BAB I
PENDAHULUAN
Aliran Mu’taziliyah (memisahkan diri) muncul di Basra, Irak, di abad 2 H. Kelahirannya bermula dari tindakan Wasil bin Atha' (700-750 M) berpisah dari gurunya Imam Hasan al-Bashri karena perbedaan pendapat. Wasil bin Atha' berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin bukan kafir yang berarti ia fasik. Imam Hasan al-Bashri berpendapat mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin.Ajaran Mu'taziliyah kurang diterima oleh kebanyakan ulama Sunni karena aliran ini beranggapan bahwa akal manusia lebih baik dibandingkan tradisi. Oleh karena itu, penganut aliran ini cenderung menginterpretasikan ayat-ayat Al Qur'an secara lebih bebas dibanding kebanyakan umat muslim.
Aliran Mu’tazilah dikenal sebagai aliran rasional. Kerasionalannya tergambar dalam memberikan peran akal begitu besar dalam kehidupan, sehingga implikasinya dikatakan bahwa manusia bebas menentukan perbuatannya baik atau buruk. Tuhan wajib menepati janjiNya, dan jika tidak, berarti Tuhan tidak adil, dan itu adalah mustahil bagi Tuhan. Karena itu, siapa yang berbuat baik pasti masuk syurga dan siapa yang berbuat jahat pasti akan masuk neraka. Untuk mensucikan Tuhan dari segala sesuatu yang menyerupaiNya, maka ia menolak sifat-sifat Tuhan, kecuali sifat ke-Esaan, sehingga ia menamakan dirinya Ahlul Adl Wattauhid.
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH LAHIRNYA MU’TAZILAH
Perkataan Mu’tazilah berasal dari kata I’tazala, artinya menyisihkan diri . Kaum Mu’tazilah berarti orang-orang yang menyisihkan diri. Berbeda-beda pendapat tentang sebab munasabab timbulnya firqoh Mu’tazilah itu.[1]
Golongan ini muncul pada masa pemerintahan Bani Umaiyyah, tetapi baru menghebohkan pemikiran keislaman pada masa pemerintahan Bani ‘Abbas dalam masa yang cukup panjang. Pada umumnya para ulama’ berpendapat bahwa tokoh utama Mu’tazilah adalah Washil ibn ‘Atha’. Ia adalah salah seorang peserta dalam forum ilmiah Hasan al-Bashri. Diforum ini muncul masalah yang hangat pada waktu itu,yaitu masalah pelaku dosa besar. Wasil berkata dalam menentang pendapat Hasan,”Menurut saya pelaku dosa besar sama sekali bukan mu’min, bukan pula kafir, melainkan ia berada diantara dua posisi itu.” Wasil kemudian menghindari forum Hasan dan membentuk forum baru di masjid yang sama.[2]
Dalam Shorter Encyclopedia of Islam di katakan , Hasan Basri adalah murid yang terkenal dari sahabat besar Anas Bin Malik dan telah bertamu dengan 70 orang sahabat nabi pada perang Badar. [3]
Menurut Al Bagdadi : “Washil Bin Atho’ berbeda pendapat dengan pendapat golongan-gololngan yang sudah ada (syi’ah, Khawarij, Salaf. ). Dia beranggapan bahwa orang yan fasiq dari umat Islam ini tidaklah mukmin dan tidak pula kafir, menjadikannya fasiq berada pada suatu tempat antara dua tempat antara kafir dan iman. Tatkala Imam Hasan Al Basri mendengar sebelumnya bid’ahnya. Washil yang bertentangan dengan gololngan-golongan, dia lalu menghindar dari majlis. Dia (Washil) menyandiri pada suatu sudutdi antara sudut-sudut masjid kota Basrah. Dia di dukung oleh temannya Amr Bin Ubaid Bin Bab, seperti layaknya seorang budak laki-laki di tolong oleh budak perempuan. Mulai waktu itu masyarakat mengatakan bahwa
keduanya telah mengasingkan diri dari pendapat ummat. Dan sejak waktu itu pula pengikut keduanya dinamakan Mu’tazilah.” [4]
Aliran Mu’tazilah cepat berkambang menjadi aliran yang membahas tentang persoalan-persoalan Ilmu Kalam lebih mendalam dan bersifat filosofis dari pada yang di bahas aliran-aliran sebelumnya. Dalam pembahasan masalah banyak menggunakan akal, sehingga akhirnya terkenal dengan sebutan “Aliran Rasionalis Islam”.[5]
Aliran Mu’tazilah adalah suatu pergerakan yang menekankan kepada dasar rasional bagi prinsip-prinsip dasar keparcayaan agama. Sikap rasionalisme ini sangat menonjol, dimana mereka lebih mengagungkan kecemerlangan pendapat akal dari pada dalil nakl (nulikan wahyu). Maka oleh karena itu aliran ini bersifat Individualistis dan bercorak ragam maksudnya tiap-tiap individu dari tokoh-tokoh Mu’tazilah pada umumnya mempunyai konsep dan pandangan sendiri-sendiri dalam bermacam-macam masalah. Misalnya ketika memperdalam pembahasan suatu masalah dan menganalisanya dengan di dasarkan atas pikiran-pikiran filsafat Yunani dan sebagainya. Meskipun demikian telah ada kesepakatan lima pokok dasar yang harus di pegang setiap orang yang mengaku dirinya orang Mu’tazilah, sebagai pengikat/keseragaman ajaran mereka, Abu Hasan al-Khayyath dalam bukunya al-intishar mengatakan,”Tidak seorang pun berhak mengaku sebagai penganutMu’tazilah sebelum ia mengkui al-Ushul al-Khamsah (lima dasar) ”, yaitu al-tauhid, al-adl, al-wa’d wa al wa’id, al-manzilah bain al-manzilataini dan al-amr bi al ma’ruf wa al- nahi ‘an al-munkar. Jika telah mengakui semuanya, baru bisa di sebut pengnut Mu’tazilah.
B. Ajaran-ajaran Mu’tazilah ( al-Ushul al-Khamsah ) :
1. Al Tauhid ( Ke-Esa-an )
Tuhan dalam paham Mu’tazilah betul-betul Esa dan tidak ada sesuatu yang serupa denganNya. Ia menolak paham anthromorpisme (paham yang menggambarkan Tuhannya serupa dengan makhlukNya) dan juga menolak paham beatic vision (Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala) untuk menjaga kemurnian Kemaha esaan Tuhan, Mu’tazilah menolak sifat-sifat Tuhan yang mempunyai wujud sendiri di luar Zat Tuhan. Hal ini tidak berarti Tuhan tak diberi sifat, tetapi sifat-sifat itu tak terpisah dari ZatNya. Mu’tazilah membagi sifat Tuhan kepada dua golongan :
a. Sifat-sifat yang merupakan esensi Tuhan, disebut sifat dzatiyah, seperti al Wujud - al Qadim – al Hayy dan lain sebagainya.
b. Sifat-sifat yang merupakan perbuatan Tuhan, disebut juga dengan sifat fi’liyah yang mengandung arti hubungan antara Tuhan dengan makhlukNya, seperti al Iradah – Kalam – al Adl, dan lain-lain.[6]
Kedua sifat tersebut tak terpisah atau berada di luar Zat Tuhan, Tuhan Berkehendak, Maha Kuasa dan sifat-sifat lainnya semuanya bersama dengan Zat. Jadi antara Zat dan sifat tidak terpisah.
Pandangan tersebut mengandung unsur teori yang dikemukakan oleh Aristoteles bahwa : penggerak pertama adalah akal, sekaligus subyek yang berpikir.[7]
2. Al ‘Adl (Keadilan )
Paham keadilan dimaksudkan untuk mensucikan Tuhan dari perbuatanNya. Hanya Tuhan lah yang berbuat adil, karena Tuhan tidak akan berbuat zalim, bahkan semua perbuatan Tuhan adalah baik. Untuk mengekspresikan kebaikan Tuhan, Mu’tazilah mengatakan bahwa wajib bagi Tuhan mendatangkan yang baik dan terbaik bagi manusia. Dari sini lah muncul paham al Shalah wa al Aslah yakni paham Lutf atau rahmat Tuhan. Tuhan wajib mencurahkan lutf bagi manusia, misalnya mengirim Nabi dan Rasul untuk membawa petunjuk bagi manusia.[8]
Keadilan Tuhan menuntut kebebasan bagi manusia karena tidak ada artinya syari’ah dan pengutusan para Nabi dan Rasul kepada yang tidak mempunyai kebebasan. Karena itu dalam pandangan Mu’tazilah, manusia bebas menentukan perbuatannya.
3. Al Wa’d wa al Wa’id (Janji dan Ancaman)
Ajaran ini merupakan kelanjutan dari keadilan Tuhan, Tuhan tidak disebut adil jika ia tidak memberi pahala kepada orang yang berbuat baik dan menghukum orang yang berbuat buruk, karena itulah yang dijanjikan oleh Tuhan. QS. Al Zalzalah ayat 7-8. Terjemahnya : “Barang siapa yang berbuat kebajikan seberat biji zarrah, niscaya dia akan lihat balasannya, dan barang siapa yang berbuat keburukan seberat biji zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya pula.”
4. Manzilah Baina Manzilatain (Posisi di antara dua tempat )
Posisi menengah atau fasik dalam ajaran Mu’tazilah di tempati oleh orang-orang Islam yang berbuat dosa besar. Pembuat dosa besar bukan kafir karena masih percaya kepada Tuhan dan Nabi Muhammad saw, tetapi tidak juga dapat dikatakan mukmin karena imannya tidak lagi sempurna, maka inilah sebenarnya keadilan (menempatkan sesuatu pada tempatnya), akan tetapi di akhirat hanya ada syurga dan neraka, maka tempat bagi orang-orang yang berbuat dosa adalah di neraka, hanya saja tidak sama dengan orang-orang kafir sebab Tuhan tidak adil jika siksaannya sama dengan orang kafir. Jadi lebih ringan dari orang kafir.[9]
5. Amar Ma’ruf , Nahi Munkar. ( Memerintahkan Kebaikan dan MelarangKeburukan )
Perintah berbuat baik dan mencegah kemungkaran adalah suatu kebajikan bagi semua umat Islam. Seruan amar ma’ruf nahi munkar bisa dilakukan dengan hati, tetapi jika memungkinkan dapat dilakukan dengan seruan bahkan dengan tangan dan pedang. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi yang artinya : “Barang siapa yang melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangan, jika tidak mampu, maka dengan lisannya, dan jika tidak mampu maka dengan hati, itulah serendah-rendahnya iman”.
Sejarah pemikiran Islam menunjukkan betapa giatnya orang-orang Mu’tazilah mempertahankan Islam terhadap kesesatan yang tersebar luas pada permulaan masa ‘Abbasia yang hendak menghancurkan kebenaran-kebenaran Islam, bahkan mereka tidak segan-segan menggunakan kekerasan dalam melakukan prinsip tersebut.
C. TOKOH-TOKOH ALIRAN MUKTAZILAH
Tokoh-tokoh aliran mu’tazilah banyank jumlahnya dan masing-masing mempunyai pikiran dan ajaran-ajaran sendiri yang berbeda-beda dengan tokoh-tokoh sebelumnya atau tokoh-tokoh pasda masanya, sehingga masing-masing tokoh mempunyai aliran sendiri-sendiri. Dari segi geografis,aliran muktazilah dibagimenjadi dua, yaitu aliran mu’tailah basrah dan aliran mu’tazilah baghad. Aliran basrah lebih dahulu munculnya, lebih banyak mempunyai kepribadian sendiri dan yang pertama-tama mendirikan aliran mu’tazilah.
Perbedaan antara kedua aliran muktazilah tersebut pada umumnya disebabkan karena situasigeografis dan kulturil. Kota basrah lebih dahulu didirikan dari pada kota Baghdad an lebih dahulu mengenal peraduan aneka ragam kebudayaan dan agama. Dalam pada itu, meskipun Baghdad kota terbelakang didirikan, namun oleh khalifah Abbasiyah dijadikan menjadi ibu kota khalifah.
Tokoh-tokoh aliran basrah antara lain:
1. Wasil bin ‘ata (80-131 H/699-748 M)
Nama lengkapnya wasil bin ‘ata al ghazal.ia terkenal sebagai pendiri aliran mu’tazilah dan menjadi pimpinan/kepala yang pertama. Ia pula yang terkenal sebagai orang yang meletakkan lima prinsip aliran muktazilah.
2. Al-‘allaf (135-226H/752-840 M)
Nama lengkapnya adalah abdul huzail Muhammad bin alhuzail al-allaf sebutan al-allaf diperolehnya karena rumahnya terletak dikampung penjual makanan binatang. Ia guru pada usman at-tawil,murid wasil. Puncak kebesarannya dicapainya pada masa al ma’mun, karena khalifah ini pernah manjadi murinya dalam perdebatan mengenai soal agama dan aliran pada masa-masanya. Hidupnya penuh dengan perdebatan dengan orang zindiq(orang pura-pura islam), skeptis, majusi, zoroasterdan menurut riwayat ada 3000 orang yang masuk islam ditanganya.
3. An nazzham (wafat 231 H/845 M)
Nama lengkapnya adalah ibrahim bin sayyar bin hani an-nazzham, tokoh mu’tazilah yang terkemuka,lancer berbicara, banyak mendalami filsafat dan banyak pula karyanya. Ketika ia kecil ia banyak bergaul engan orang-orang bukan islam, dan sesudah dewasa ia banyakberhubungan dengan filoso-filosof yang hidup pada masanya, serta banyakmengambil pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh mereka.
4. Al- jubbai (wafat 303 H/915 M)
Nama lengkapnya adalah abu ali Muhammad bin ali al-jubbai,tokoh mu’tazilah basrah dan murid dari as-syahham (wafat 267 H/ 885 M), tokoh mu’tazilah juga. Al-jubbai dan anaknya, yaitu abu hasyim al-jubbai, mencerminkan akhir masa kejayaan aliram mu’tazilah.[10]
5. Bisjr bin al-muktamir (wafat 226H/840 M)
Ia adalah pendiri aliran muktazilah di baghda. Pandangan-pandangannya mengenai kesusasteraan, sebagaimana yang banyak dikutip oleh al-jahi dalam bukunya al bayan wat-tabyin,menimbulkan dugaan bahwa ia adalah orang yang pertama-tama mengadakan ilmu baghda.[11]
6. Al-chayyat ( wafat 300H/912 M)
Ia adalah abu al-husein al khayyat, yermasuk tokoh mu’tazilah Baghdad, dan pengarang buku “al-intisar” yang dimaksudkan untuk membela aliran mu’tazilah dari serangan abnu ar rawandi. Ia hidup pada masa kemunduran aliranmu’tazilah
7. Al-qadhi abdul jabber (wafat 1024 Mdi ray)
Ia juga hiduppada masa kemunduran mu’tazilah. Ia diangkat menjadi kepala hakim (qadhi al-qudhat) oleh ibnu abad. Diantara karangan-karangannya adalah alsan tentan pokok ajaran aliran mu’tazilah.terdiri dari beberapa jilid,dan banyak dikutip oleh as-syarif al murtadha[12]
8. Az-zamaihsyari (467-538 H/1075-1144 M)
Nama lengkapnya adalah jar allah abul qasim muhammad bin umar kelahiran zamachsyar, sebuah dusun di negeri chawarazm (sebelah selatan lautan Qaswen). Iran. Sebutan “jarullah” yang berarti tetangga allah, dipakainya karena ia lama tinggal dimakkahsan bertempat di sebuah rumah dekat ka’ba.selama hidupnya ia banyak mengaakan perjalanan, dari negeri kelahirannya menuju Baghdad, kemudian ke makkah untuk bertempat disana beberapa tahun lamanya dan akhirnya ke jurjan_persi-iran) dan disana ia menghembuskan nafasya yang penghabisan.
Pada diri az-zamachsyari terkumpul karya aliran muktazilah selama kurang lebih empat abad. Ia menjadi tokoh dalam ilmu tafsir, nahwu (grammatika) dan pramasastra (lexicology), seperti yang dapat kita lihat balam tafsirnya “al-kassaf”, dan kitab-kitab lainnya seperti “al-faiq”. “asasul balaghah” dan “al-mufassal”.
D. PENGARUH dan ANALISIS ALIRAN MU’TAZILAH
Sejak Islam tersebar luas, banyaklah bangsa-bangsa yang memeluk islam. Tetapi tidak semua pemeluk yang baru masuk Islam itu dengn ikhlas. Ketidakikhlasan itu semakin tampak sejak khalifah Mu’awiyah. Mereka itu sebenarnya musuh Islam dalam selimut. Diantara musuh-musuh itu ialah golongan Syi’ah ekstrim (Ashabul Qulat) yang banyak mempunyai unsur kepercayaan yang menyimpang jauh dari ajaran Islam. Dalam keadaan dan situasi seperti ini muncullah firqoh Mu’tazilah yang segera berkembang pesat dan mempunyai sistem berfikir yang lebih menonjolkan akal fikiran. Karena itu mereka dinamakan Rasionalisme Islam.
Mu’tazilah ini ternyata banyak terpengaruh oleh unsur-unsur dari luar. Antara lain dari kalangan orang Yahudi, sehingga mereka berpendapat bahwa Al Qur’an itu Hadits. Pengaruh yang sama dari orang-orang Kristen. Orang-orang Mu’tazilah giat mempelajari filsafat Yunani untuk mempertahankan pendapat-pendapatnya, terutama filsafat Plato dan Aristoteles. Ilmu logika sangat menarik perhatiannya, karena menunjang berfikir logis. Memang Mu’tazilah lebih mengutamakan akal fikiran, dan sesudah itu baru Al Qur’an dan Hadits. Hal ini berbeda dengan golongan Ahlus Sunnah, yang mendahulukan Al Qur’an dan Hadits, kemudian baru akal fikiran.
Ajaran agama tampaknya bertentangan dengan akal fikiran, Mu’tazilah membuangnya jauh-jauh, sekalipun ada petunjuk dari nash. Isra’ dan Mi’raj Nabi dengan roh dan jasad, kebangkitran manusian dari kubur (hasyrul ajsad) dianggapnya bertentangan dengan akal fikiran.
Pemikiran keagamaan Mu’tazilah yang demikian itu ditolak oleh faham Sunni. Penafsiran Al Qur’an tidak boleh sama sekali menonjolkan akal fikiran. Sesuai dengan Hadits Nabi, yaitu: “barang siapa menafsirkan Al Qur’an dengan pendapat akal fikiran saja, maka hendaklah menyiakan dirinya dalam neraka” (HR Turmudzi dan Nasa’i).[13]
Adapun ciri-ciri Mu’tazilah ialah suka berdebat, terutama di hadapan umum. Mereka yakin akan kekuatan akal fikiran, karena itulah mereka suka berdebat dengan siapa saja orang yang berbeda pendapat dengannya.
Mu’tazilah berpendapat bahwa pengertian baik dan buruk itu adalah didasarkan atas akal fikirannya sendiri. Karena sesuatu itu adalah baik, maka Tuhan memerintahkannya. Dan karena sesuatu itu adalah buruk, maka Tuhan melarang mengerjakannya. Untuk mengetahui perbedaan baik dan buruk, manusia diberi akal fikiran.
Jasa kaum Mu’tazilah terhadap filsafat Islam yang datang kemudian juga besar, karena aliran Mu’tazilah adfalah orang-orang Islam yang pertama membuka pintu filsafat, menterjemahkan buku-bukunya serta meratakan jalan bagi orang-orang yang datang kemudian. Adapun pengaruh Mu’tazilah terhadap filsafat dapat dikemukakan sebagai berikut :
- Usaha pemaduan agama dan filsafat
Usaha pemaduan agama dengan filsafat dan mengambil jalan tengah merupakan rintisan dan karya pikiran yang penting dari aliran Mu’tazilah, dan yang diwariskan kepada orang-orang yang datang sesudahnya.
- Penghargaan terhadap kemampuan akal
Karena orang-orang Mu’tazilah asyik mempelajari filsafat dan banyak pula terpengaruh oleh pikiran-pikirannya, maka mereka percaya akan kekuatan dan kesanggupan otak manusia untuk dapat mengetahui segala sesuatu dan memperbandingkannya satu sama lain.
- Teori tentang Metafisika
Dalam bidang Metafisika antara lain :
a. Asal kejadian alam
b. Jauhard fard (Atoom)
Adapun pengaruh Mu’tazilah terhadap bidang politik dan peradaban Islam dapat dikemukakan sebagai berikut :
Sebagai dimaklumi bahwa Mu’tazilah adalah merupakan gerakan keagamaan yang telah banyak membahas prinsip-prinsip keagamaan. Disamping itu juga membahas beberapa peristiwa politik dengan pembahasan yang bersifat keagamaan. Pendapat mereka tentang politik ini menunjukkan corak kebebasan dan keberanian mereka dalam berpikir, menganalisa dan mengeritik. Mereka tidak segan-segan mengeritik sahabat Nabi dan Tabiin, memuji atau mencelanya, membenarkan atau menyalahkan. Keberanian aliran Mu’tazilah mengemukakan pendapat dan tidak menyerang kepada penguasa menyebabkan pendapatnya berkembang meluas, bahkan Khalifah Al Muktasim dan Al Watsik merupakan penyebar aliran ini.
Orang-orang Mu’tazilah terpengaruh oleh pemakaian rasio atau akal yang mempunyai kedudukan tinggi dalam kebudayaan Yunani klasik. Pemakaian dan kepercayaan kepada rasio ini dibawa oleh Mu’tazilah ke dalam teologi Islam/Ilmu Kalam, dengan demikian teologi mereka mengambil corak liberal, dalam arti bahwa sungguhpun mereka banyak menggunakan rasio, tetapi tidak meninggalkan wahyu.
Teologi mereka yang bersifat rasionil itu begitu menarik bagi kaum intelegensia yang terdapat pada lingkuingan pemerintahan kerajaan Islam Abbasiyah dipermulaan abad ke 9 Masehi. Sehingga Khalifah AL Makmun, putra dari Khalifah Harun Al Rosyid di tahun 827 M menjadikan teologi Mu’tazilah sebagai madzhab yang resmi dianut negara dan masyarakat.
Karena telah menjadi aliran resmi dari pemerintah, kaum Mu’tazilah mulai bersikap dalam menyiarkan ajaran-ajaran mereka secara paksa, terutama faham mereka bahwa Al Qur’an bersifat mahluk dalam arti diciptakan dan bukan bersifat qadim dalam arti kekal dan tidak diciptakan.
Ketika Al Mutawakkil menjadi khalifah (232 H-486M), beliau membatasi persengketaan tentang pecahnya kaum muslimin menjadi dua golongan, yaitu golongan yang memuja akal pikiran dan menundukkan nash-nash agama kepada ketentuannya (kaum Mu’tazilah) dan golongan lain yang masih berpegang teguh kepada bunyi nash-nash Al Qur’an dan Hadits semata dan menganggap tiap yang baru itu bid’ah dan kafir, untuk mengembalikan kekuasaan golongan yang mempercayai keaslian Al Qur’an. Sejak saat itu aliran Mu’tazilah mengalami tekanan berat.
Pada waktu Mahmud Ghaznawi (361-421 H) seorang Sunni pengikut madzhab Syafii berkuasa dan memasuki kota Rai (Iran) pada tahun 393 H, beratus-ratus buku perpustakaan di kota itu dibakarnya. Sejak itulah aliran Mu’tazilah yang dahulunya kuat berangsur-angsur menjadi lemah dan mengalami kemunduran, dan kegiatan orang-orang Mu’tazilah baru hilangsama sekali setelah terjadi serangan orang-orang Mongolia atas dunia Islam.[14]
BAB III
KEIMPULAN
Mu’tazilah adalah nama yang diberikan kepada peristiwa Washil bin ‘Atha dengan gurunya yang meninggalkan pengajian karena tak sependapat dalam hal pelaku dosa besar. Sementara mereka sendiri menamakan Ahlu al Adl Wattauhid.
Aliran Mu’tazilah dikenal sebagai aliran rasional dalam Islam karena memberi peran akal lebih besar, sehingga dalam ajaran-ajarannya berbeda pendapat dengan golongan Ahlussunnah Wal Jama’ah, seperti penolakan terhadap sifat-sifat Tuhan, pelaku dosa besar bukan mukmin dan bukan kafir. Tuhan wajib menepati janji dan amanahNya, dan al Qur’an adalah makhluk.
Mu’taziliyah memiliki 5 ajaran utama, yakni :
- Tauhid.
- Keadilan-Nya.
- Janji dan ancaman.
- Posisi di antara 2 posisi.
- Amar ma’ruf (tuntutan berbuat baik) dan nahi munkar (mencegah perbuatan yang tercela).
Tokoh-tokoh Mu’taziliyah yang terkenal ialah :
- Wasil bin Atha', lahir di Madinah, pelopor ajaran ini.
- Abu Huzail al-Allaf (751-849 M), penyusun 5 ajaran pokoq Mu’taziliyah.
- an-Nazzam, murid Abu Huzail al-Allaf.
- Abu ‘Ali Muhammad bin ‘Abdul Wahab/al-Jubba’i (849-915 M).
DAFTAR USTAKA
· Drs. H. Sahilun A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam, Jakarta ; PT Raja Grafindo Persada, 1991
- Drs. H. M. Muhaimin, Ilmu Kalam, Sejarah dan Aliran-alirannya, IAIN Walisongo, 1999
- Ibid.
- Harun Nasution, Teologi Islam
- Ibrahim Madkour, Fii al Falsafaf al Islamiyah Manhaj wa Tathbiquh, diterjemahkan oleh Yudian Wahyudi Asmian dengan judul Aliran dan TeoriFilsafat Islam, (Jakarta; Bumi Aksara, 1995)
- Shorter Encyclopedia of Islam,
- Drs.H.Sahilul A.Nasir,Pengantar Ilmu Kalam,(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,1996
[1] Drs.H.Sahilul A.Nasir,Pengantar Ilmu Kalam,(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,1996), cet.2. hlm, 106.
[2] PROF.DR.IMAM MUHAMMAD ABU ZAHRAH, ALIRAN POLITIK DAN AQIDAH DALAM ISLAM .JAKARTA 1996 OLEH LOGOS PUBLISHING HOUSE CET.1
[4] Al Bagdadi, Al Farqu Baina i-Firoq, hlm.118 dalam buku pengantar islam
[5]Teologi Islam, aliran-aliran, sejarah, hlm.36
[6] Harun Nasution, Teologi Islam . Hal : 54.
[7] Ibrahim Madkour, Fii al Falsafaf al Islamiyah Manhaj wa Tathbiquh, diterjemahkan oleh Yudian Wahyudi Asmian dengan judul Aliran dan Teori Filsafat Islam, (Jakarta; Bumi Aksara, 1995)., h, 54.
[9] Ibid., h. 56-57.
[10] Al mU’tazilah : 149
[11] Dhuhal islam III : 141
[12] Dhuhal islam III : 44
[13] Drs. H. Sahilun A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam, Jakarta ; PT Raja Grafindo Persada, 1991
[14] Drs. H. M. Muhaimin, Ilmu Kalam, Sejarah dan Aliran-alirannya, IAIN Walisongo, 1999 hal 87-93
Tidak ada komentar:
Posting Komentar