 178). Dikukuhkan dalam GBHN berdasarkan TAP MPR No. II/1983.
Pada tahun 1950 dimana kedaulatan Indonesia telah pilih untuk seluruh Indonesia, maka rencana pendidikan agama untuk seluruh wilayah Indonesia makin disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama yang dipimpin Prof. Mahmud yunus dari Departemen Agama, Mr. Hadi dari Departemen P dan K, hasil dari panitia itu adalah SKB yang dikeluarkan pada bulan Januari. Isinya ialah:
1. Pendidikan agama yang diberikan mulai kelas IV Sekolah Rakyat.
2. Di daerah-daerah yang masyarakat agamanya kuat, maka pendidikan agama diberikan mulai kelas I SR dengan catatan bahwa pengetahuan umumnya tidak boleh berkurang dibandingkan dengan sekolah lain yang pendidikan agamanya diberikan mulai kelas IV.
3. Di sekolah Lanjutan Pertama dan Tingkat Atas (umum dan kejuruan) diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu.
4. Pendidikan agama diberikan kepada murid-murid sedikitnya 10 orang dalam satu kelas dan mendapat izin dari orang tua / walinya.
5. Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama, dan materi pendidikan agama ditanggung oleh Departemen Agama.
Dalam sidang pleno MPRS, pada bulan Desember 1960 diputuskan sebagai berikut: “Melaksanakan Manipol Usdek dibidang mental/agama/kebudayaan dengan syarat spiritual dan material agar setiap warga Negara dapat mengembangkan kepribadiannya dan kebangsaan Indonesia serta menolak pengaruh-pengaruh buruk kebudayaan asing (Bab II Pasal 2 ayat 1)”. Dalam ayat 3 dari pasal tersebut dinyatakan bahwa: “Pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah umum, mulai sekolah rendah (dasar) sampai Universitas,” dengan pengertian bahwa murid berhak ikut serta dalam pendidikan agama jika wali/ murid dewasa menyatakan keberatannya.
Pada tahun 1966 MPRS bersidang lagi. Dalam keputusannya, bidang pendidikan agama telah mengalami kemajuannya dengan menghilangkan kalimat terakhir dari keputusan yang terdahulu. Dengan demikian, maka sejak tahun 1966 pendidikan agama menjadi hak wajib dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi Umum Negeri di seluruh Indonesia.

B. Kebijakan Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru
Orde baru adalah masa pemerintahan di Indonesia sejak 11 Maret 1966 hingga terjadinya peralihan kepresidenan, dari presiden Soeharto ke presiden Habibi pada 21 Mei 1998. Peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru membawa konsekuensi perubahan strategi politik dan kebijakan pendidikan nasional. Pada dasarnya Orde Baru adalah suatu korelasi total terhadap Orde Lama yang didominasi oleh PKI dan dianggap telah menyelewengkan pancasila.
Masa Orde Baru disebut juga sebagai Orde Konstitusional dan Orde Pembangunan. Yakni bertujuan membangun manusia seutuhnya dan menyeimbangkan antara rohani dan jasmani untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Pada tahun 1973-1978 dan 1983 dalam siding MPR yang kemudian menyusun GBHN.
Selain itu, dalam Pelita IV di bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa makin di kembangkan. Dengan semakin meningkatnya dan meluasnya pembangunan, maka kehidupan keagamaan dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa harus semakin diamalkan baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan social kemasyarakatan. Diusahakan supaya terus bertambah sarana-sarana yang diperlukan bagi pengembangan kehidupan keagamaan dan kehidupan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa termasuk pendidikan agama Islam yang dimasukkan dalam kurikulum sekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Universitas Negeri.
Kebijakan pemerintah orde baru mengenai pendidikan Islam dalam konteks madrasah di Indonesia bersifat positif dan konstruktif, khususnya dalam dua dekade terakhir 1980- an sampai dengan 1990-an. Pada pemerintah, lembaga pendidikan di kembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan peningkatan dan peningkatan mutu pendidikan.
Pada awal – awal masa pemerintahan orde baru, kebijakan tentang madrasah bersifat melanjutkan dan meningkatkan kebijakan orde lama. Pada tahap ini madrasah belum di pandang sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan bersifat otonom di bawah pengawasan menteri agama.
Menghadapi kenyataan tersebut di atas, langkah pertama dalam melakukan pembaruan ini adalah di keluarkannya kebijakan tahun 1967 sebagai respons terhadap TAP MPRS No. XXVII tahun 1966 dengan melakukan formalisasi dan strukturisasi Madrasah.
Dalam dekade 1970-an madrasah terus dikembangkan untuk memperkuat keberadaannya, namun di awal –awal tahun 1970 –an, justru kebijakan pemerintah terkesan berupaya untuk mengisolasi madrasah dari bagian sistem pendidikan nasional. Hal ini terlihat dengan langkah yang di tempuh pemerintah dengan langkah yang di tempuh pemerintah dengan mengeluarkan suatu kebijakan berupa keputusan presiden nomor 34 tanggal 18 April tahun 1972 tentang tanggung jawab fungsional pendidikan dan latihan. Isi keputusan ini mencakup tiga hal :
1. Menteri pendidikan dan kebudayaan bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan umum dan kebijakan
2. Menteri tenaga kerja bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan dan latihan keahlian dan kejuruan tenaga kerja akan pegawai negeri
3. Ketua lembaga Administrasi Negara bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan dan latihan khusus untuk pegawai negeri.
Selanjutnya, kepres No 34 Tahun 1972 ini di pertegas oleh inpres No 15 tahun 1974 yang mengatur operasionalnya. Dalam TAP MPRS Nomor XVII Tahun 1966 dijelaskan “agama merupakan salah satu unsur mutlak dalam pencapaian tujuan nasional. Persoalan keagamaan dikelola oleh Departemen Agama, sedangkan madrasah dalam TAP MPRS Nomor 2 Tahun 1960 adalah lembaga pendidikan otonom di bawah bawah pengawasan Menteri Agama”. Dari ketentuan ini, Departemen Agama menyelenggarakan pendidikan madrasah tidak saja bersifat keagamaan dan umum, tetapi juga bersifat kejuruan. Dengan keputusan presiden No. 34 Tahun 1972 dan impres 1974, penyelenggraan pendidikan dan kejuruan sepenuhnya berada di bawah tanggung jawab MENDIKBUD.

C. Kebijakan Pendidikan Islam Pada Masa Era Reformasi
Pemerintah Orde Soeharto menegaskan kembali tujuan dan cita-cita pendidikan nasional dengan dikeluarkannya TAP MPR No.II/MPR/1988 dan UU Sistem Pendidikan Nasional, No. 2 tahun 1989. Inilah UU Pendidikan yang pertama di zaman Orde Soeharto, dan juga UU Pendidikan yang ketiga di Republik ini, setelah sebelumnya telah terbit di zaman Soekarno, yakni Undang-undang Pendidikan dan Pengajaran (UUPP) No. 4 tahun 1950 dan UU No. 12/1954.
Ketetapan ini menjadi landasan dikeluarkannya UU Pendidikan No. 21 tahun 1989. UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional ini diundangkan dan berlaku sejak 27 Maret 1989. UU ini antara lain menetapkan:
1. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 (pasal 2)
2. Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tangungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Pasal 4)
Tentang pendidikan dan pengajaran agama, terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara UUPP No. 4 tahun 1950 dan UU No. 12/1954 dengan UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam UU Pendidikan tahun 1950 dan 1954 dinyatakan bahwa ’dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut’, (pasal 20 ayat 1). Sementara dalam UU No. 2 1989, tidak lagi disebutkan ’dalam sekolah negeri’, yang berarti tidak lagi membedakan sekolah negeri dan sekolah swasta dalam memberlakukan pelajaran agama. Konsekuensi dari kebijakan ini pada dataran operasional pendidikan telah dikeluarkan beberapa peraturan pemerintah, ditahun berikutnya, yaitu PP (Peraturan Pemerintah) No. 27 tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah, PP No. 28 1990 tentang Pendidikan Dasar, PP No. 29/1990 tentang Pendidikan Menengah, dan PP No. 30/1990 tentang Pendidikan Tinggi (dan telah disempurnakan PP No. 22/1999). Semua peraturan tersebut mengatur pelaksanaan pendidikan agama di lembaga pendidikan umum.
Menurut Karnadi Hasan, UU Pendidikan tahun 1989 dan beberapa Peraturan Pemerintah tersebut memberikan sebuah dampak terhadap lembaga-lembaga pendidikan Islam. Beliau menjelaskan bahwa sejak diberlakukannya UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, lembaga-lembaga pendidikan Islam menjadi bagian integral (sub-sistem) dari sistem pendidikan nasional. Sehingga dengan demikian, kebijakan dasar pendidikan agama pada lembaga-lembaga pendidikan Islam adalah sebangun dengan kebijakan dasar pendidikan agama pada lembaga-lembaga pendidikan nasional secara keseluruhan.
Selain itu UU ini juga telah memuat ketentuan tentang hak setiap siswa untuk memperoleh pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya. Namun, SD, SLTP, SMU, SMK dan PLB yang berciri khas berdasarkan agama tertentu tidak diwajibkan menyelenggarakan pendidikan agama lain dari agama yang menjadi ciri khasnya. Inilah poin pendidikan yang kelak menimbulkan polemik dan kritik dari sejumlah kalangan, dimana para siswa dikhawatirkan akan pindah agama (berdasarkan agama Yayasan/Sekolah), karena mengalami pendidikan agama yang tidak sesuai dengan agama yang dianutnya. Kritik itu semakin kencang, dengan keluarnya Peraturan Pemerintah, No. 29/1990, yang secara eksplisit menyatakan bahwa sekolah-sekolah menengah dengan warna agama tertentu tidak diharuskan memberikan pelajaran agama yang berbeda dengan agama yang dianutnya.
UU No. 2 tahun 1989 itu dan peraturan pemerintah tersebut dinilai oleh sebagian kalangan sebagai UU yang tidak memberikan ruang dialog keagamaan di kalangan siswa. Ia juga memberikan peran tidak langsung kepada sekolah untuk mengkotak-kotakkan siswa berdasarkan agama.
Pada tahun 1994, kebijakan kurikulum pendidikan agama juga ditempatkan di seluruh jenjang pendidikan, menjadi mata pelajaran wajib sejak SD sampai Perguruan Tinggi. Pada jenjang pendidikan SD, terdapat 9 mata pelajaran, termasuk pendidikan agama. Di SMP struktur kurikulumnya juga sama, dimana pendidikan agama masuk dalam kelompok program pendidikan umum. Demikian halnya di tingkatan SMU, dimana pendidikan agama masuk dalam kelompok program pengajaran umum bersama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa dan Sastra Indonesia, Sejarah Nasional dan Sejarah Umum. Bahasa Inggris, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Matematika, IPA (Fisika, Biologi, Kimia), IPS (Ekonomi, Sosiologi, Geografi) dan Pendidikan Seni.
Dari sudut pendidikan agama, Kurikulum 1994, hanyalah penyempurnaan dan perubahan-perubahan yang tidak mempengaruhi jumlah jam pelajaran dan karakter pendidikan keagamaan siswa, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Sampai rezim Orde Soeharto tumbang di tahun 1998, pendidikan di Indonesia, masih menggunakan UU Pendidikan tahun 1989, dan kuriklum 1994. Tumbangnya rezim ini menggulirkan gagasan reformasi, yang salah satu agendanya adalah perubahan dan pembaruan dalam bidang pendidikan, sebagaimana yang menjadi tema kritik para pemerhati pendidikan dan diharapkan oleh banyak pihak.
Selanjutnya pada tahun 2003 ditetapkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang selanjutnya disebut dengan UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003. Dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 ini pasal yang diperdebatkan dengan tegang adalah pasal 12 yang menyebutkan bahwa pendidikan agama adalah hak setiap peserta didik. ”Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidikan yang seagama,” (Pasal 12 ayat a). Dalam bagian penjelasan diterangkan pula bahwa pendidik atau guru agama yang seagama dengan peserta didik difasilitasi atau disediakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 41 ayat 3.
UU ini juga sekaligus ”mengubur” bagian dari UU No. 2/1989 dan Peraturan Pemerintah, No. 29/1990, tentang tidak wajibnya sekolah dengan latar belakang agama tertentu (misalnya Islam) mengajarkan pendidikan agama yang dianut siswa (misalnya pelajaran agama Katolik untuk siswa yang beragama Katolik). UU Sisdiknas 2003 mewajibkan sekolah/ Yayasan Islam untuk mengajarkan pendidikan Katolik untuk siswa yang menganut agama Katolik. UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 inilah yang menjadi pijakan hukum dan konstitusional bagi penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah-sekolah, baik negeri maupun swasta. Pada pasal 37 ayat (1) disebutkan bahwa ’kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan dan muatan lokal.’ Dalam penjelasan atas pasal 37 ayat 1 ini ditegaskan, ’pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia’. Pelaksanaan pendidikan agama di sekolah umum, juga diatur dalam undang-undang baik yang berkaitan dengan sarana dan prasarana pendidikan, biaya pendidikan, tenaga pengajar, kurikulum dan komponen pendidikan lainnya.
Perjalanan kebijakan pendidikan Indonesia belum berakhir, pada tahun 2004 pemerintah menetapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kehadiran Kurikulum berbasis kompetensi pada mulanya menumbuhkan harapan akan memberi keuntungan bagi peserta didik karena dianggap sebagai penyempurnaan dari metode Cara belajar siswa Aktif (CBSA). Namun dari sisi mental maupun kapasistas guru tampaknya sangat berat untuk memenuhi tuntutan ini. Pemerintah juga sangat kewalahan secara konseptual, ketika pemerintah bersikeras dengan pemberlakukan Ujian Nasional, sehingga KBK segera diganti dan disempurnakan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Hingga tulisan ini dibuat, pemerintah Republik Indonesia masih memberlakukan KTSP sebagai acuan pendidikan secara nasional. Namun penulis yakin bahwa ini bukan akhir dari segalanya, artinya kebijakan-kebijakan tentang dunia pendidikan di Indonesia akan terus disempurnakan, sesuai dengan tuntutan zaman dan kebutuhan bangsa Indonesia.
D. Reaksi Umat Islam Terhadap Kebijakan Pemerintah
1. Pada Masa Orde Lama
Pada tanggal 3 Januari 1946 dibentuk Departemen Agama, dimana tugasnya mengurusi penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah umum dan mengurusi sekolah agama seperti pondok pesantren dan madrasah. Dimana menghasilkan suatu laporan pada tanggal 2 Juni 1946 yanng berbunyi: “bahwa pengajaran yang bersifat pondok pesantren dan madrasah perlu dipertinggi dan dimodernisasikan serta diberikan bantuan biaya dan lain-lain”. Hal ini mendapat reaksi yang baik dari masyarakat dimana pemerintah memberi bantuan kepada pondok pesantren dan madrasah agar pengajarannya lebih dipertinggi dan dimodernisasi sesuai dengan zaman dan diberikan bantuan biaya serta sarana prasarana. Kemudian pada bulan desember 1946 dikeluarkan peraturan bersama dua menteri, yaitu Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Pengajaran yang menetapkan bahwa pendidikan agama diberikan mulai kelas IV SR (Sekolah Rakyat = Sekolah Dasar) sampai kelas VI. Disini apa yang dihasilkan dari peraturan dua menteri tersebut tidak dapat berjalan dengan baik dikarenakan di setiap daerah pendidikan agama ada yang kuat da nada yang lemah sehingga adanya kebijakan tersebut menjadikan perbedaan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Pada tahun 1950 dimana kedaulatan Indonesia telah pilih untuk seluruh Indonesia, maka rencana pendidikan agama untuk seluruh wilayah Indonesia makin disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama yang dipimpin Prof. Mahmud yunus dari Departemen Agama, Mr. Hadi dari Departemen P dan K, hasil dari panitia itu adalah SKB yang dikeluarkan pada bulan Januari. Isinya ialah:
1. Pendidikan agama yang diberikan mulai kelas IV Sekolah Rakyat.
2. Di daerah-daerah yang masyarakat agamanya kuat, maka pendidikan agama diberikan mulai kelas I SR dengan catatan bahwa pengetahuan umumnya tidak boleh berkurang dibandingkan dengan sekolah lain yang pendidikan agamanya diberikan mulai kelas IV.
3. Di sekolah Lanjutan Pertama dan Tingkat Atas (umum dan kejuruan) diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu.
4. Pendidikan agama diberikan kepada murid-murid sedikitnya 10 orang dalam satu kelas dan mendapat izin dari orang tua / walinya.
5. Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama, dan materi pendidikan agama ditanggung oleh Departemen Agama.
Hasil dari SKB mendapat reaksi dari rakyat dimana hasil yang tertera diatas tersebut terdapat beberapa hal yang membedakan antara daerah yang kuat agamanya dengan daerah yang lemah agamanya dimana pendidikan agama diberikan untuk kelas IV bagi daerah yang lemah agamanya sedangkan daerah yang kuat agamnya akan diberikan pendidikan agama sejak kelas 1 .
Dalam sidang pleno MPRS, pada bulan Desember 1960 diputuskan sebagai berikut: “Melaksanakan Manipol Usdek dibidang mental/agama/kebudayaan dengan syarat spiritual dan material agar setiap warga Negara dapat mengembangkan kepribadiannya dan kebangsaan Indonesia serta menolak pengaruh-pengaruh buruk kebudayaan asing (Bab II Pasal 2 ayat 1)”. Dalam ayat 3 dari pasal tersebut dinyatakan bahwa: “Pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah umum, mulai sekolah rendah (dasar) sampai Universitas,” dengan pengertian bahwa murid berhak ikut serta dalam pendidikan agama jika wali/ murid dewasa menyatakan keberatannya.
Pada tahun 1966 MPRS bersidang lagi. Dalam keputusannya, bidang pendidikan agama telah mengalami kemajuannya dengan menghilangkan kalimat terakhir dari keputusan yang terdahulu. Dengan demikian, maka sejak tahun 1966 pendidikan agama menjadi hak wajib dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi Umum Negeri di seluruh Indonesia.



2. Pada Masa Orde Baru
Orde Baru memberikan corak baru bagi kebijakan pendidikan agama islam, karena beralihnya pengaruh komunisme ke arah pemurnian pancasila melalui rencana pembangunan Nasional berkelanjutan. Terjadilah pergeseran kebijakan, dari murid berhak tidak ikut serta dalam pelajaran agama apabila mereka menyatakan keberatannya, menjadi semua murid wajib mengikuti pendidikan agama mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Hasil dari kebijakan pemerintah tentang pengajaran agama yang diberikan ke semua murid merupakan kewajiban mendapat reaksi yang positif bagi rakyat dimana disini pemerintah tidak membedakan siapapun dalam pengajaran pendidikan agama. Dan menjadikan semakin meningkatnya dan meluasnya pembangunan, maka kehidupan keagamaan dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa harus semakin diamalkan baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan social kemasyarakatan.
Pada awal – awal masa pemerintahan orde baru, kebijakan tentang madrasah bersifat melanjutkan dan meningkatkan kebijakan orde lama. Pada tahap ini madrasah belum di pandang sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan bersifat otonom di bawah pengawasan menteri agama.
Menghadapi kenyataan tersebut di atas, langkah pertama dalam melakukan pembaruan ini adalah di keluarkannya kebijakan tahun 1967 sebagai respons terhadap TAP MPRS No. XXVII tahun 1966 dengan melakukan formalisasi dan strukturisasi Madrasah.
Dalam dekade 1970-an madrasah terus dikembangkan untuk memperkuat keberadaannya, namun di awal –awal tahun 1970 –an, justru kebijakan pemerintah terkesan berupaya untuk mengisolasi madrasah dari bagian sistem pendidikan nasional. Kebijakan diatas meninbulkan reaksi masyarakat, dimana pemerintah seakan-akan mengisolasi madrasah dari bagian sistem pendidikan nasional. Padahal madrasah merupakan suatu lembaga untuk pendidikan agama bagi masyarakat. Kemudian Pemerintah memaparkan lagi yaitu, kepres No 34 Tahun 1972 ini di pertegas oleh inpres No 15 tahun 1974 yang mengatur operasionalnya. Dalam TAP MPRS Nomor XVII Tahun 1966 dijelaskan “agama merupakan salah satu unsur mutlak dalam pencapaian tujuan nasional. Persoalan keagamaan dikelola oleh Departemen Agama, sedangkan madrasah dalam TAP MPRS Nomor 2 Tahun 1960 adalah lembaga pendidikan otonom di bawah bawah pengawasan Menteri Agama”. Dari ketentuan ini, Departemen Agama menyelenggarakan pendidikan madrasah tidak saja bersifat keagamaan dan umum, tetapi juga bersifat kejuruan. Dengan keputusan presiden No. 34 Tahun 1972 dan impres 1974, penyelenggraan pendidikan dan kejuruan sepenuhnya berada di bawah tanggung jawab MENDIKBUD.

3. Pada Masa Era Reformasi
Ketentuan tentang hak setiap siswa untuk memperoleh pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya. Namun, SD, SLTP, SMU, SMK dan PLB yang berciri khas berdasarkan agama tertentu tidak diwajibkan menyelenggarakan pendidikan agama lain dari agama yang menjadi ciri khasnya. Inilah poin pendidikan yang menimbulkan polemik dan kritik dari sejumlah kalangan, dimana para siswa dikhawatirkan akan pindah agama (berdasarkan agama Yayasan/Sekolah), karena mengalami pendidikan agama yang tidak sesuai dengan agama yang dianutnya. Kritik itu semakin kencang, dengan keluarnya Peraturan Pemerintah, No. 29/1990, yang secara eksplisit menyatakan bahwa sekolah-sekolah menengah dengan warna agama tertentu tidak diharuskan memberikan pelajaran agama yang berbeda dengan agama yang dianutnya. Dan UU No. 2 tahun 1989 serta peraturan pemerintah tersebut dinilai oleh sebagian kalangan sebagai UU yang tidak memberikan ruang dialog keagamaan di kalangan siswa. Ia juga memberikan peran tidak langsung kepada sekolah untuk mengkotak-kotakkan siswa berdasarkan agama.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kebijakan pemerintah pada orde lama yaitu pada bulan desember 1946 dikeluarkan peraturan bersama dua menteri, yaitu Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Pengajaran yang menetapkan bahwa pendidikan agama diberikan mulai kelas IV SR (Sekolah Rakyat = Sekolah Dasar) sampai kelas VI. Pada masa itu keadaan keamanan di Indonesia masih belum mantap sehingga SKB Dua Menteri belum dapat berjalan dengan semestinya. Daerah-daerah di luar Jawa masih banyak yang memberikan pendidikan agama mualai kelas I SR. Pemerintah membentuk Majelis Pertimbangan Pengajaran Agama Islam pada tahun 1947 yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara dari Departemen P dan K, serta Prof. Drs. Abdullah Sigit dari Departemen Agama.
2. Kebijakan pemerintah orde baru mengenai pendidikan islam dalam konteks madrasah di indonesia bersifat positif dan konstruktif, khususnya dalam dua dekade terakhir 1980- an sampai dengan 1990-an. Pada pemerintah, lembaga pendidikan di kembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan peningkatan dan peningkatan mutu pendidikan.
3. Kebijakan pemerintah pada era reformasi yeitu Tentang pendidikan dan pengajaran agama, terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara UUPP No. 4 tahun 1950 dan UU No. 12/1954 dengan UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam UU Pendidikan tahun 1950 dan 1954 dinyatakan bahwa ’dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut’, (pasal 20 ayat 1). Sementara dalam UU No. 2 1989, tidak lagi disebutkan ’dalam sekolah negeri’, yang berarti tidak lagi membedakan sekolah negeri dan sekolah swasta dalam memberlakukan pelajaran agama. Konsekuensi dari kebijakan ini pada dataran operasional pendidikan telah dikeluarkan beberapa peraturan pemerintah, ditahun berikutnya, yaitu PP (Peraturan Pemerintah) No. 27 tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah, PP No. 28 1990 tentang Pendidikan Dasar, PP No. 29/1990 tentang Pendidikan Menengah, dan PP No. 30/1990 tentang Pendidikan Tinggi (dan telah disempurnakan PP No. 22/1999). Semua peraturan tersebut mengatur pelaksanaan pendidikan agama di lembaga pendidikan umum.

B. Saran
1. Bila terdapat kesalahan dan kekurangan, kami selaku penulis mohon kritik dan sarannya, demi sempurnanya makalah yang kami buat ini.















DAFTAR PUSTAKA
Dra. Zuhairini, dkk.. Sejarah Pendidikan Islam. 1997. cet. 4. Jakarta: Bumi Aksara.
http://immtarbiyahpwt.blogspot.com/2011/09/sejarah-pendidikan-islam-masa-orde-lama.html
http://makalah-ibnu.blogspot.com/2009/12/sistem-pendidikan-islam-pada-masa-orde.html
Mustafa dan Abdullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. 1997. Bandung :CV. Pustaka Setia.
Nizar, H. Samsul. Sejarah Pendidikan Islam . 2007. Jakarta: Kencana.
Nizar , Prof. Dr. H. Samsul, M. Ag, Sejarah Pendidikan Islam. 2008 . Jakarta: Kencana.