BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum
merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh
kegiatan pendidikan. Tanpa ada kurikulum proses pembelajaran tidak akan
berhasil yang baik, bagai kapal tanpa nahkoda.[1]
Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan, khususnya kurikulum PAI di
Madrasah, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan.
Penyusunan kurikulum tersebut sama-sama membutuhkan landasan-landasan yang
kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam.
Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat
berakibat fatal dalam pendidikan.
Agar tujuan dari suatu kurikulum PAI di madrasah dapat benar-benar tercapai,
maka perlu adanya suatu pengembangan kurikulum yang berdasarkan pada
landasan-landasan serta prinsip-prinsip yang berlaku. Hal ini mengingat bahwa
suatu kurikulum tersebut diharapkan dapat memberikan landasan dan menjadi
pedoman bagi pengembangan kemampuan siswa secara optimal sesuai dengan tuntutan
dan tantangan perkembangan masyarakat serta dapat menjadi siswa yang beriman
dan bertakwa.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka
dapat diambil sebuah rumusan masalah, diantaranya yaitu :
1.
Apa
pengertian landasan filosofis pengembangan kurikulum PAI ?
2.
Apa
pengertian landasan psikologis pengembangan kurikulum PAI ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui
landasan filosofis pengembangan kurikulum PAI
2.
Mengetahui
landasan psikologis pengembangan kurikulum PAI
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Landasan
Filosofis Pengembangan Kurikulum PAI
Filsafat berasal dari kata Yunani kuno, yaitu dari kata
“philos” dan “Sophia”. Philos, artinya cinta yang mendalam¸dan Sophia adalah
kearifan atau kebijaksanaan. Tujuan pendidikan harus mengandung ketiga
hal berikut:
1. Autonomy: artinya memberik
kesadaran, pengetahuan dan kemampuan yang prima kepada setiap individu dan
kelompok untuk dapat mandiri dan hidup bersama dalam kehidupan yang lebih baik.
2. Equity: artinya pendidikan harus
memberikan kesempatan kepada seluruh masyarakat untuk dapat berpartisipasi
dalam kebudayaan dan ekonomi.
3. Survival: artinya pendidikan bukan
saja harus dapat menjamin terjadinya pewarisan dan memperkaya kebudayaan dari
generasi ke generasi akan tetapi juga harus memberikan pemahaman akan saling
ketergantungan antara manusia.
Orang belajar
berfilsafat agar ia menjadi orang yang mengerti dan berbuat secara bijak. Untuk
dapat mengerti kebijakan dan berbuat secara bijak, ia harus tahu atau
berpengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh melelui proses berfikir, yaitu
berfikir secara sistematis, logis, dan mendalam. Pemikiran demikian dalam
filsafat sering disebut sebagai pemikiran radikal, atau berpikir sampai ke
akar-akarnya (radic berarti akar).
Filsafat mencakup keseluruhan
pengetahuan manusia,berusaha melihat segala yang ada ini sebagai satu kesatuan
yang menyeluruh dan mencoba mengetahui kedudukan manusia didalamnya.
Filsafat membahas segala permasalahan
yang dihadapi oleh manusia termasuk masalah-masalah pendidikan ini yang disebut
filsafat pendidikan. Walaupun dilihat sepintas, filsafat pendidikan ini hanya
merupakan aplikasi dari pemikiran-pemikiran filosofis untuk memecahkan
masalah-masalah pendidikan, tetapi antara keduanya yaitu antara filsafat dan
filsafat pendidikan terdapat hubungan yang sangat erat. Menurut Donald Butler,
filsafat memberikan arah dan metodologi terhadap praktik pendidikan, sedangkan
praktik pendidikan memberikan bahan-bahan bagi pertimbangan-pertimbangan
filosofis.
Tujuan
pendidikan diarahkan untuk mencapai suatu kehidupan yang demokratis. Demokratis
bukan dalam arti politik, melainkan sebagai cara hidup bersama sebagai way of life, pengalaman bersama dan komunikasi bersama. Tujuan pendidikan terletak
pada proses pendidikan itu sendiri, yaitu kemampuan dan keharusan individu
meneruskan perkembangannya. John Dewey menegaskan bahwa pendidikan itu tidak
mempunyai tujuan, hanya orang tua, guru, dan masyarakat yang mempunyai tujuan.
Untuk mengetahui bagaimana proses belajar terjadi
pada anak, baiklah kita lihat bagaimana syarat-syarat unyuk pertumbuhan.
Pendidikan sama dengan pendidikan. Syarat-syarat pertumbuhan adalah adanya
kebelum dewasaan (immaturity), yang berartikemampuan untuk berkembang.
Immaturity tidak berarti negative, tetapi positif, kemampuan, kecakapan, dan
kekuatan untuk tumbuh. Ini menunjukan bahwa anak adalah hidup, ia memiliki
semangat untuk berbuat. Pertumbuhan bukan suatu yang haruskita berikan,
pertumbuhan adalah sesuatu yang harus mereka lakukan sendiri.
Ada dua sifat dari immaturity yakni kebergantungan
dan plastisitas. Kebergantungan berarti kemampuan untuk menyatakan hubungan
social dan ini akan menyebabkan individu itu matang dalam hubungan social.
Sebagai hasilnya, akan tumbuh kemampuan interpendensi atau saling
kebergantungan antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lain.
Plastisitas mengandung pengertian kemampuan untuk berubah. Plastisitas juga
berarti habitat yaitu kecakapan menggunakan keadaan lingkungan sebagai alat
untuk mencapai tujuan, bersifat aktif mengubah lingkungan.
Kapankah proses belajar itu dimulai dan kapankah
berakhir ? Sesuai dengan pandangan John Dewey, bahwa pendidikan itu adalah
pertumbuhan itu sendiri. Karena itu, pendidikan itu dimulai sejak lahir dan
berakhir pada saat kematian. Demikian pula proses belajar tidak dapat
dilepaskan dari proses pendidikan. Pendidikan adalah pengalaman, yaitu suatu
proses yang berlangsung terus menerus. Bagaimana hubungan antara proses
belajar, pengalaman, dan berpikir ?
Pengalaman itu bersifat pasif dan aktif. Pengalaman
yang bersifat aktif berarti berusaha, mencoba, dan mengubah, sedangkan
pengalaman pasif berarti menerima dan mengikuti saja. Kalau kita mengalami
sesuatu maka kita berbuat, sedangkan kalau mengikuti sesuatu kita memperoleh
akibat atau hasil. Belajar dari pengalaman berarti menghubungkan kemunduran
dengan kemajuan dalam perbuatan kita, yakni kita merasakan kesenangan atau
penderitaan sebagai suatu akibat atau hasil.
Menurut dewey syarat-syarat penyusunan bahan-bahan
ajar sebagi berikut :
1.
Bahan ajaran
hendaknya konkret, dipilih yang betul-betul bergunadan dibutuhkan, dipersiapkan
secara sistematis dan mendetail.
2.
Pengetahuan
yang telah diperoleh sebagai hasil belajar, hendaknya ditempatkan dalam
kedudukan yang berarti, yang memungkinkan dilaksanakannya kegiatan baru, dan kegiatan
yang lebih menyaluruh.
Bahan
pelajaran bagi anak tidak bias semata-mata diambil dari buku pelajaran, yang
diklasifikasikan dalam mata-mata pelajaran yang terpisah. Bahan pelajaran harus
berisikan kemungkinan-kemungkinan, harus mendorong anak untuk bergiat dan
berbuat. Bahan pelajaran harus memberikan rangsangan pada anak-anak untuk
bereksperimen. Demikianlah dengan bahan pelajaran ini, kita mengharapkan
anak-anak yang aktif, anak-anak yang bekerja, anak anak yang bereksperimen.
Bahan pelajaran tidak diberikan dalam disiplin-disiplin ilmu yang ketet, tetapi
kegiatan yang berkenaan dengan sesuatu masalah (problem).
Metode
mengajar merupakan penyusunan bahan pelajaran yang memungkinkan diterima oleh
para siswa dengan lebih efektif. Sesuatu metode tidak pernah terlepas dari
bahan pelajaran, kita dapat membedakan cara berbuat, tetapi cara ini hanya ada
sebagai cara berhubungan dengan bahan atau atau materi tertentu. Metode
mengajar harus fleksibel dan menimbulkan inisiatif kepada para siswa.
Didalam kontrol social ini tidak ada peraturan
umum, sebab kontrol social tidak datang dari luar, tetapi timbul dari
kegiatannya sendiri. Tugas guru sdalah memberikan bimbingan dan mengusahakan
kerjasama secara individual. Para siswa dibagi dalam kelompok-kelompok, dan
bekerja dalam kelompok, bahkan guru termasuk sebagai anggota kelompok. Tentu
saja sebagai orang dewasa, ia mempun yai tanggung jawab yang khusus, yaitu
memelihara interaksi dan komunikasi, mendorong kelompok untuk melakukan
kegiatan-kegiatan seperti dalam kehidupan masyarakat.
B.
Landasan
Psikologis Pengembangan Kurikulum PAI
Dalam proses
pendidikan terjadi interaksi antar individu manusia, yaitu antara peserta didik
dengan pendidik dan juga antara peserta didik dengan orang-orang yang lainnya.
Manusia berbeda dengan mahluk lainnya, karena kondisi psikologisnya.
Secara psokologis, anak didik memiliki keunikan dan
perbedaan-perbedaan baik perbedaan minat, bakat, maupun potensi yang
dimilikinya sesuai dengan tahapan perkembangannya. Dengan alasan itulah, kurikulum
harus memperhatikan kondisi psikologis perkembangan dan belajar anak.
Apa yang
dimaksud dengan kondisi psikologis itu ? kondisi psikologis merupakan
karakteristik psiko-fisik seseorang sebagai individu, yang dinyatakan dalam
berbagai bentuk prilaku dalam interaksi dalam lingkungannya.perilaku-perilaku
tersebut merupakan manifestasi dari cirri-ciri kehidupannya, baik yang tampak
maupun yang tidak tampak, perilaku kognitif, afektif dan psikomotor.
Interaksi pendidikan dirumah berbeda
dengan di sekolah, interaksi antara anak dan guru pada jenjang sekolah dasar
berbeda dengan jenjang sekolah lanjutan pertama dan sekolah lanjutan atas.
Tanpa
pendidikan di sekolah, anak tetap berkembang, tetapi dengan pendidikan di
sekolah tahap perkembangannya menjadi lebih tinggi dan lebih luas.
Ada
dua bidang psikologi yang mendasar Psikologi Perkembangan dan Psikologi
Belajar.
1) Psikologi
perkembangan
Psikologi
perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi, yaitu masa
pertemuan spermatozoid dengan sel telur sampai dengan dewasa.
a. Metode
dalam psikologi perkembangan
1) Studi
longitudinal menghimpun informasi tentang perkembangan individu melalui
pengamatan dan pengkajian perkembangan sepanjang masa perkembangan, dari saat
lahir sampai dengan dewasa, seperti yang pernah dilakukan oleh Williard C.
Olson.
2) Metode
cross sectional
Mempelajari beribu-ribu
anak dari berbagai tingkatan usia, mencatat cirri-ciri fisik dan mebtal,
pola-pola perkembangan dan kemampuan serta perilaku mereka.
3) Studi
psikoanalitik
Mempelajari
perkembangan anak pada masa-masa sebelumnya, terutama pada masa kanak-kanak
(balita)
4) Sosiologik
Mempelajari
perkembangan anak dilihat dari tuntutan akan tugas-tugas tang harus dihadapi
dan dilakukan dalam masyarakat sebagai tugas-tugas perkembangan.
5) Studi
kasus
Dengan mempelajari
kasus-kasus tertentu, para ahli psikologi perkembangan menarik beberapa
kesimpulan tentang pola-pola perkembangan anak.
b. Teori
perkembangan
1) Pendekatan
pentahapan
Pendekatan individu
berjalan melalui tahap-tahap perkembangan. Setiap tahap perkembangan mempunyai
karakteristik tertentu yang berbeda dengan tahap yang lainnya.
2) Pendekatan
diferensisl
Melihat bahwa individu
memiliki persamaan dan perbedaan. Atas dasar persamaan dan perbedaan tersebut
individu dikategorikan atas kelompok-kelompokyang berbeda
3) Pendekatan
isaptif
Pendekatan yang
berusaha melihat karakteristik individu –individu.
2) Psikologi
belajar
Belajar
dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi melalui pengalaman
. segala perubahan tingkah laku baik yang berbentuk kognitif, afektif, maupun
psikomotor yang terjadi karena proses pengalaman dapat dikategorikan sebagai
perilaku belajar. Perubahan – perubahan perilaku yang terjadi karena instink
atau karena kematangan serta pengaruh hal – hal yang bersifat kimiawi tidak
termasuk belajar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh
dua hal yang pokok, yaitu cita-cita masyarakat dan kebutuhan peserta didik yang
hidup di masyarakat. Filsafat adalah cinta pada kebijaksanaan (love of
wisdom). Agar seseorang dapat berbuat bijak, maka harus berpengetahuan,
pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses berpikir secara sistematis, logis
dan mendalam. Filsafat dipandang sebagai induk segala ilmu karena filsafat
mencakup keseluruhan pengetahuan manusia yaitu meliputi metafisika,
epistimologi, aksiologi, etika, estetika, dan logika.[2]
2. Landasan psikologis ,kurikulum
belajar mengetengahkan beberapa teori belajar yang masing-masing menelaah
proses mental dan intelektual perbuatan belajar tersebut. Kurikulum yang
dikembangkan sebaiknya selaras dengan proses belajar yang dilakukan oleh siswa
sehingga proses belajarnya terarah dengan baik dan tepat.[3]
B. Kata Penutup
Sebagai akhir kata
dalam makalah ini, kami mengucapkan puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan petunjuk-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Kami sangat menyadari bahwa didalam penyusunan
makalah ini masih banyak kekurangan dan juga kesalahan yang butuh pembenahan,
yang mungkin disebabkan oleh terbatasnya tenaga, waktu, biaya dan keterbatasan
data dan pengetahuan yang kami miliki.
Oleh karena itu kami
mengharapkan adanya kritik atau saran yang bersifat membangun demi perbaikan
makalah ini.
Akhirnya kami
berharap tulisan ini dapat bermanfat bagi pembaca dan masyarakat luas,
khususnya bagi mahasiswa-mahasiswi INISNU Jepara. Dan segala puji bagi Allah
SWT dan sholawat serta salam atas Rosul-Nya, semoga kami selalu dalam
bimbingan, lindungan dan ridho-Nya. Aminnnn…
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Zaini, Pengembangan
Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi. Yogyakarta: Teras.
2009.
Oemar Hamalik, Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar