Kamis, 14 Juni 2012

ASWAJA

NAMA

AGUSTINA PANCA KHOIROH

NIM

229005

FAKULTAS

TARBIYAH VI A

Pemikiran Sunni terus berkembang sesuai dengan konteks. Setiap kurun waktu dan generasi terjadi upaya pemahaman baru dan aktualisasi yang mengacu pada kontekstualisasi doktrin sehingga dapat diterima oleh mayoritas umat Islam. Pasca Abu Hasan al-Asyari pemikiran ini diteruskan oleh al-Baqillani. Dan berturut-turut muncul Imam al-Haramain, Muhammad al-Ghazali, al-Syahrastani, al-Razi, Adhuddin al-Iji, Muhammad Sanusi, al-Bajuri, al-Dasuqi dan Zaini Dahlan. Dari rentang waktu tersebut, kontribusi besar yang tidak dapat diupayakan adalah kemajuan nalar di masa generasi Ibn Hazm al-Andalusi yang berani melakukan ta’ wil al-Quran. Karena itulah pemikiran Sunni lahir dari sebuah proses panjang dan terformulisasi sesuai dengan tuntunan zaman.

Tokoh-tokoh Sunni sepanjang masa di atas memberikan konstribusi pemikiran keislaman yang mengedepankan tawassuth, tawazun, I’tidal dan tasamuh. Misalnya, Hasan al-Bashri, meskipun hidup di tengah iklim politik yang panas, beliau tidak pernah menunjukkan sikap konfrontatif atau akomodatif. Dalam kondisi umat Islam yang terbelah antara pendukung Muawiyah dan Ali bin abi Thalib, Hasan Bashri bersikap netral dengan menjauhi dunia politik. Hasan Bashri memposisikan diri sebagai tokoh perekat yang mendorong dinamisasi dan harmonisasi di tengah masyarakat. Suatu ketika Hasan Bashri melarang rencana Said bin Zubair yang akan menyerang Dinasti Umayyah, tetapi ketika Said bin Zubair terbunuh di tangan Hajjaj bin Yusuf al-Tsaqafi, Hasan Bashri bereaksi keras menunjukkan kemarahannya kepada penguasa Dinasti Umayyah. Hasan Bashri pun pernah berkomentar pedas bahwa ada empat persoalan yang menjerumuskan Muawiyah ke dalam kubangan dosa besar yang salah satunya melemparkannya ke neraka. Pertama, mengubah sistem pemerintahan dari sistem khilafahan menjadi mamlakah (feodalistik). Kedua, mengankat puteranya, Yazid menjadi khalifah II. Ketiga, membunuh Hujair bin ‘Aday beserta enam orang sahabatnya. Keempat, mengangkat Ziyad bin Abin sebagai gubernur. Sikap politik Hasan Bashri cukup tegas, ia mengakui bahwa kebenaran di pihak Ali bin Abi Thalib sedangkan Muawiyah dalam posisi yang salah. Tetapi Hasan Bashri mengakui kemenangan Muawiyah atas Ali bin Abi Thalib. Sikap beliau yang moderat menjadikannya sebagai guru besar ahlussunnah wal jamaah.

Abu Hasan al-Asyari dan Ulama Sunni Lainnya

Pernyataan resmi Dinasti Abbasiah beberapa abad lalu yang membubarkan mazhab Mu’tazilah dan menggantinya dengan mazhab Sunni yang sebenarnya bisa diakatan sebagai iftikar siysian (move politik) adalah upaya untuk menghadapi gelombang kejenuhan masyarakat terhadap mazhab Mu’tazilah akibat perang akidah yang semakin mengeras.

Dalam suasana kepanikan akidah, Abu Hasan al-Asyari menawarkan konsep teologi yang berorientasi sejuk dan menyelamatkan kebingungan umat. Kelompok Mu’tazilah beranggapan bahwa relasasi alam dan Allah adalah qodim fi al-zaman dan hadits fi al-Dzat. Al-Asyari merespon pendapat Mu’tazilah bahwa Allah itu Qodim, sedangkan alam adalah hadits (baru). Dalam kesempatan lainnya al-Asyari juga merespon pendapat Mu’tazilah dan Jabariyah tentang Qadha’ dan Qadar. Abu Hasan al- Asyari berpendapat bahwa semua gerak di muka bumi adalah atas izin Allah, sedangkan manusia diberikan hak untuk berupaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar