Jumat, 08 Oktober 2010

MAHABBAH

Mahabbah

Ditulis oleh nur al - mu'min

Mahabbah (cinta) merupakan tempat persinggahan yang menjadi ajang perlombaan di antara orang-orang yang suka berlomba, menjadi sasaran orang-orangyang beramal dan menjadi curahan orang-orang yang mencintai. Dengan sepoi anginnya, orang-orang yang beribadah merasakan ketenangan. Cinta merupakan santapan hati, makanan ruh dan kesenangannya. Cinta merupakan kehidupan, sehingga orang yang tidak memilikinya seperti orang mati. Cinta adalah cahaya, siapa yang tidak memilikinya seperti berada di tengah lautan yang gelap gulita. Cinta adalah obat penyembuh, siapa yang tidak memilikinya maka hatinya diendapi berbagai macam penyakit. Cinta adalah kelezatan, siapa yang tidak memilikinya maka seluruh hidupnya diwarnai kegelisahan dan penderitaan. Cinta adalah ruh iman dan amal, kedudukan dan keadaan, yang jika cinta ini tidak ada di sana, maka tak ubahnya jasad yang tidak memiliki ruh. Cinta membawakan beban orang-orang yang mengadakan perjalanan saat menuju ke suatu negeri, yang tentu saja mereka akan keberatan jika beban itu dibawa sendiri. Cinta menghantarkan mereka ke tempat persinggahan yang selainnya tak bisa menghantarkan mereka ke tujuan. Cinta adalah kendaraan yang membawa mereka kepada sang kekasih. Cinta adalah jalan mereka yang lurus, yang menghantarkan mereka ke tempat persinggahan pertama yang terdekat. Demi Allah, para pemilik cinta telah pergi membawa kemuliaan dunia dan akhirat, sehingga akhirnya senantiasa bersama sang kekasih. Allah telah menetapkan bahwa seseorang itu bersama orang yang paling dicintainya. Sungguh ini merupakan kenikmatan tiada tara yang diberikan kepada orang-orang yang memiliki cinta.

Mereka memenuhi panggilan kerinduan, saat ada yang berseru kepada mereka, "Hayya alal-falah". Mereka rela mengorbankan jiwa agar bisa bersama sang kekasih. Pengorbanan ini dilakukan dengan suka rela dan ridha, rela melakukan perjalanan pada pagi dan petang hari.

Pembayaran secara kontan dari harga cinta yang sudah disepakati harganya adalah dengan cara mengorbankan nyawa. Hal ini tidak berlaku bagi orang yang bangkrut, bodoh bakhil dan suka menawar-nawar. Karena banyak orang yang mengaku memiliki cinta, maka mereka dituntut untuk menyodorkan bukti pengakuan itu. Andaikan mereka diberi kesempatan untuk menyampaikan pengakuannya, maka kesaksian mereka akan beragam. Lalu dikatakan, "Pengakuan ini tidak bisa diterima kecuali ada buktinya."

"Katakanlah, jika kalian (bcnar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah meugasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian'." (Ali Imran: 31).

Semua manusia tertinggal di belakang, kecuali orang-orang yang mengikuti sang kekasih dalam perbuatan, perkataan dan akhlaknya. Lalu mereka dituntut keadilan bukti itu lewat proses pensucian jihad.

"Mereka berjihad di jalan Allah tidak takut terhadap celaan orang yang suka mencela." (Al-Maidah: 54).

Kebanyakan orang-orang yang memiliki cinta tertinggal di belakang,dan yang bangkit adalah orang-orang yang berjihad. Lalu dikatakan kepada mereka, "Sesungguhnya jiwa dan harta orang-orang yang mencintai bukan milik mereka. Maka ke sinilah untuk menyatakan sumpah setia."

"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang Mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka." (At-Taubah: 111).

Ketika mereka mengetahui keagungan pembeli dan harga yang tinggi serta keagungan yang akan diperolehnya setelah terjadi kontrak jual beli, mereka pun tahu nilai barang. Mereka juga melihat siapa saja orang yang bodoh, karena menjual barang itu dengan harga yang sangat murah. Maka dengan penuh keridhaan mereka ikut dalam perdagangan ini tanpa menawar dan memilih-milih, sambil berkata, "Demi Allah, kami tidak membatalkan dan kami tidak meminta pembatalan perniagaan denganmu."

Setelah kontrak jual beli sudah rampung dan barang sudah diserahkan kepada pembeli, maka dikatakan kepada mereka, "Sejak saat ini jiwamu dan hartamu menjadi milik kami, dan kelak kami akan mengembalikannya lagi kepadamu dalam jumlah yang lebih banyak lagi, jauh lebih banyak."

"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur dijalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Rabbnya dengan mendapat rezki." (Ali Imran: 169-170).

Jika pohon cinta ditanam di dalam hati dan disirami dengan air ikhlas serta mengikuti orang yang dicintai, tentu akan menghasilkan buah yang banyak dan bermacam-macam, yang bisa dipetik setiap saat dengan seizin Rabb-nya, yang akarnya tertancap kuat di dalam hati dan cabangcabangnya menjulang tinggi hingga mencapai Sidratul-Muntaha. Cinta tidak bisa dibatasi dengan batasan-batasan tertentu. Sebab batasan-batasan itu justru membuat cinta semakin sulit dideteksi dan tersembunyi. Batasannya adalah keberadaannya. Tidak ada sifat yang lebih pas untuk cinta selain dari kata cinta itu sendiri. Manusia hanya sekedar bicara tentang sebab, pendorong, tanda, bukti, buah dan hukumhukum-nya. Batasan diri mereka berkisar pada enam unsur ini, dan pengungkapan mereka berbeda-beda, tergantung dari batas pengetahuan,kedudukan, keadaan dan kemampuan masing-masing dalam mengungkapkan cinta. Menurut bahasa, kata mahabbah berkisar pada lima perkara:

1. Putih dan cemerlang, seperti kata hababul-asnan yang berarti gigi yang putih cemerlang.

2. Tinggi dan tampak jelas, seperti kata hababul-ma'i wa hubabuhu, yang berarti banjir karena air hujan yang deras.

3. Teguh dan tidak tergoyahkan, seperti kata habbal-ba'ir, yang berarti onta yang sedang menderum dan tidak mau bangkit lagi.

4. Inti dan relung, seperti kata habbatul-qalbi, yang berarti relung hati.

5. Menjaga dan menahan, seperti kata hibbul-ma'i lil-wi'a', yang berarti air yang terjaga di dalam bejana.

Beberapa Ungkapan tentang Seputar Cinta

Ada banyak ungkapan yang dinyatakan tentang jenis dan batasan cinta, tergantung dari pengaruh dan kesaksiannya, serta ungkapanungkapan lain yang diperlukan tentang cinta, di antaranya:

1. Cinta adalah kecenderungan yang terus-menerus di dalam hati yang membara. Pengertian ini tidak membedakan antara cinta yang khusus dan yang umum, antara cinta yang benar dan cinta yang cacat.

2. Mementingkan yang dicintai dari segala yang menyertai. Ini termasuk hukum cinta dan pengaruhnya.

3. Menyesuaikan diri dengan sang kekasih, ketika berada di dekatnya atau saat jauh darinya. Ini merupakan keharusan cinta dan tuntutan cinta yang tulus. Ini lebih sempurna dari dua pengertian di atas, dan bukan sekedar kecenderungan dan mementingkan kehendak. Sebab jika ada penyesuaian diri dengan sang kekasih, maka itu adalah cinta yang cacat.

4. Melebur cinta karena sifatnya dan menegaskan kekasih karena dzatnya.Ini termasuk hukum kefanaan dalam cinta, yaitu menghapus sifat-sifat orang yang mencintai lalu melebur ke dalam sifat-sifat kekasih dan dzatnya.

5. Menyelaraskan hati dengan kehendak-kehendak kekasih. Ini juga termasuk keharusan dan hukum-hukum cinta.

6. Takut meninggalkan pengagungan sambil menegakkan pengabdian. Ini termasuk tanda dan pengaruh cinta.

7. Kngkau menganggap sedikit pemberianmu yang banyak terhadap kekasih dan menganggap banyak pemberian kekasih kepada dirimu yang sedikit. Ini termasuk hukum, keharusan dan kesaksian cinta.

8. Engkau menganggap banyak kejahatanmu yang sedikit terhadap kekasih dan menganggap sedikit ketaatanmu yang banyak. Pengertian ini tak jauh berbeda dengan sebelumnya.

9. Selalu memeluk ketaatan dan meninggalkan penentangan. Ini merupakan hukum cinta dan keharusannya, dan merupakan perkataan Sahl bin Abdullah.

10.Masuknya sifat-sifat kekasih ke sifat orang yang mencintai. Maksudnya,nama sang kekasih dan sifat-sifat merasuk ke dalam hati orang yang mencintai, sehingga tidak ada yang menguasainya selain dari itu.

11.Kngkau menyerahkan seluruh dirimu kepada siapa yang engkau cintai, sehinga sedikit pun engkau tidak berkuasa terhadap dirimu sendiri. Ini merupakan perkataan Abdullah Al-Qursyi.

12.Engkau harus menghapus selain yang engkau cintai dari hati. Ini merupakan perkataan Asy-Syibly. Kesempurnaan cinta menuntut yang demikian ini.

I3. Kngkau tidak mencela dirimu terus-menerus untuk mendapatkan keridhaan kekasih, namun engkau tidak ridha terhadap perbuatan dan keadaanmu karena kekasih. Ini merupakan perkataan Ibnu Atha'.

14. Engkau cemburu terhadap kekasih, jika dia dicintai orang lain sepertimu. Ini merupakan perkataan Asy-Syibly. Artinya, engkau menganggap dirimu hina untuk mencintainya, karena ada juga yang mencintainya seperti cintamu.

15.Cinta adalah kehendak yang dahan-dahannya ditanamkan di dalam hati, lalu membuahkan kesesuaian dan ketaatan.

16. Orang yang mencintai lupa bagiannya karena sang kekasih dan dia lupa kebutuhandirinya. Ini merupakan perkataan Abu Ya'qubAs-Susy.

17. Menghindari kelalaian dalam keadaan bagaimana pun. Ini merupakan perkataan An-Nashr Abady.

18.Menyatukan kekasih dengan ketulusan kehendak dan pencarian.

19. Menggugurkan semua kecintaan dari hati selain kecintaan kepada kekasih, Ini merupakan perkataan Muhammad bin Al-Fadhl.

20. Menundukkan pandangan hati dari selain kekasih karena cemburu dan menundukkan pandangan dari kekurangannya.

21. Kecenderunganmu kepada sesuatu secara total, lalu engkau lebih mementingkannya dibanding terhadap dirimu dan hartamu, lalu engkau menyesuaikan diri dengannya secara lahir dan batin, kemudian engkau mengetahui kekuranganmu dalam mencintainya.

22. Cinta adalah api di dalam hati, yang membakar selain semua kekasih.

23. Cinta adalah mengerahkan usaha dan tidak berpaling dari kekasih. Ini merupakan keharusan cinta, hak dan buahnya.

24. Cinta adalah ketidak sadaran yang tidak bisa sembuh kecuali menyaksikan sang kekasih. Ketika sudah menyaksikannya, maka ketidak sadarannya justru semakin sulit digambarkan.

25. Engkau tidak mementingkan selain kekasih dan tidak menyerahkan urusanmu kepada selainnya.

26.Masuk ke dalam penghambaan kekasih dan membebaskan diri dari perbudakan selainnya.

27. Cinta adalah perjalanan hati menuju sang kekasih dan lisan senantiasa menyebut namanya. Perjalanan ini artinya kerinduan untuk bersua dengannya. Tidak dapat diragukan bahwa siapa yang mencintai sesuatu tentu dia akan banyak menyebutnya.

28. Cinta adalah sesuatu yang tidak berkurang karena pengabaian dan tidak bertambah karena kebaikan. Ini merupakan perkataan Yahya bin Mu'adz.

29. Yang disebut cinta ialah seluruh apa yang ada pada dirimu disibukkan oleh kekasih.

30. Ini merupakan ungkapan cinta yang paling menyeluruh dari ungkapan-ungkapan di atas, sebagaimana yang dituturkan Abu Bakar Al- Kattany, "Di Makkah diadakan dialog tentang masalah cinta, tepatnya pada musim haji. Banyak syaikh yang mengungkapkan pendapatnya tentang cinta ini. Sementara Al-Junaid saat itu merupakan orang yang paling muda di antara mereka. Orang-orang berkata kepadanya, "Sampaikan pendapatmu wahai penduduk dari Irak." Beberapa saat Al-Junaid menundukkan pandangannya dan air matanya pun menetes perlahan-lahan. Dia berkata, "Cinta ialah jika seorang hamba lepas dari dirinya, senantiasa menyebut nama Rabb-nya, memenuhi hak-hak- Nya, memandang kepada-Nya dengan sepenuh hati, seakan hatinya terbakar karena cahaya ketakutan kepada-Nya, yang minumannya berasal dari gelas kasih sayang-Nya, dan Allah Yang Maha Perkasa menampakkan Diri dari balik tabir kegaiban-Nya. Jika berbicara atas pertolongan Allah, jika berucap berasal dari Allah, jika bergerak atas perintah Allah, jika dia beserta Allah, dia dari Allah, bersama Allah dan milik Allah."

Mendengar ungkapannya ini semua syaikh yang hadir di sana menangis, dan mereka berkata, "Ungkapan ini sudah tidak memerlukan tambahan lagi. Semoga Allah melimpahkan pahala kepadamu wahai mahkota orang-orang yang arif."

Sebab-sebab Yang Mendatangkan Cinta kepada Allah

1. Membaca Al-Qur'an dengan mendalami dan memahami maknamaknanya,seperti yang dikehendaki, tak berbeda dengan menelaah buku yang harus dihapalkan seseorang, agar dia dapat memahami maksud pengarangnya.

2. Taqarrub kepada Allah dengan mengerjakan shalat-shalat nafilah setelah shalat fardhu, karena yang demikian ini bisa menghantarkan seorang hamba ke derajat orang yang dicintai setelah dia memiliki cinta.

3. Senantiasa mengingat dan menyebut asma-Nya dalam keadaan bagaimana pun, baik dengan lisan dan hati, saat beramal dan di setiap keadaan. Cinta yang didapatkannya tergantung dari dzikirnya ini.

4. Lebih mementingkan cinta kepada-Nya daripada cintamu pada saat engkau dikalahkan bisikan hawa nafsu.

5. Mengarahkan perhatian hati kepada asma' dan sifat-sifat Allah,mempersaksikan dan mengetahuinya. Siapa yang mengetahui Allah melalui sifat, asma' dan perbuatan-Nya, tentu dia akan mencintai-Nya. Karena itu orang-orang semacam Fir'aun dan golongan Jahmiyah menjadi perintang jalan antara hati dan Allah.

6. Mempersaksikan kebaikan, kemurahan, karunia dan nikmat Allah yang zhahir maupun yang batin, karena yang demikian ini bisa memupuk cinta kepada-Nya.

7. Kepasrahan hati secara total di hadapan Allah.

8. Bersama Allah pada saat Dia turun ke langit dunia, bermunajat kepada-Nya, membaca kalam-Nya, menghadap dengan segenap hati, memperhatikan adab-adab ubudiyah di hadapan-Nya, kemudian menutup dengan istighfar dan taubat.

9. Berkumpul bersama orang-orang yang juga mencintai-Nya secara tulus, memetikbuah-buah yang segar dari perkataan mereka, sebagaimana memetik buah yang segar dari pohon, tidak berkata kecuali jika merasa yakin perkataannya mendatangkan maslahat, menambah baik keadaanmu dan memberi manfaat bagi orang lain.

10. Menyingkirkan segala sebab yang dapat membuka jarak antara hati danAllah.

Dengan sepuluh sebab ini, maka orang yang mencintai tentu akan sampai ke kedudukan cinta dan bergabung bersama kekasih. Ada hal yang tidak kalah pentingnya dari semua itu, yaitu mempersiapkan ruh untuk mencapai keadaan ini dan membuka mata hati.

Cinta Allah dan Cinta Hamba

Pembicaraan tentang cinta ini tergantung dari dua sisi, yaitu sisi cinta hamba kepada Rabb-nya dan cinta Rabb kepada hamba-Nya. Kaitannya dengan penetapan dan penafian cinta ini, ada orang-orang yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, sehingga cinta hamba ini di atas segala gambaran cinta dan tidak ada kaitannya dengan seluruh cinta selain dari cinta itu. Inilah hakikat la ilaha illallah. Menurut mereka, cinta Allah kepada para wali, nabi dan rasul-Nya merupakan sifat tambahan dari rahmat, kebaikan dan kemurahan-Nya. Siapa yang dicintai Allah, maka rahmat, kebaikan dan kemurahan yang diterimanya lebih sempurna. Sementara golongan Jahmiyah yang meniadakan sifat cinta ini,kebalikan dari orang-orang di atas. Menurut mereka (Jahmiyah), Allah tidak mencintai dan tidak perlu dicintai. Padahal tidak memungkinkan bagi mereka untuk mendustakan nash yang ada. Mereka mena'wili beberapa nash tentang cinta hamba kepada Allah sebagai cinta kepada ketaatan dan ibadah kepada-Nya serta cinta kepada tambahan amal agar mendapatkan pahala, sekalipun mereka tetap menggunakan istilah cinta.

Mereka mena'wili cinta Allah kepada hamba sebagai kebaikan, kemurahan dan pemberian pahala kepada hamba, dan terkadang mereka mena'wilinya dengan pujian Allah kepada hamba dan pujian hamba kepada Allah, dan terkadang mereka mena'wilinya dengan kehendak.

Menurut mereka, jika kehendak Allah berkaitan dengan pengkhususan keadaan dan kedudukan yang tinggi bagi hamba, maka itu disebut cinta. Jika berkaitan dengan siksa, maka itu disebut murka. Jika berkaitan dengan kebaikan dan kenikmatan yang umum maupun khusus, maka itu disebut kemurahan. Jika berkaitan dengan penganugerahan secara tersembunyi, maka itu disebut kelemahlembutan. Begitu seterusnya. Karena mereka melihat cinta ini sebagai kehendak, sementara kehendak berkaitan dengan sesuatu yang baru dan diciptakan, tidak berkaitan dengan sesuatu yang lama, maka mereka mengingkari cinta hamba, malaikat dan rasul kepada Allah. Menurut mereka, tidak ada makna dalam cinta itu selain dari kehendak untuk mendekatkan diri, beribadah kepada-Nya dan mengagungkan-Nya. Mereka mengingkari kekhususan Ilahiyah dan ubudiyah. Padahal semua dalil, pemikiran, fitrah, qiyas dan rasa menunjukkan adanya cinta hamba kepada Rabb dan cinta Rabb kepada hamba.

Saya telah menyebutkan hampir seratus jalan dalam cinta dalam kitab Raudhatul-Muhibbin. Di sana juga saya sebutkan faidah-faidah cinta,buah kesempurnaan yang bisa dipetik orang yang mencintai, sebab-sebab dan pendorong cinta, bantahan terhadap orang yang mengingkari keberadaan cinta dan penjelasan kerusakan pendapatnya. Orang-orang yang mengingkari yang demikian ini juga mengingkari kekhususan penciptaan dan perintah. Padahal penciptaan, perintah, pahala dan siksa semata lahir karena cinta dan keagungan sifat ini. Allahlah yang menciptakan langit dan bumi, yang mencakup perintah dan larangan. Ini merupakan rahasia keyakinan terhadap Allah sebagai Ilah, dan gambaran tauhidnya adalah kesaksian tiada Ilah selain Allah.

Tidak seperti anggapan orang-orang yang mengingkari bahwa Ilah adalah Rabb dan Pencipta. Orang-orang musyrik pun menetapkan bahwa tidak ada Rabb selain Allah, tidak ada pencipta selain-Nya, bahwa Allahlah satu-satunya Pencipta dan Rabb. Hanya saja mereka tidak menetapkan tauhid Ilahiyah, yaitu gambaran lain dari cinta dan pengagungan, bahkan mereka menjadikan selain Allah sebagai sesembahanbersama Allah. Inilah syirik yang tidak akan diampuni Allah, dan pelakunya termasuk orang yang mengambil tandingan selain Allah. Firman-Nya,

"Dan, di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingantandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah." (Al-Baqarah: 165).

Allah mengabarkan bahwa siapa yang mencintai sesuatu pun selain Allah sebagaimana dia mencintai Allah, maka dia termasuk orang yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan. Berarti ini merupakan tandingan dalam cinta, bukan dalam penciptaan dan Rububiyah. Sebab siapa pun di antara penghuni dunia ini tidak bisa diangkat sebagai tandingan dalam Rububiyah. Berbeda dengan tandingan dalam cinta.

Mayoritas penghuni bumi ini telah membuat tandingan selain Allah dalam cinta dan pengagungan. Kemudian Allah melanjutkan firman-Nya,

"Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah." (Al-Baqarah: 165).

Ada dua pendapat untuk mengukur bobot makna ayat ini:

- Orang-orang yang beriman lebih cinta kepada Allah, daripada cinta orang-orang yang memiliki tandingan terhadap tandingan dan sesembahan yang dicintai dan diagungkan selain Allah.

- Orang-orang yang beriman lebih cinta kepada Allah, daripada cinta orang-orang musyrik terhadap tandingan selain Allah. Sebab cinta orang-orang Mukmin adalah cinta yang murni dan tulus, sementara cinta orang-orang musyrik bisa lenyap dengan lenyapnya sesembahan tandingan.

Dua pendapat ini masih terkait dengan firman Allah sebelumnya,

"Mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah". Ada dua makna tentang penggalan ayat ini:

- Mereka mencintai tandingan-tandingan itu sebagaimana mereka mencintai Allah. Mereka menetapkan cinta kepada Allah dan juga cinta kepada tandingan.

- Mereka mencintai tandingan-tandingan itu sebagaimana orang-orang Mukmin mencintai Allah. Kemudian dijelaskan, bahwa cinta orangorang Mukmin kepada Allah lebih besar daripada cinta orang-orang yang mempunyai tandingan terhadap sesembahan tandingan itu.

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah menguatkan pendapat pertama dan dia berkata, "Mereka dicela karena membuat persekutuan antara Allah dan sesembahan-sesembahan mereka dalam cinta, dan mereka tidak memurnikan cinta itu seperti cinta orang-orang Mukmin."

Persamaan yang disebutkan dalam firman Allah ini merupakan kisah tentang diri mereka. Ketika sudah berada di neraka, mereka berkata kepada sesembahan-sesembahan itu, saat sesembahan itu dihadirkan bersama mereka,

"Demi Allah, sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata, karena kita mempersamakan kamu dengan Rabb semesta alam."(Asy-Syu'ara': 97-98).

Seperti yang sudah diketahui bersama, mereka tidak mempersamakan sesembahan-sesembahan itu dengan Allah dalam masalah penciptaan dan Rububiyah, tapi mempersamakan mereka dalam cinta dan pengagungan. Ini pula makna persekutuan yang disebutkan dalam firman Allah,

"Tapi orang-orangyang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Rabb mereka." (Al-An'am: 1).

Artinya, mereka mempersekutukan selain Allah dalam ibadah, yang berarti cinta dan pengagungan. Inilah pendapat yang paling benar. Allah juga befirman,

"Katakanlah, 'Jika kalian (benar-benar) mencintaiAllah, ikutilah aku,niscaya Allah mencintai kalian." (Ali Imran: 31).

Ini disebutkan ayat cinta. Abu Sulaiman Ad-Darany berkata, "Ketika hati manusia mengaku mencintai Allah, maka Allah menurunkan ayat ini sebagai ujian bagi mereka."

Diantaraorangsalafada yang berkata, "Firman Allah, 'NiscayaAllah mencintai kalian', mengisyaratan kepada bukti cinta, buah dan manfaatnya. Buktinya dan tanda cinta adalah mengikuti Rasul. Buah dan manfaatnya adalah balasan cinta. Siapa yang tidak mengikuti Rasul, berarti tidak akan memetik buah cinta."

Allah juga befirman tentang cinta ini,

"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kalian yang murtad dari agamanya, maka kelak akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang Mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah dan yang tidak takut terhadap celaan orang yang suka mencela." (Al-Maidah:54).

Di dalam ayat ini Allah menyebutkan empat tanda:

- Mereka adalah orang-orang bersikap lemah lembut terhadap orangorang Mukmin. Menurut Atha', sikap ini seperti sikap orang tua terhadap anaknya.

- Bersikap keras terhadap orang-orang kafir. Sikap mereka terhadap orang-orang kafir ini seperti singa yang menghadapi mangsanya.

- Berjihad dengan jiwa, tangan, lisan dan harta. Ini merupakan perwujudan pengakuan cinta.

- Tidak peduli terhadap celaan orang yang suka mencela karena urusan Allah. Ini merupakan tanda cinta yang sebenarnya. Sebab setiap orang yang mencintai tentu tidak lepas dari celaan orang lain karena cintanya terhadap sang kekasih.

Allah juga befirman,

"Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan adzab-Nya. Sesungguhnya adzab Rabbmu adalah suatu yang (harus) ditakuti." (Al-Isra': 57).

Di dalam ayat ini Allah menyebutkan tiga kedudukan:

- Cinta, yang merupakan cara untuk taqarrub kepada Allah.

- Bertawassul kepada Allah dengan amal-amal shalih.

- Mengharap dan takut. Artinya mengharapkan rahmat dan takut adzab.

Sebagaimana yang sudah diketahui, engkau tidak bisa hidup kecuali berada di dekat kekasih yang engkau cintai. Kesukaan berdekatan dengannya harus mengikuti cinta kepada dzatnya. Bahkan kecintaan kepada dzatnya akan mendatangkan kecintaan untuk selalu dekat dengannya.

Golongan Jahmiyah tidak menerima pendapat ini. Menurut mereka, Dzat Allah tidak bisa didekati sedikit pun dan Dzat-Nya tidak mendekati sesuatu pun. Dzat-Nya tidak bisa dicintai dan tidak mencintai. Mereka mengingkari kehidupan hati, kenikmatan ruh, kesenangan hati dan kenikmatan yang paling tinggi di dunia dan di akhirat. Karena itu hati mereka disifati dengan kekerasan, antara diri mereka dan Allah ada hijab, sehingga mereka tidak bisa mencintai dan mengetahui Allah. Firman-Nya,

"Padahal tidak seorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan semata-mata) karena mencari Wajah Allah Yang Maha tinggi." (Al-Lail: 20-21).

Orang-orang yang berbuat kebaikan, mendekatkan diri dan mencintai Allah adalah mereka yang menghendaki Wajah-Nya. Menghendaki wajah Allah ini menimbulkan kenikmatan memandang Wajah-Nya pada hari akhirat, sebagaimana yang disebutkan dalam Mustadrak Al-Hakim dan dalam Shahih Ibnu Hibban di dalam hadits marfu' dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, bahwa beliau biasa membaca doa, "Ya Allah, dengan pengetahuan-Mu tentang yang gaib dan kekuasaan-Mu atas makhluk, hidupkanlah aku selagi hidup ini baik bagiku, dan matikanlah aku selagi mati baik bagiku. Aku memohon ketakutan kepada-Mu saat sepi dan ramai. Aku memohon kepada-Mu kalimat yang benar saat marah dan ridha. Aku memohon kepada-Mu kesederhanaan saat fakir dan kaya. Aku memohon kepada-Mu kenikmatan yang tidak habis. Aku memohon kepada-Mu kesenangan hati yang tidak terputus. Aku memohon kepada-Mu ridha setelah qadha' dan hidup yang dingin setelah kema-tian. Aku memohon kepada-Mu kenikmatan memandang Wajah-Mu. Aku memohon kepada-Mu kerinduan berjumpa dengan-Mu, tanpa ada kesem-pitan dan mudharat, tanpa ada cobaan yang menyesatkan. Ya Allah, hiasi-lah kami dengan hiasan iman dan jadikanlah kami pemberi petunjuk orang-orang yang mengikuti petunjuk."

Di dalam hadits yang mulia ini terkandung penetapan kenikmatan memandang Wajah Allah dan kerinduan berjumpa dengan-Nya. Sementara menurut pendapat golongan Jahmiyah, Allah tidak mempunyai Wajah dan kalaupun punya tidak bisa dipandang, apalagi mendatangkan kenikmatan.

Di dalam Ash-Shahih disebutkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, dia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

”Tiga perkara, siapa yang apabila tiga perkara ini ada padanya, maka dia akan mendapatkan manisnya iman, yaitu: Hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada (cintanya kepada) selain keduanya, dia mencintai seseorang dan tidak mencintainya melainkan karena Allah, dan dia benci kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya dari kekufuran itu, sebagaimana dia bend dilemparkan ke neraka."

Al-Qur'an dan As-Sunnah banyak ditebari pengabaran tentang orang-orang yang dicintai Allah, yaitu kalangan hamba-hamba-Nya yang beriman, yang diikuti dengan pengabaran hal-hal yang dicintai-Nya,berupa amal, perkataan dan akhlak mereka. Di sana juga disebutkan hal-hal kebalikannya yang dibenci Allah.

Andaikata masalah cinta ini gugur, maka gugur pula seluruh kedudukan iman dan kebaikan, karena cinta merupakan ruh semua kedudukan dan amal. Jika kedudukan atau amal tidak ada cinta, maka seperti jasad mati yang tidak memiliki ruh. Penisbatan cinta kepada amal seperti penisbatannya ikhlas dengan amal. Bahkan cinta ini merupakan hakikat ikhlas. Siapa yang tidak memiliki cinta kepada Allah, maka dia dianggap tidak berserah diri kepada-Nya.

Tingkatan-tingkatan Cinta

1. Alaqah. Disebut alaqah (hubungan atau kaitan), karena adanya hubungan antara hati dengan sang kekasih.

2. Iradah (kehendak), yaitu kecenderungan hati kepada yang dicintai dan dicarinya.

3. Shababah, yaitu tumpahnya hati kepada kekasih yang tidak terbendung,seperti tumpahnya air ke tempat curahan.

4. Gharam (cinta yang menyala), yaitu cinta yang benar-benar merasuk ke dalam hati dan tidak dipisahkan darinya.

5. Widad (kasih), merupakan sifat cinta dan intinya. Al-Wadud merupakan sifat Allah. Ada dua makna tentang sifat ini: Allah yang dicintai, dan Allah yang mencintai hamba, seperti sifat-Nya Al-Ghafur, yang berarti memberi ampun dan yang menerima ampunan serta taubat.

6. Syaghaf (cinta yang mendalam), artinya sampainya cinta ke hati yang paling dalam, seperti cintanya Al-Aziz terhadap Nabi Yusuf Alaihis-Salam.

7. Isyq, yaitu cinta yang memuncak dan berlebih-lebihan, sehingga dikha-watirkan akan menimbulkan dampak terhadap orangnya.

8. Tatayyum, atau penghambaan dan merendahkan diri. Taimullah artinya hamba Allah. Yutmu artinya kesendirian. Mutayyam artinya orang yang menyendiri dengan cintanya, seperti kesendirian anak yatim karena ditinggal mati ayahnya.

9. Ta'abbud. Ini setingkat di atas tatayyum. Yang disebut hamba ialah yang dirinya telah dikuasai sang kekasih dan tak ada sesuatu pun yang menyisa bagi dirinya. Semua yang ada pada dirinya menjadi milik kekasihnya,zhahir maupun batin. Inilah yang disebut hakikat ubudiyah. Siapa yang sempurna ta'abbud-nya, maka sempurna pula tingkatannya. Jika martabat anak Adam sudah mencapai kesempurnaan ini,maka Allah menempatkannya pada kedudukan yang mulia. Saya pernah mendengar Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Saya mencapai martabat ini berkat kesempurnaan ubudiyah kepada Allah dan kesempurnaan ampunan Allah."

Hakikat ubudiyah ialah cinta yang sempurna, merendahkan diri kepada kekasih dan tunduk kepadanya. Bangsa Arab biasa berkata,"Thariqun ma'bad", artinya jalan yang sudah ditundukkan dan halus karena sering dilewati.

10.Khallah, yaitu cinta yang sudah merasuk ke dalam ruh dan hati orang yang mencintai, sehingga di dalamnya tidak ada tempat bagi selain kekasihnya. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,"Sesungguhnya Allah menjadikan aku sebagai kekasih, sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih."

Inilah rahasia di balik sikap Ibrahim Al-Khalil yang menyembelih putranya dan belahan hatinya. Sebab ketika Kekasih meminta putra beliau, maka beliau langsung menyerahkannya. Kekasih akan cemburu terhadap kekasihnya jika di dalam hatinya ada tempat bagi selain dirinya. Maka Allah memerintahkan Ibrahim untuk membunuh putranya yang tercinta, agar di dalam hati beliau tidak ada cinta yang lain. Pengarang Manazilus-Sa'irin berkata, "Cinta adalah keterkaitan hati, antara hasrat dan kejinakan." Artinya, cinta adalah keterkaitan hati dengan kekasih, dengan suatu kaitan yang disertai hasrat orang yang mencintai dan kejinakannya dengan kekasih serta pengesaan keterkaitan itu, sehingga tidak ada tempat di dalamnya bagi selain kekasih. Cinta merupakan lembah kefanaan yang pertama dan merupakan rambu-rambu yang menggugah kewaspadaan. Cinta merupakan tanda orang-orang yang berjalan kepada Allah, petunjuk jalan dan penghubung antara hamba dan Allah."

Ada tiga derajat cinta, yaitu:

1. Cinta yang memotong bisikan-bisikan, yang membuat pengabdian terasa nikmat dan yang membuat musibah terasa menggembirakan. Cinta dan bisikan-bisikan merupakan dua hal yang saling bertentangan. Cinta mengharuskan hati untuk mengingat kekasih semata, sedangkan bisikan-bisikan membuat hati lupa sang kekasih, sehingga ia mengingat selainnya. Perbedaan di antara keduanya seperti perbedaan antara mengingat dan melupakan. Hasrat cinta ialah menyingkirkan keterkaitan hati antara kekasih dan selainnya, dan sekaligus ini merupakan sebab munculnya bisikan-bisikan. Seorang pecinta yang sesungguhnya sama sekali tidak akan membiarkan rongga di dalam hatinya untuk diisi bisikan-bisikan, karena hatinya sudah sibuk dengan keberadaannya di hadapan kekasih. Bukankah bisikan-bisikan ini hanya ada di dalam hati orang-orang yang lalai dan berpaling dari Allah? Bagaimana mungkin cinta dan bisikan-bisikan bisa menyatu?

Orang yang mencintai tentu akan merasakan kenikmatan karena dapat mengabdi kepada kekasih. Dia tidak pernah merasa penat karena pengabdiannya itu. Orang yang mencintai juga lupa terhadap musibah yang menimpanya karena dia sudah mendapatkan kenikmatan cinta. Seakan-akan dia memperoleh tabiat lain yang bukan tabiatnya sebagai manusia. Bahkan karena kekuasaan cinta ini, dia tetap merasakan kenikmatan sekalipun musibah yang datang dari kekasihnya amat banyak. Dia tidak lagi peduli terhadap bagian dan keinginan dirinya.

Syaikh juga berkata, "Ini merupakan cinta yang tumbuh karena melihat karunia, yang menguat karena mengikuti As-Sunnah dan berkembang karena doa kefakirannya dikabulkan." Cinta ini muncul karena hamba melihat karunia yang dilimpahkan Allah, berupa nikmat zhahir dan batin. Seberapa jauh dia bisa melihat karunia ini, maka sejauh itu pula kekuatan cintanya. Sesungguhnya hati itu diciptakan untuk mencintai sesuatu yang dianggapnya berbuat baik kepadanya dan membenci yang berbuat jahat kepadanya. Sementara tak ada satu kebaikan pun yang diperoleh hamba melainkan datang dari Allah dan tidak ada kejahatan terhadap dirinya kecua-li datang dari syetan.

Karunia terbesar yang diberikan Allah kepada hamba-Nya adalah menjadikannya mencintai Allah, mengetahui-Nya, mengharapkan Wajah-Nya dan mengikuti kekasih-Nya. Dasar hal ini adalah cahaya yang dimasukkan Allah ke dalam hati hamba. Jika cahaya ini menyelusup ke dalam hati dan dirinya, maka dirinya menjadi berbinar binar dan kegelapan menyingkir darinya. Sebab cahaya dan kegelapan tidak akan menyatu, kecuali setelah salah satu di antara keduanya menyingkir. Pada saat itulah ruh berada di antara keengganan dan kejinakan di samping kekasih yang pertama. Cahaya ini seperti matahari di dalam hati orang-orang yang taqarrub, atau seperti bulan purnama di dalam hati ashhabul-yamin, atau seperti bintang di dalam hati orang-orang Mukmin secara umum. Cinta bisa menguat karena mengikuti As-Sunnah, artinya mengikuti Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dalam perkataan, perbuatan dan akhlak. Kekuatan dan keteguhan cinta ini tergantung dari kekuat-an mengikuti beliau. Jika ada kelemahan dalam mengikuti, maka cinta pun melemah pula. Mengikuti Rasulullah ini menumbuhkan cinta dan status sebagai hamba yang dicintai. Suatu urusan tidak akan menjadi sempurna kecuali dengan dua hal ini. Yang menjadi pertim-bangan bukan bagaimana engkau mencintai Allah, tapi bagaimana Allah mencintaimu. Allah tidak akan mencintaimu kecuali jika engkau mencintai kekasih-Nya, secara zhahir dan batin, di samping engkau juga harus membenarkan pengabarannya, menaati perintahnya, memenuhi seruannya, mendahulukan kepentingannya, tidak me-ngacu kepada hukum selainnya, tidak mencintai orang selainnya, tidak menaati orang selainnya.

Doa berkembang karena doa kefakiran dikabulkan, artinya orang yang berdoa melakukan amal yang banyak tapi seakan dia tidak melakukannya. Yang diharapkannya hanyalah kefakiran, karena jalan kefakiran enggan jika pelakunya merasa telah memiliki peran dan amal,kedudukan atau keadaan. Dia ingin menemui Allah dalam keadaan fakir. Maka tidak dapat diragukan bahwa cinta akan tumbuh dari kesaksian ini.

2. Cinta yang mendorong untuk mementingkan Allah daripada selain-Nya, menggerakkan lisan untuk menyebut nama-Nya, menggantungkan hati kepada kesaksian-Nya. Ini adalah cinta yang muncul karena memperhatikan sifat-sifat, melihat tanda-tanda kekuasaan dan melatih diri berada dalam kedudukan.

Derajat ini lebih tinggi dari derajat pertama, karena pertimbangan sebab dan tujuannya. Sebab derajat pertama adalah melihat karunia dan kebaikan Allah. Sedangkan sebab derajat ini adalah memperhatikan sifat-sifat Allah, mempersaksikan makna tanda-tanda kekuasaan-Nya yang didengarkan atau yang dilihat dan melatih diri dalam kedudukan Islam serta iman. Karena itu derajat ini lebih tinggi dari derajat pertama. Karena kesempurnaan dan kekuatan cinta, maka orang yang mencintai meninggalkan hal-hal selain Allah, lebih mementingkan Allah daripada selain-Nya, dan membuat lisannya senantiasa menyebut nama-Nya.

Kemudian jika hati menggantungkan kesaksian kepada Allah, maka seakan-akan hati itu tidak lagi menyaksikan selain-Nya. Ini adalah cinta yang muncul karena memperhatikan sifat-sifat. Artinya, pertama cinta itu harus dikukuhkan. Kedua, mengetahui sifat-sifat-Nya. Ketiga, tidak menyimpang dari nash-Nya. Keempat, tidak membuat penyerupaan dengan-Nya. Memperhatikan sifat-sifat-Nya yang bisa menumbuhkan cinta tidak akan sempurna kecuali dengan empat perkara ini.

Melihat tanda-tanda kekuasaan artinya melihat dengan pikiran dan mengambil pelajaran dari tanda-tanda kekuasaan yang bisa disaksikan dan tanda-tanda kekuasaan yang bisa didengarkan. Semua ini bisa mendorong munculnya kekuatan cinta kepada Allah. Begitu pula melatih diri berada dalam kedudukan Islam dan iman, yang bisa memupuk cinta kepada Allah.

3. Cinta yang menyambar, yang memotong ungkapan, yang menepis isyarat dan yang tidak habis disifati.

Cinta yang menyambar artinya menyambar hati orang yang mencintai, ketika dia melihat keelokan kekasih. Hal ini diisyaratkan Syaikh kepada kefanaan dalam cinta dan kesaksian. Ungkapan akan terputus tanpa disertai hakikat cinta itu dan isyarat pun tidak akan sampai kepadanya, karena hakikat cinta ini di atas ungkapan dan isyarat. Syaikh berkata, "Cinta adalah poros keadaan ini, sedangkan selainnya adalah mengharapkan sesuatu dari kekasih. Cinta ini disifati lisan, yang diseru akhlak dan diharuskan akal."

Cinta pada derajat ketiga ini merupakan poros keadaan orang-orang yang berjalan kepada Allah, karena cinta ini bersih dari noda, kotoran dan cacat. Sedangkan selainnya adalah orang yang mengharapkan sesuatu dari kekasihnya. Cinta ini selalu disebut-sebut dan disifati lisan, yang tidak bisa didapatkan dengan suatu sebab dan tidak bisa dinyatakan dengan suatu ungkapan. Diharuskan akal, artinya bahwa akal itu menetapkan keharusan mendahulukan cinta kepada Allah daripada cinta kepada diri sendiri, keluarga, harta, anak dan selain-Nya. Siapa yang akalnya tidak memutuskan seperti ini, maka tidak ada peran dalam akalnya itu. Sebab akal, fitrah, syariatdanpandangan, semuanya mengajak untuk mencintai Allah.

www.nuralmukmin.com/index.php?.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar