Minggu, 21 April 2013

URGENSI PARADIGMA KRITIS BAGI PENDIDIKAN ISLAM




BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Dalam konteks pendidikan Islam, penggalian potensi (fitrah) telah diungkapkan dalam al-Qur’an dan kewajiban manusialah untuk mengkaji serta mengaplikasikannya dalam realitas kehidupan secara dinamis. Dengan pengertian demikian, maka pendidikan Islam harus mampu menjadi jembatan bagi dialektika antara realitas dan normativitas agama. Dalam upaya ini pendidikan Islam dituntut untuk mengajarkan ilmu kealaman dan keislaman secara integral. Disamping itu, pembelajaran kedua ilmu tersebut harus didekatkan secara krisis dengan memperhatikan problem lokal secara kontekstual.[1]
Dalam skala yang mikro, paradigma lama pendidikan Islam yang telah lama juga dijadikan sebagai praktis proses pembelajaran di hampir semua jenjang pendidikan, hanya memusatkan perhatiannya pada kemampuan otak kiri peserta didik. Sebaliknya, otak kanan peserta didik serta pusat berpikir transedental, kurang ditumbuhkembangkan dan bahkan dapat dikatakan tidak pernah disinggung secara sistematis pada tataran pedagogis. Kondisi itu semua, menyebabkan pendidikan Islam hanya mampu mengasilkan orang-orang yang tahu ilmu agama tetapi tidak mampu mengaplikasikannya dalam praktis kehidupan. Output pendidikan Islam tidak mampu mandiri dalam menjalani hidup di tengah masyarakat. Dengan bekal ilmu pendidikan Islam yang dipelajari. Outcome pendidikan Islam hanya menjadi pengemis terhormat lembaga lain di lingkungan departemen tenaga kerja. Outcome pendidikan Islam masih jauh dari ideal yang dicita-citakan para tokoh pendidikan Timur khususnya Abduh dan al-Abrasyi untuk menjadi manusia yang beriman dan bertakwa secara social (insan kamil), di samping harus memiliki jiwa keseimbangan antarmoralitas dan intelektualitas yang mandiri, kreatif, dan mempunyai kemampuan berkomunikasi global dengan lingkungan fisik, social serta kultural dalam komunikasi kehidupan.  Oleh karena itu paradigma krisis dalam pendidikan Islam merupakan hal yang sangat penting bagi kemajuan pendidikan Islam itu sendiri.
  1. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, kami dapat mengambil rumusan masalah yang akan kami ulas, diantaranya yaitu :
1.      Apa yang dimaksud paradigma kritis ?
2.      Bagaimana  paradigma pendidikan kritis menurut Paulo Feire ?
3.      Bagaimana urgensi paradigma kritis bagi pendidikan Islam ?
  1. Tujuan Penulisan
Dari beberapa hal yang dibahas diatas, tujuan yang dapat diambil oleh penulis, diantaranya yaitu :
1.      Untuk mengetahui paradigma kritis
2.      Untuk mengetahui paradigm pendidikan kritis menurut Paulo Feire
3.      Untuk mengidentifikasi urgensi paradigma kritis bagi pendidikan Islam






BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Paradigma Kritis
Paradigma dalam Kamus Ilmiah Populer adalah contoh; tasrif, teladan, pedoman, dipakai untuk menunjukkan gugusan sistem pemikiran bentuk kasus dan pola pemikirannya.[2] Sedangkan kritis adalah genting, gawat akut, tajam/tegas dan teliti dalam menanggapi atau memeberikan penilaian secara mendalam, tanggap dan mampu melontarkan kritik-kritik.[3] Jadi yang dimaksud dengan paradigma kritis adalah pedoman system pemikiran yang tajam dan teliti.
 Paradigma kritis selalu diidentikkan dengan upaya menentang pernyataan atas realitas yang terjadi.  Pemaknaan ini terlahir dari sikap eksklusif yang tidak dapat menerima suatu hal di luar diri. Sehingga paradigma kritis dipahami sebagai pembelotan terhadap suatu hal yang umum. Padahal, kritis dalam konteks ini mengacu pada firman Allah Q.S al-Isra’ ayat 36, yang secara umum berarti kemampuan untuk memberdayakan akal pikiran manusia, dan dituntut untuk memiliki indepedensi, bukan berdasarkan pada pemikiran fanatic dan taklid.[4]
Paradigma kritis dalam arti luas dapat dimaknai sebagai kesadaran manusia atas potensi diri dan realitas sosial. Dengan hal tersebut akan memberikan kesadaran kepada manusia untuk bertindak responsive dan berperan aktif dalam menemukan sebuah kebenaran yang seharusnya menjadi titik tolak bagi keharmonisan hidup dan bangunan epistimologinya.
  1. Paradigma Pendidikan Kritis menurut Paulo Freire
Paulo Feire adalah salah seorang penggagas teori pendidikan kritis, sering menyebut paradigma pendidikan kritis dengan nama pendidikan humanis atau pendidikan yang membebaskan yaitu pendidikan sebagai proses pembebasan dan humanisasi, serta memandang kesadaran manusia sebagai suatu potensi dalam memandang dunia.
Pendidikan kritis menurut Paulo Freire adalah pendidikan yang menumbuhkan cinta dan keberanian. Sebagaimana yang dikatakannya bahwa pendidikan adalah tindakan cinta kasih dan karena itu juga, pendidikan adalah tindakan berani. Pendidikan tidak boleh membuat orang yang hendak melakukan analisis terhadap realitas menjadi takut. Mengajar bukanlah untuk mentransfer pengertahuan melainkan untuk menciptakan kemungkinan memproduksi atau mengkonstruksi pengetahuan.
Pendidikan kritis menurut Paulo Feire merupakan pendidikan yang memproduksi pengetahuan dengan memposisikan pendidik dan peserta didik sebagai subjek pendidikan. Pendidikan yang memposisikan pendidik sebagai subjek dan peserta didik sebagai objek (dalam bahasa Feire pendidikan gaya bank) maka akan mengahasilkan subjek yang gagal. Hal ini karena peserta didik memproduksi pengetahuan yang diajarkan oleh pendidik, sehingga akhirnya ia terbentuk menjadi seperti sang pendidik.[5]



  1. Urgensi Paradigma Kritis bagi Pendidikan Islam
Paradigma kritis dalam perspektif pendidikan Islam lebih menekankan pada optimalisasi penggunaan akal dalam mengkaji segala ciptaan-Nya (wahyu dan alam). Ajaran Islam sangat menghargai akal sebagai anugerah Allah yang terbesar bagi manusia. Akan tetapi, ajaran tersebut terkadang dimaknai sebatas untuk merujuk pada normativitas dan pemahaman terhadap doktrin-doktrin keagamaan yang baku. Sementara itu, pengetahuan umum tidak pernah disentuh apalagi dipelajari. Sehingga tidak memberikan ruang bagi akal untuk turut berperan di dalamnya.
Pendidikan Islam merupakan sebuah sistem yang telah memiliki basis nilai sebagai landasan epistimpologi. Dimana paradigma kritis dalam pendidikan Islam  yaitu mengacu pada upaya pemberdayaan potensi yang telah dimiliki manusia melalui hubungan interaktif. Secara praktis, paradigma kritis dalam pendidikan Islam menghendaki pendidik-peserta didik untuk secara bebas berargumentasi tanpa merasa dibatasi oleh kedudukan masing-masing, dan hanya nilai atau etikalah yang menjembatani proses ini. Oleh karena itu paradigma kritis bagi pendidikan Islam sangatlah penting diantaranya yaitu :
1.      Menjadi sebuah pendekatan humanistik-tauhidik dalam proses pembelajaran yang membentuk manusia (pendidik-peserta didik) menjadi diri yang memiliki independensi akal, dengan mengacu pada nilai-nilai islami, sehingga mampu mengembangkan dan mengamalkan pengetahuan secara praktis dengan dilandasi kesadarannya secara tanggung jawab.[6]
2.      Mengupayakan kebebasan peserta didik itu sendiri untuk memiliki daya kreativitas yang termanifestasikan dalam bentuk aktivitas yang memerankan dirinya sebagai subjek dalam pencarian pengetahuan ketika proses pembelajaran berlangsung.
3.      Menggali potensi (fitrah) peserta didik untuk secara bebas merefleksikan gagasan dan mewujudkan kreativitasnya tanpa ada pembatasan yang bersifat struktural pendidik-peserta didik, dengan tetap mengacu pada tata nilai Islami.
4.      Membentuk kesadaran bersama untuk memliki perhatian terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan terbentuknya sikap yang mencerminkan akhlaq al-karimah dengan didasari nilai-nilai religiositas.[7]
Dengan demikian, paradigma kritis dalam pendidikan Islam adalah paradigma yang mampu mengintegrasikan seluruh aspek kehidupan beragama yang mencakup jasmani, rohani, intelektual dan moral. Pendidikan Islam harus mampu mengintegrasikan aspek-aspek lahir maupun batin, aspek eksoteris maupun aspek isoteris, aspek spiritual maupun intelektual serta aspek normativitas dan historisitas (realitas). Intergrasi keseluruhan aspek tersebut akam menjadi inti bagi keseimbangan aspek kognitif (akal), afektif (iman), dan psikomotorik (amal) dalam pendidikan Islam secara praktis.[8]





BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
1.      Paradigma kritis adalah kesadaran manusia atas potensi diri dan realitas sosial. Dengan hal tersebut akan memberikan kesadaran kepada manusia untuk bertindak responsive dan berperan aktif dalam menemukan sebuah kebenaran yang seharusnya menjadi titik tolak bagi keharmonisan hidup dan bangunan epistimologinya.
2.      Pendidikan kritis menurut Paulo Freire adalah pendidikan yang menumbuhkan cinta dan keberanian.
3.      Pentingnya paradigma kritis dalam pendidikan Islam adalah paradigma yang mampu mengintegrasikan seluruh aspek kehidupan beragama yang mencakup jasmani, rohani, intelektual dan moral. Pendidikan Islam harus mampu mengintegrasikan aspek-aspek lahir maupun batin, aspek eksoteris maupun aspek isoteris, aspek spiritual maupun intelektual serta aspek normativitas dan historisitas (realitas). Intergrasi keseluruhan aspek tersebut akam menjadi inti bagi keseimbangan aspek kognitif (akal), afektif (iman), dan psikomotorik (amal) dalam pendidikan Islam secara praktis.[9]

4.      Kata Penutup
Sebagai akhir kata dalam makalah ini, kami mengucapkan puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan petunjuk-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami sangat menyadari bahwa didalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan juga kesalahan yang butuh pembenahan, yang mungkin disebabkan oleh terbatasnya tenaga, waktu, biaya dan keterbatasan data dan pengetahuan yang kami miliki.

Oleh karena itu kami mengharapkan adanya kritik atau saran yang bersifat membangun demi perbaikan makalah ini.

Akhirnya kami berharap tulisan ini dapat bermanfat bagi pembaca dan masyarakat luas, khususnya bagi mahasiswa-mahasiswi INISNU Jepara. Dan segala puji bagi Allah SWT dan sholawat serta salam atas Rosul-Nya, semoga kami selalu dalam bimbingan, lindungan dan ridho-Nya. Amin…….




















DAFTAR PUSTAKA

A Partanto, Pius dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, 2001.
Assegaf, Abdurrachman dan Suyati, Pendidikan Islam Mazhab Krisis (Perbandingan Teori Pendidikan Timur dan Barat), Yogyakarta: Gama Media, 2008.
http://thohir3.blogspot.com/2008/04/paradigma-pendidikan-kritis.html



[1] Abdurrachman Assegaf dan Suyati, Pendidikan Islam Mazhab Krisis (Perbandingan Teori Pendidikan Timur dan Barat), (Yogyakarta: Gama Media, 2008), hlm. 212.
[2] Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 2001), hlm. 574.
[3] Ibid, hlm. 384-385.
[4] Abdurrachman Assegaf dan Suyati, Op. Cit, hlm. 225.
[5] http://thohir3.blogspot.com/2008/04/paradigma-pendidikan-kritis.html

[6] Ibid, hlm. 227
[7] Ibid, hlm. 229.
[8] Ibid, hlm. 236.
[9] Ibid, hlm. 236.

ISU-ISU FILOSOFIS, PROBLEMATIKA DAN PENDEKATAN DALAM PEMECAHAN MASALAH PENDIDIKAN




BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Ajaran yang termuat dalam wahyu merupakan dasar dan sumber bagi filsafat. Hal ini menunjukkan filsafat pendidikan Islam yang berisi teori umum mengenai pendidikan Islam dikontruksikan berdasarkan konsep ajaran Islam yang termuat dalam al-Qur’an dan Hadist. Meskipun demikian, filsafat pendidikan Islam juga mengambil sumber-sumber dari ajaran lain yang sejalan, atau tidak bertentangan dengan pokok ajaran Islam.[1] Dimana falsafah hidup Islam mencakup kebenaran (truths) yang bersifat spekulatif dan praktikal yang dapat menolong untuk menafsirkan tentang manusia, sifat-sifatnya, nasib kesudahannya, dan keseluruhan hakikat (reality).[2]
Filsafat pendidikan Islam yang didasarkan atas ajaran wahyu, pada hakekatnya sejalan dengan yang dikehendaki oleh berfikir falsafi yakni mendasar, menyeluruh tentang kebenaran yang ditawarkannya. Dalam proses pertumbuhannya, filsafat sebagai hasil pemikiran para ahli filsafat atau para filosof sepanjang kurun waktu dengan obyek permasalahan hidup didunia, telah melahirkan berbagai macam pandangan.[3] Pandangan-pandangan tersebut adakalanya saling menguatkan dan adapula yang berbeda atau berlawanan. Sehingga hal ini menyababkan suatu problematika dalam filsafat pendidikan Islam.

  1. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, kami dapat mengambil rumusan masalah yang akan kami ulas, diantaranya yaitu :
1.      Apa yang dimaksud dengan isu-isu filosofis ?
2.      Bagaimana problematika dalam pendidikan Islam ?
3.      Pendekatan apa saja yang dapat memecahkan masalah pendidikan ?
  1. Tujuan Penulisan
Dari beberapa hal yang dibahas diatas, tujuan yang dapat diambil oleh penulis, diantaranya yaitu :
1.      Untuk mengetahui isu-isu filosofis
2.      Untuk mengidentifikasi problematika dalam pendidikan Islam
3.      Untuk mengetahui pendekatan apa saja yang dapat memecahkan masalah pendidikan











BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Isu-isu Filosofis
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan isu yaitu : kabar yang tidak jelas asal usulnya dan tidak terjamin kebenarannya (kabar angin atau desas-desus).[4] Sedangkan yang dimaksud dengan filosofis yaitu : sesuatu yang berdasarkan filsafat.[5]
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan isu-isu filosofis adalah suatu kabar yang tidak jelas kebenaran dan asal-usulnya yang didasarkan pada filsafat.
Isu-isu filosofis dalam pendidikan tidak terlepas dari kerangka dasar filsafat, yakni:
a.       Ontologis (hakikat, sifat dasar, cita-cita),
b.      Epistimologis (proses, cara kerja, metode), dan
c.       Aksiologis (tujuan, dasar moral, etika, keagamaan).[6]
Kerangka dasar inilah yang menjadi alat untuk mengidentifikasi masalah filosofis dalam pendidikan. Selain bermanfaat mengidentifikasi, juga digunakan untuk mengevaluasi dengan kritis.
Adapun isu-isu filosofis dalam pendidikan  Islam diantaranya yaitu:
1.      Dikotomi ilmu Pendidikan Islam
Dikotomi ilmu dalam  pendidikan islam telah berjalan cukup lama, terutama sekali semenjak madrasah mempopulerkan ilmu-ilmu agama dan mengesampingkan logika dan falsafah, hal itu mengakibatkan terjadinya pemisahan antara al-‘ulum al-diniyah  dengan al-‘ulum al-aqliyah. Terlebih lagi dengan pemahaman bahwa menuntut ilmu agama itu tergolong fardhu ‘ain dan ilmu-ilmu non agama adalah fardhu kifayah, maka menimbulkan banyaknya umat yang mempelajari agama sebagai suatu kewajiban seraya mengabaikan pentingnya mempelajari ilmu-ilmu non agama. Akibat berangkai dari pola pikir pendidikan yang dikotomis ini adalah terjadi disharmoni relasi antara pemahaman ayat-ayat ilahiah dengan ayat-ayat kauniyah, antara iman dengan ilmu, antara ilmu dengan amal, antara dimensi duniawi dengan ukhrawi, dan relasi antara dimensi ketuhanan (teosentris) dengan kemanusiaan (antroposentris).[7]
2.      Tradisi Berfikir Normatif-Deduktif dalam Pendidikan Islam
Tradisi keilmuan muslim saat ini cenderung pada pola pikir normatife-deduktif. Hal itu terlihat pada praktik pendidikan Islam yang saat ini lebih mengarah pada pola mengajar (teaching, ta’lim) dari pada mendidik (education, tarbiyah atau ta’dib). Mengajar jelas berbedah dengan mendidik. Aktifitas mengajar dibatasi oleh ruang kelas dan mengandalkan peran guru yang amat besar. Sedangkan mendidik atau pendidikan tidak harus dilaksankan diruang kelas, bisa diaula, auditorium, laboratorium, bahkan diluar sekolah.[8]
  1. Problematika Pendidikan Islam
Menurut Kamus Besar Bahasa  Indonesia yang dimaksud dengan problematika adalah suatu hal yang masih belum dapat dipecahkan.[9] Dan menurut Prof. Dr. Ahmad Tafsir pendidikan adalah sebagai usaha yang dilakukan oleh seseorang (pendidik) terhadap seseorang (anak didik) agar tercapai perkembangan maksimal yang positif.[10] Sedangkan pengertian Islam itu sendiri adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW untuk diajarkan kepada umatnya. Jadi dapat disimpulkan yang dimaksud dengan problem pendidikan Islam adalah suatu hal yang belum dapat dipecahkan dalam pendidikan yang didasarkan pada agama Islam.
Pendidikan Islam sendiri dipengaruhi oleh multifactor, kondisi, dan problem  yang komplek. Maju-mundurnya teori dan praktik pendidikan Islam diakibatkan oleh kompleksitas problem  tersebut. Problem dimaksud berupa segala persoalan yang inhern  dalam pendidikan, yakni problem internal, maupun yang berada diluar jangkauan bidang pendidikan, yakni problem eksternal. Yang secara tak langsung berpengaruh, seperti masalah pengangguran, kemiskinan, etos kerja, stabilitas politik, lemahnya penegakan hukum dan lain-lain yang terkait dengan bidang hukum, social, budayah, ekonomi, dan politik. [11]
Masalah pendidikan mempunyai ruang lingkup yang luas yang menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Diantara permasalahan kependidikan tersebut terdapat masalah yang sederhana yang menyangkut praktek dan pelaksanaan sehari-hari, tetapi banyak diantaranya yang menyangkut masalah yang bersifat mendasar dan mendalam sehingga memerlukan bantuan ilmu-ilmu lain dalam memecahkannya.[12]
Persoalan sekarang adalah kondisi umat dan pendidikan Islam yang sedang menghadapi krisis atau problem serius yang berpangkal pada emapat hal, yaitu : lemahnya visi (lack of vision) , penekanan pada kesalehan individual sehingga menyebabkan ketertinggalan teknologi, keilmuan yang dikotomis, dan pola pikir yang normatif-deduktif.[13]
  1. Pendekatan dalam Pemecahan Masalah Pendidikan
Pengertian pendekatan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti. (proses perbuatan/cara mendekati).
Adapun pendekatan yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah pendidikan diantaranya yaitu :
1.      Pendekatan Normatif
Pendekatan normatif adalah usaha untuk memahami nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam hidup dan kehidupan manusia dan dalam  proses pendidikan, dan bagaimana hubungan antara nilai-nilai dan norma-norma tersebut dengan  pendidikan.[14]
2.      Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah merupakan bentuk sistematis yang khusus dari seluruh pemikiran dan telaah reflektif. Pendekatan ilmih adalah mekanisme atau cara mendapatkan pengetahuan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu struktur logis yang terdiri atas tahapan kerja yaitu : (a) adanya kebutuhan obyektif,  (b) perumusan masalah, (c) pengumpulan teori, (d) perumusan hipotesis, (e) pengumpulan data/informasi/fakta, (f) analisis data dan (g) kesimpulan.[15]
3.      Pendekatan Analisis Konsep
Pendekatan analisis konsep yaitu usaha memahami konsep dari para ahli pendidikan, para pendidik dan orang-orang yang menarik perhatian atau minat terhadap  pendidikan, tentang berbagai masalah yang berhubungan dengan pendidikan.[16]
4.      Pendekatan Historis
Pendekatan historis adalah meninjau suatu permasalahan dari sudut tinjauan sejarah, dan menjawab permasalaan serta menganalisisnya dengan menggunakan metode analisis sejarah. Dimana sejarah atau historis adalah studi yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa atau kejadian dengan masa lalu yang menyangkut kejadian atau keadaan yang sebenarnya.[17]




BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan yaitu :
1.      Isu-isu filosofis adalah suatu kabar yang tidak jelas kebenaran dan asal-usulnya yang didasarkan pada filsafat. Adapun isu-isu filosofis diantaranya yaitu : Dikotomi ilmu pendidikan Islam, Tradisi Berfikir Normatif-Deduktif dalam Pendidikan Islam.
2.      Problem pendidikan Islam yang terjadi berpangkal pada emapat hal, yaitu : lemahnya visi (lack of vision) , penekanan pada kesalehan individual sehingga menyebabkan ketertinggalan teknologi, keilmuan yang dikotomis, dan pola pikir yang normatif-deduktif.
3.      Pendekatan dalam pemecahan masalah pendidikan diantaranya yaitu : pendekatan normatif, pendekatan ilmiah, pendekatan analisis konsep dan pendekatan historis.
  1. Kata Penutup
Sebagai akhir kata dalam makalah ini, kami mengucapkan puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan petunjuk-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami sangat menyadari bahwa didalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan juga kesalahan yang butuh pembenahan, yang mungkin disebabkan oleh terbatasnya tenaga, waktu, biaya dan keterbatasan data dan pengetahuan yang kami miliki.

Oleh karena itu kami mengharapkan adanya kritik atau saran yang bersifat membangun demi perbaikan makalah ini.

Akhirnya kami berharap tulisan ini dapat bermanfat bagi pembaca dan masyarakat luas, khususnya bagi mahasiswa-mahasiswi INISNU Jepara. Dan segala puji bagi Allah SWT dan sholawat serta salam atas Rosul-Nya, semoga kami selalu dalam bimbingan, lindungan dan ridho-Nya. Amin…….
























DAFTAR PUSTAKA

Assegaf, Abb. Rachman, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada. cet. 2., 2011.
Departemen Pendidikan Nasiona, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed. 3. Cet. 4 Jakarta : Balai Pustaka, 2007.
http://mayasrh.wordpress.com/2011/12/19/ilmu-pengetahuan-dan-pendekatan-ilmiah/
http://imambasunipps.blogspot.com/2012/11/pend.html
Langgulung , Hasan.,  Manusia dan Pendidikan suatu Analisis Psikologis, Filsafat dalam  Pendidikan, Jakarta : PT. Pustaka Al Husna Baru, 2004.
Syafiie,  Inu Kencana., Pengantar Filsafat., cet. 2. Bandung : PT. Refika Aditama, 2007.
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2012.

Zubaedi, Isu-isu Baru dalam Diskursus Filsafat Pendidikan Islam dan Kapita selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2012.
Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara. cet. 4. 2008



[1] Dr. Zubaedi M. AG. M. PD. Isu-isu Baru dalam Diskursus Filsafat Pendidikan Islam dan Kapita selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 23.
[2] Prof. Dr. Hasan Langgulung.,  Manusia dan Pendidikan suatu Analisis Psikologis, Filsafat       dalam  Pendidikan ,( Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru, 2004), hlm.3.
[3]  Dra. Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), cet. 4, hlm. 19.
 [4] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed. 3. Cet. 4 (Jakarta: Balai Pustaka, 2007). hlm. 446.
  [5] Ibid ,hlm. 317.
[6] Inu Kencana Syafiie., Pengantar Filsafat., cet. 2. (Bandung: PT. Refika Aditama, 2007), hlm. 9-11.
 [7] Prof. Dr. Abb. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2011), cet. 2. hlm. 22.
  [8] Ibid, hlm. 22.
  [9] Departemen Pendidikan Nasional, Op.Cit. hlm. 896.
[10] Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), hlm.38.
  [11] Prof. Dr. Abb. Rachman Assegaf, Op.Cit, hlm. 19.
                [12] Dra. Zuhairini, dkk., Op.Cit. hlm. 11.
[13] Ibid, hlm. 30.
[14] Dra. Zuhairini, dkk., Op.cit, hlm. 14.
[15] http://mayasrh.wordpress.com/2011/12/19/ilmu-pengetahuan-dan-pendekatan-ilmiah/
[16] Dra. Zuhairini, dkk., Log. Cit.
[17] http://imambasunipps.blogspot.com/2012/11/pend.html